Irene dan Vander itu seperti anjing dan kucing yang tidak bisa akur. Irene yang serius dan lurus harus berhadapan dengan Vander yang mesum dan semaunya sendiri.
Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tapi ada kalanya mereka juga bisa bekerja sama dan...
Vander benar-benar tak sadarkan diri. Bahkan saat Irene melepas atasannya dan memakaikan mantel dua lapisnya.
"Vander bangun brengsek!" Omel Irene panik dan takut bersamaan.
Masih menepis pertanyaan kenapa Vander bisa ada di Norden bahkan terborgol disana dalam keadaan tak sadarkan diri.
Merasa bahwa keadaan Vander sangatlah serius, Irene pun memutuskan untuk membawa Vander segera pergi dari sana. Wanita itu membiarkan Vander terbaring ditanah dan menyelimutinya dengan semua mantel yang ia miliki. Tak peduli jika ia sangat kedinginan saat ini. Karena Vander lebih membutuhkan semua itu dibanding dirinya.
Irene berlari kebawah untuk mengambil mobilnya, dan membawanya ke atas dengan segera. Bersusah payah dan dengan sekuat tenaga membawa Vander masuk ke dalam mobil sebelum ia membawa mereka keluar dari sana.
Semua itu membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat tubuh Vander lebih berat dari yang terlihat. Namun ketika ia berhasil memasukkan Vander ke dalam mobil, Irene bisa bernafas dengan lebih lega. Kali ini mencoba mencari luka yang sekiranya Vander derita, tapi demi Tuhan. Wajah pucatnya yang terlihat seperti mayat membuat Irene hampir menangis. Jika bukan karena dadanya bergerak dengan perlahan, Irene pasti sudah mengira jika Vander telah meninggal dunia. Sial!
Hal itu tidak boleh terjadi. Jadi Irene pun segera mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat itu, berusaha bersikap tenang dan memikirkan kemana ia akan pergi setelah ini. Membawa Vander ke rumah sakit mungkin menjadi pilihan pertama. Tapi sepanjang perjalanan yang ia lalui, semua rumah, toko, atau apapun yang berbentuk bangunan layanan umum tutup dan seolah tak berpenghuni. Sudah pasti sedikit susah jika ia harus mencari rumah sakit. Bahkan dua klinik yang ia lewati seolah tak memiliki kehidupan sama sekali.
Dan Vander mungkin tak bisa bertahan lama seandainya Irene harus membawanya ke kota. Lalu ketika sebuah papan berpendar redup bertuliskan motel masuk ke dalam indera penglihatan Irene, tanpa berpikir dia kali wanita itu langsung membelokkan mobilnya.
Penjaga penginapan itu seorang pemuda yang melongo heran melihat keadaannya yang hanya mengenakan baju tipis.
Dengan menggunakan bahasa Norden yang sangat lancar, Irene memesan kamar dan meminta bantuan pemuda itu untuk membawa Vander masuk ke dalam salah satu kamar yang terdekat. Dan Irene langsung membayarnya dua kali lipat dari harga yang disebutkan. Sekaligus memberi tip yang cukup banyak hingga membuat pemuda itu tersenyum lebar padanya.
Dan satu jam setelah itu kamar penginapan sempit yang Irene sewa telah berisi dua penghangat ruangan yang tadi pemuda itu pinjamkan untuknya.
Irene segera melepas pakaian Vander tanpa sisa, dan membungkus tubuh telanjang pria itu dengan selimut yang sebelumnya telah ia terima. Lagi-lagi karena tip yang Irene berikan sangat banyak, Irene mendapat dua selimut ektra untuk menghangatkan Vander. Belum lagi dua porsi makanan hangat dan dua gelas cokelat hangat.
Semua itu terasa mudah dan membuat ia merasa lega, namun tak sebanding saat ia mencoba membangunkan Vander. Bagaimana pun juga Vander harus membuka matanya. Dan Irene berusaha sekuat tenaga ketika melakukannya.
"Vander... Vander!"
Irene bahkan menampar pipinya berulang kali. Dimana pria itu bergerak gelisah dalam ketidaksadarannya. Menggigil dan menggumam. Namun tetap enggan membuka mata. Setidaknya tubuh Vander bergetar karena menggigil, membuat Irene yakin jika masa sulitnya telah terlewati. Tapi Irene tak menyerah. Ia harus memastikan bahwa pria itu menghabiskan minuman hangatnya. Setiap lima menit sekali Irene akan memantau suhu tubuh Vander.
Menjelang pukul sebelas malam, tubuh Vander tak mengalami peningkatan sama sekali. Dan ia tak berani membawanya keluar, mengingat suhu di luar telah mencapai tujuh derajat Celcius.
Irene sendiri merasa kelelahan setelah perjalanan panjang dan apa yang baru saja ia alami ketika menemukan Vander. Wanita itu pun memikirkan cara terakhir yang mungkin bisa ia lakukan.
Sebelum ia merasa bodoh akan pemikirannya sendiri, Irene segera berdiri dan melepas bajunya, menyelinap secara perlahan untuk berbaring di sebelah tubuh Vander dan memeluknya. Berharap panas tubuhnya bisa menyerap pada pria itu.
Tubuh Vander menggigil dan itu pertanda bagus. Namun Irene tak bisa menahan matanya yang berulang kali terpejam, ia pun menyerah pada rasa kantuk yang tak bisa ia hindari. Irene pun memejamkan mata dan jatuh tertidur.
🖤🖤🖤
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.