Diary Hari Keduapuluhdua

7.3K 590 25
                                    

Hari Keduapuluhdua 

The Fool 

Imbesil. Awal dari semua bencana. Kecelakaan yang dialami Freya. Bukti suatu kebodohan. Bukan kebodohan Freya semata. Tapi juga kebodohan kalian yang tidak mempercayai ramalanku. 

The Magician 

Bagaimana cara si nomor 25 melakukannya? Aurora bilang Freya selalu berada di dekat mereka. Tak pernah terpisah. Freya bilang dia meninggalkan mereka, dan terjadilah kecelakaan itu. Siapa yang benar? Keduanya bukan pembohong seperti Imban. 

Mungkinkah si nomor 25 memakai trik tertentu? Sihir? 

The High Priestess 

Lalu bagaimana dengan kecelakaan-kecelakaan lainnya? Kesetrum. Dihujani pecahan kaca. Tabrakan truk. Keracunan makanan. Siapa pelakunya? 

Jangan lupa foto Ajeng yang menjadi ‘aib kelas’. Selalu saja berkaitan dengan si nomor 25. Seolah kita dirundung nasib buruk jika berada didekatnya. 

The Empress 

Untuk pertama kalinya semua anak datang ke sekolah di pagi buta. Si nomor 25 belum datang, rapat pun diadakan. Secara bergiliran anak yang ingin mengutarakan pendapatnya diberi kesempatan berbicara. 

Kelas terbagi tiga blok. Blok pertama dipimpin oleh Radith mengusulkan si nomor 25 diberi pelajaran. Hukuman. Supaya dia jera dan ‘tahu bagaimana rasanya dicelakai’ (mengutip kata-kata Ken). Anggotanya adalah Ken, Cherry, Omega, Freya, Ajeng, Imban, Gina dan Baddy. 

Blok kedua adalah blok netral. Mereka ikut apapun keputusan kelas. Blok ini diisi Gio, Ling, Meryl, Andy, Sarah, Rudy, Diana, Haya dan aku. 

Oposisinya adalah blok ketiga. Dikomandoi Frans yang berpendapat tidak ada bukti nyata pelakunya adalah si nomor 25. Menghukum si nomor 25 berarti main hakim sendiri. Pendapat itu didukung Silvia, Zeany, Aurora, Micah dan Carada. 

“Kita ambil suara saja seperti kemarin!” usul Omega. 

“Tidak bisa begitu…” kata Silvia. “Kalau dihitung jumlah, jelas kalian menang.” 

“Sudah tahu begitu kok masih bersikeras!” sindir Ajeng. “Kalian kan tidak mengalami sendiri hasil perbuatan si nomor 25. Sesekali pikirkan perasaan kami dong.” 

Kelompok Frans terdesak. Kalah suara dan kelompok netral yang cenderung mendukung kelompok Radith memaksa mereka setuju. Dengan berat hati tentunya. 

“Tapi kami punya syarat,” kata Frans. “Hukumannya tidak boleh berupa fisik.” 

“Tidak boleh terlalu berat,” tambah Silvia. 

“Kalau berlebihan harus segera dihentikan,” tutup Aurora. 

“Akur!” sambar Radith. Dia takut mereka berubah pikiran lagi. 

Andy mengangkat tangan. “A-anu hu-hukumannya apa?” 

“Itu kita pikirkan nanti,” jawab Ken. “Kita rapat lagi di akhir hari.” 

The Emperor 

Haya kelimpungan menangani tugas kelas. Rudy yang biasanya membantu masih kesal padanya. Sehingga Haya pontang-panting mengerjakannya sendiri. 

The Hierophant 

Silvia dan Cherry bertengkar hebat. Tidak terhitung lagi sudah berapa kali kita melihat Cherry histeris. Tapi Silvia, jarang-jarang dia kehilangan kontrol seperti itu. Selama ini mereka juga belum pernah bertengkar. Rapat pagi tadi sedikit banyak mempunyai andil untuk memecah belah kita. 

The Lovers 

Sekarang Rudy dan Zeany kemana-mana pasti berdua. Carada bersuit-suit setiap melihatnya. 

The Chariot 

Oh ya, apa kalian tahu Baddy naik mobil hari ini? Dia menyetir sendiri. Anehnya dia kebingungan dimana harus memarkirnya. 

Strength 

Radith memukuli anak kelas tiga! Katanya dia marah anak itu mendorong Micah tapi menolak minta maaf. Dasar nekat! Kalau ketahuan guru, gimana coba!? 

The Hermit 

Si nomor 25 mau sok akrab. Dia menyapa Andy di ruang musik. Kaget setengah mati Andy menjatuhkan klarinet yang dipegangnya. Suara gadis itu membawa aura kemalangan bagi kita. 

Wheel of Fortune 

Di tengah jam pelajaran keempat, Diana dan Ling kembali dari toilet dengan mimik mencurigakan. Ling menulis sebuah memo untuk Ken yang menerimanya dengan bingung. Kita hanya kebagian pesan, [Kami menemukan sesuatu]. Pesan itu merayap diam-diam ke setiap anak. Apa yang mereka temukan? 

