"Halo Miss Livia."
Wajah wanita itu memerah mendengar namanya disebut dengan dalam oleh suara Vander yang memang memiliki ciri khas.
"Panggil Livia saja sir."
"Kalau begitu panggil aku Vander saja, Livia."
Vander memberikan satu kedipan mata yang membuat Jimin menyikutnya.
"Demi Tuhan jangan mulai Bloodstone."
"Senang berkenalan dengan mu Livia." Ujar Vander mengembangkan senyum lebar.
Kamala mulai merengek melihat bagaimana interaksi Livia dan Vander sejak tadi. Sama sekali tidak rela jika Vander justru tertarik pada Livia dibanding dengannya.
"Please Livi, jangan yang ini. Aku bisa berbagi Vander dengan yang lain. Tapi tidak dengan mu."
Livia hanya tertawa, "Tidak begitu Miss Bones. Aku hanya kagum pada Mr. Bloodstone yang ternyata sangatlah sempurna. Selain fisik, wajah dan penampilannya, ternyata Mr Bloodstone mempunyai jiwa seni yang luar biasa. Anda bilang sebagian besar lukisan disini adalah karya Mr. Bloodstone bukan? Dan aku sudah melihat semuanya hingga menyukainya."
"Kau terlalu menyanjung ku Livia." Ujar Vander terlihat malu-malu.
Dan Jimin mulai muak dengan semua pemandangan yang ada disekitarnya. Harusnya ia tidak ikut saja dengan Vander tadi.
"Aku rasa aku pulang saja." Keluhnya berbalik pergi dan tak ada yang memperdulikannya.
Tidak juga Vander yang datang menggunakan mobilnya.
Jimin yakin seratus persen jika saat pulang nanti Vander akan pulang bersama Livia yang baru dikenalnya siang ini.
Seperti itulah Vander bekerja menggaet para wanita.
🖤🖤🖤
"Kau bilang siapa nama mu tadi?" Tanya Vander menatap Livia dengan cukup intens dan sekali lagi membuat wanita itu merona malu karenanya.
Vander seolah mempunyai tatapan jika ia adalah wanita paling cantik di dunia. Dan Livia merasa sangat bahagia karena hal itu.
Tentu saja Kamala tak membiarkan mereka berdua saja. Livi bahkan harus menunggu selama dua jam sebelum akhirnya Vander menghampirinya di sebuah kedai kopi depan gedung pameran lukisan milik Kamala.
Pria itu mencarinya dan berhasil menemukannya. Atau mereka mungkin saling mengucapkan janji temu melalui tatapan mata mereka sewaktu bersama Kamala sebelumnya.
Yang jelas, Livi masih setia menunggu disana. Langsung keluar dari kedai kopi ketika melihat Vander mencari seseorang. Dan Livia merasa perutnya bergejolak kala Vander tersenyum lebar padanya, berlari kecil menghampirinya untuk mengucapkan salam.
"Haii... Aku pikir kau sudah pulang." Kata Vander nyaris berbisik.
Harusnya Livi tak perlu jujur, tapi bibirnya mengatakan sesuatu yang tak sejalan dengan pikirannya.
"Aku menunggu mu."
Dan setelah itu mereka pun pergi mencari tempat makan siang menggunakan mobil Livi, karena Vander datang bersama Jimin tadi.
Mereka saling berbincang membicarakan kehidupan mereka masing-masing, lebih-lebih lagi Livi yang tak bisa menutupi jati dirinya sebenarnya. Yaitu tentang darah yang mengalir dalam tubuhnya. Keturunan kerajaan Norden.
Harusnya Livi lebih berhati-hati pada orang yang baru ia kenal macam Vander. Tapi Kamala bilang Vander adalah pria yang baik, dan menurut Livi juga demikian. Jadi ia menceritakan semuanya begitu saja.
"Livia Inggrid Felippa."
"Pantas kau sangat cantik Livi. Ternyata kau memang dilahirkan untuk menjadi seorang putri."
ВЫ ЧИТАЕТЕ
SAVE
Любовные романыIrene dan Vander itu seperti anjing dan kucing yang tidak bisa akur. Irene yang serius dan lurus harus berhadapan dengan Vander yang mesum dan semaunya sendiri. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tapi ada kalanya mereka juga bisa bekerja sama dan...
Part 2
Начните с самого начала
