"Benarkah? Kalau begitu kau pergi kali ini karena aku?"

Livi mendongak menatap keberadaan pria itu. Dimana Vander hanya memandangnya cukup lama, terlihat memikirkan jawaban yang tepat.

"Aku pergi karena memang aku sudah melakukan janji dengan seseorang."

"Wanita?"

"Pria."

Sebenarnya Vander tidak suka ini. Dikekang hanya setelah menghabiskan satu malam saja. Vander akan menjauhi wanita-wanita seperti Livi. Namun status Livi lah yang membuat Vander bertahan. Mungkin melalui Livi, Vander bisa mengorek sesuatu tentang kerajaan Norden. Terutama apakah orang-orang disana masih terobsesi untuk melukai bahkan membunuh Irene.

"Yang benar? Pria atau wanita?"

Vander mulai menjauhkan tubuhnya dengan pandangan yang tidak biasa, dan Livi mulai dihinggapi perasaan buruk.

"Pria atau wanita sebenarnya itu bukan urusan mu kan Livi."

Sepertinya Livi telah salah langkah, dan kini ia mulai sangat menyesal.

"Aku tahu Vander. Maaf kan aku."

"Sudah ku maafkan." Sahut Vander tersenyum, terlalu cepat hingga Livi masih belum merasa tenang.

"Vander..."

"Tidurlah lagi."

Vander menghindari sentuhan Livi, dan itu sama sekali tidak baik. Terutama ketika pria itu berjalan ke kamar Livi tanpa merangkulnya lagi. Vander mulai mengambil kemejanya dan mengenakannya.

"Kau mau pergi."

"Sudah ku katakan jika aku ada janji bukan."

Livi terlihat ingin menangis melihat sikap Vander yang dingin padanya. Ia sadar jika ia telah bersikap sangat keterlaluan, padahal mereka hanya baru tidur satu kali. Ah tidak. Bagi Livi apa yang mereka lakukan diatas ranjang tadi adalah bercinta. Bukan tidur.

"Kau bisa pergi nanti."

Vander berhenti bergerak dan mengambil nafas panjang sebelum menghembuskannya.

"Livi..."

"Aku tahu aku tahu. Maaf kan aku. Tidak seharusnya aku ikut campur kehidupan mu." Livi mulai terisak dan menangis.

Dan Vander tidak suka itu. Akhirnya pria itu pun memeluk tubuh Livi yang bergetar karena tangis.

"Aku ingin bilang jangan pergi, tapi..."

"Maaf Livi, sebelum bertemu dengan mu aku sudah berjanji pada orang ini."

"Iya aku tahu. Aku hanya senang karena baru kali ini ada yang memperlakukan ku seperti kau. Maaf Vander jika aku terlalu ikut campur. Aku mohon setelah ini jangan menghindar dari ku. Aku tidak tahu harus bagaimana jika kau tak mau bertemu dengan ku lagi."

Livi semakin menangis dan tak memperdulikan lagi selimutnya yang hampir jatuh hampir memperlihatkan tubuh telanjangnya.

Tapi kali ini Vander benar-benar harus pergi sehingga ia tak meladeni otak kotornya lagi.

"Aku hanya pergi dua hari atau tiga hari.  Jika aku datang lagi ke Austin, aku pasti akan menghubungimu."

Livi mendongak padanya dengan tatapan berharap, "Kau janji?"

"Aku janji. Aku akan menghubungimu setelah tiba nanti. Bukankah kita berencana ke Norden tak lama lagi."

Senyum Vander tertular pada Livi. Dan sepuluh menit kemudian, pria itu benar-benar pergi dari apartemen mewah Livi.

Merogoh kunci mobil dalam saku celananya sambil menunggu pintu lift terbuka, dan Vander dengan segera mengelak saat sesuatu dari belakang mulai menyerangnya.

SAVEWhere stories live. Discover now