The Only Exception

Mulai dari awal
                                        

Tapi untungnya Arya sudah mendapatkan suntikan motivasi dari motivator ulung, Anan dan Bhanu, kemarin. Jadi mentalnya sudah tidak gampang ciut lagi seperti sebelum-sebelumnya. Malah dia mengambil satu langkah mendekati Dewa.

"Jangan salah, Mas. Biar pun Nala anggota tim Mas Dewa, bukan berarti Mas Dewa harus jagain dia ke mana-mana."

Yaaa.. ada benarnya juga, sih. Nala dan Dewa kan satu tim hanya saat bekerja dan di kantor. Di luar itu, mereka punya kehidupan pribadi masing-masing. Sepertinya itu yang sedang coba Arya katakan. Menarik garis pembatas yang tegas antara Nala dan Dewa. Bahwa di luar konteks pekerjaan, Dewa tidak memiliki hak dan kewajiban apa-apa atas Nala.

Di sisi lain, Nala merasakan jantungnya makin berdegup tidak karuan. Kedua pria di depannya itu berdiri berhadapan, seperti sedang berada di medan perang tanpa senjata. Hanya bertarung dengan tatap dan kata-kata.

"Arya..." Nala mencoba memecah ketegangan, tapi sayangnya suaranya terlalu pelan, tidak terdengar karena tenggelam oleh lautan ego kedua pria itu.

Dewa menghela napas berat, tapi matanya tetap tidak lepas dari Arya. "Mas Arya terlalu ikut campur."

Dan si bebal Arya malah tersenyum tipis. Menantang.

"Mungkin. Tapi kalo soal Nala, saya nggak keberatan ikut campur."

Hening. Suara pendingin ruangan mendadak terdengar seperti menggerung, begitu jelas. Menusuk-nusuk telinga Nala yang sudah semakin panas.

Kata-kata Arya dan Dewa memang terdengar sopan. Mereka bahkan masih tidak melepaskan panggilan 'Mas' saat bicara. Tapi justru itu yang membuat tegangnya makin terasa.

Nala melirik keduanya bergantian. Bingung harus memihak siapa. "Arya.. Mas Dewa.. Gue pulang sendiri aja ya?"

Arya dan Dewa menoleh ke Nala bersamaan.

"Nggak boleh!"

Mereka bahkan kompak mengucapkan kalimat yang sama. Membuat Nala semakin dilema, antara ingin tertawa melihat kekompakan mereka, atau justru meringis karena keduanya ternyata sama keras kepalanya.

Nala bungkam. Pikirannya makin kacau. Padahal biasanya dia selalu bisa mengambil sikap tegas. Tapi entah kenapa, sekarang dia tidak bisa berpikir. Seolah sel-sel di otaknya sedang mogok kerja karena sedang asyik menonton perdebatan Arya dan Dewa.

Tatapan Dewa yang semula tajam pun berubah melembut. "Nala, lo aja yang tentuin. Mau pulang sama siapa?"

Meskipun tidak menoleh, Arya jelas-jelas ikut menantikan jawaban dari Nala.

Nala menarik napas dalam-dalam. Sambil memaki dalam hati, saking bingung dengan hidupnya yang mendadak berubah seperti drama korea begini.

Udara di lobby terasa semakin dingin. Langit di luar semakin kelabu. Dan Nala semakin merasakan sesak yang mendesak di dadanya. Dia pn menggigit bibir bawahnya, serba salah.

"Gue... ikut Arya aja deh, Mas."

DANG!!

Mendengar itu, Arya rasanya ingin lompat jumpalitan, roll depan, roll belakang, lalu berjalan hand-stand keliling parkiran saking senangnya.

Nala memilihnya!

Kalian dengar, kan?

Nala memilih Arya untuk mengantarnya pulang!

Sepele memang. Tapi bagi Arya, rasanya seperti baru saja memenangkan lotre berhadiah milyaran rupiah.

Berbanding dengan Arya yang raut wajahnya sudah berubah lega, Dewa mengatupkan rahangnya rapat-rapat, lalu menganggukkan kepala singkat.

JEDA - The Spaces BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang