Seharusnya bulan depan ada pengukuhan penobatan pangeran Hugo sebagai raja, dan sudah seharusnya Livia datang. Namun Livia masih memikirkan keputusannya itu lagi.
Perlukah ia datang kesana? Dan seandainya datang pun, bisakah ia kembali lagi ke Amerika? Mengingat ratu Suzanne amat gencar menjodohkannya.
"Sepertinya anda ingin bertemu dengan orang yang spesial?" Tebak Livi membaca gelagat Kamala. Mencoba tak memikirkan kehidupan keluarganya yang tinggal bahagia di Norden.
"Kau benar. Dia mantan pacar ku sewaktu sekolah, teman terbaik yang pernah ku miliki sampai saat ini. Dia selalu ada disaat aku senang ataupun saat aku patah hati ketika bercerai dengan mantan suami ku."
Kamala Bones memang sudah menikah, dan bercerai sebanyak dua kali. Kini ia memilih sendiri tanpa anak, dengan tunjangan perceraian yang tidak ada habisnya dari mantan-mantan suaminya yang super kaya.
"Sayang sekali dia tidak mau menikah. Jika mau sudah sejak dulu aku menikah dengannya. Tapi Vander bilang kami memang hanya cocok berteman saja, tidak menikah."
"Vander?" Ulang Livi.
"Iya." Kamala terlihat bahagia ketika membicarakan tentang sosok pria itu. "Namanya Vander Bloodstone. Oh itu dia..."
Secara refleks Livi mengikuti arah pandang Kamala dan melihat seseorang yang hampir membuatnya lupa bagaimana caranya bernafas.
Jika pria ini yang Kamala maksud sebagai mantan pacar yang tidak mau menikah, harus Livi akui jika ia sangatlah tampan. Apalagi ketika pria itu mengembangkan senyumnya pada Kamala.
Tubuhnya tinggi dan ramping, dengan dada super bidang yang membuat Livi mendesah kagum. Sial! Kamala Bones memang selalu beruntung dalam urusan pria.
"Vander..."
Wanita cantik itu berlari membuat payudara silikonnya memantul kesana kemari dan segera mendekap tubuh Vander tanpa sungkan.
"Hei Kamala... "
Terlihat jelas jika Vander salah tingkah melihat sambutan yang Kamala beri untuknya.
"Aku kangen sekali. Sudah lama kita tidak bertemu." Seru Mala dengan antusias. Berbinar senang saat bertatapan dengan mata kelam Vander.
"Ada suami mu."
Vander mencoba melepaskan diri, namun apa yang Kamala katakan membuat pria itu terpaku.
"Aku sudah bercerai."
"Kau bercerai lagi?" Serunya tak percaya.
"Lepas pelukan mu Bones. Kekasih Vander bisa mencakar mu nanti jika tahu kau memeluknya seerat ini."
Jimin datang memisahkan mereka dan menatap sinis sosok Kamala yang menurutnya sangat menyebalkan.
"Kekasih? Kau sudah punya kekasih Vander?"
"Vander selalu punya kekasih Bones." Balas Jimin mewakili Vander yang hanya bisa tertawa canggung.
"Ah aku kenal betul seperti apa Vander itu. Wanita-wanita yang ada disekitarnya selama ini hanyalah selingan."
Kamala tersenyum menggoda masih merangkul pinggang Vander dengan mesra.
"Dan aku yakin mereka tidak akan marah melihat ku menempel begitu erat siang ini. Sebagai mantan Vander, kami bisa berbagi."
Vander hanya tertawa sumbang sampai matanya menangkap satu tatapan yang ditujukan padanya sejak tadi.
Tatapan memuja milik Livia.
Vander melepas pelukannya, merasa sungkan karena telah bersikap mesra dengan mantan istri orang lain.
"Kenapa?" Seru Kamala tidak rela. "Ini hanya Livia. Orang yang membantuku mempromosikan pameran kali ini."
"Halo selamat siang sir." Livi maju dua langkah dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Vander. Tak ingin membuang kesempatan untuk bersentuhan dengan pria tampan macam Vander.
YOU ARE READING
SAVE
RomanceIrene dan Vander itu seperti anjing dan kucing yang tidak bisa akur. Irene yang serius dan lurus harus berhadapan dengan Vander yang mesum dan semaunya sendiri. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tapi ada kalanya mereka juga bisa bekerja sama dan...
Part 2
Start from the beginning