Justice 

[Temuan Diana dan Ling bisa membantu rencana balas dendam kita]. Pesan balasan dari Ken itu merayap lebih cepat dibandingkan pesan sebelumnya. 

[Balas dendam adalah keadilan]. Pesan ketiga yang tidak jelas sumbernya ini memicu pro kontra lagi. 

Aurora menyampaikan pesan terakhir. [Mana ada keadilan yang dilakukan dengan balas dendam!

Hanged Man 

Jam istirahat. Semua anak tidak sabar untuk melihat sendiri hal yang ditemukan oleh Diana dan Ling. 

Membuat sebuah rombongan besar kita mengikuti Ling menuju ‘tempat penemuan’ itu. Diana tidak ikut. “Ngeri,” katanya. 

Ling melewati toilet wanita. Loh bukan disitu? Melewati kelas-kelas yang lain. Murid-murid kelas lain menyingkir melihat kita. Melewati pintu utama gedung sekolah. 

“Kok keluar gedung?” tanya Freya. 

“Tempatnya memang di luar,” jawab Ling cepat. 

“Kalian tadi kan ijin ke toilet kenapa malah keluar gedung?” Haya menghadang Ling. 

“Lama-lama sifat curigaanmu itu ngejengkelin juga ya Haya,” sindir Ling. Tangannya dilipat dan ekspresinya keki berat. “Bando Diana yang ditaruhnya di jendela toilet jatuh ke luar. Makanya kami mencari ke luar.” 

“Terus saja Ling!” perintah Ajeng dari belakang. 

Ling menurutinya. Rombongan bergerak kembali. Kali ini sudah mengetahui tujuannya. Ling mempercepat langkahnya. Kita memutari gedung. 

“Kenapa kemari? Daerah belakang sekolah ini kudengar banyak hantunya,” Gina berseru tertahan. 

Hmm… Gina tahu juga rupanya. Untuk catatan kalian, aku melihat berbagai ‘penampakan’ kala itu. Lain kali akan kuceritakan pada kalian ‘makhluk’ apa saja yang kulihat di tempat itu. 

Ling berhenti di dekat suatu gundukan. Menunjuk ke atas, “Itu jendela toilet. Bando Diana jatuh tepat di atas ‘ini’.” Diketuknya gundukan itu dengan kakinya. Terdengar dentang samar. 

Bukan gundukan. 

Radith yang berada di dekat Ling menyuruhnya menepi. Membongkar gundukan tadi. “Ini pintu tingkap.” 

Sebuah pintu beton menyembul kokoh dari balik tanah. Di setiap sisinya ada pegangan panjang dari baja 

“Dugaanku benar! Dari deskripsi yang diberikan Ling dan Diana aku tahu itu pintu tingkap menuju ruang penyimpanan.” Ken bersorak kesenangan. 

“Hubungannya dengan aksi balas dendam kita apa?” tanya Cherry tidak sabar. 

“Aku punya rencana,” Ken tersenyum misterius. 

“Jangan main rahasia-rahasiaan!” Omega bersungut-sungut. 

“No, bukan rahasia kok. Aku cuma merasa belum saatnya rencana ini kubeberkan. Nah kita cek dulu kondisi ruang penyimpanan ini.” Ken menyingkirkan tanah di atas pintu. Mencengkram salah satu pegangan pintu. Mencoba mengangkatnya. “Berat sekali,” keluhnya. 

Baddy, Radith dan Gio maju membantu. Ketiganya turut memegang pegangan di sisi yang berbeda. 

“Siap ya, kita angkat bersamaan… satu… dua… tiga!” Ken memberi komando. 

Pintu itu terangkat perlahan. Mereka membawanya ke sisi sebelah kiri. 

“Tanganku tidak kuat lagi. Lepaskan saja pintunya,” kata Baddy. 

Keempatnya serempak melepas pintu itu, menimbulkan bunyi berdebam. 

Sembari mengatur nafas Ken melongok ruang penyimpanan yang sudah terbuka. “Tidak kelihatan apa-apa.” 

“A-aku ju-juga mau me-melihatnya.” Andy menerobos maju dari belakang kerumunan. Gara-gara kurang hati-hati kakinya tersandung sesuatu. Diiringi teriakannya tubuh Andy meluncur ke dalam ruang penyimpanan. Untung Radith sempat menangkap kaki kirinya. Andy tergantung dengan kaki di atas. 

Death 

“A-apa aku su-sudah ma-mati?” isak Andy. Suaranya menggema. 

Radith tertawa. “Belum. Tapi kalau lue mau mati, gue bisa kok ngelepas kaki lue.” 

“Ja-jangan…” Andy memohon-mohon. 

Temperance 

“Oke, gue tarik sekarang. Tempelkan tangan lue ke dinding. Cobalah bantu merayap naik dengan kedua tangan lue.” 

“I-iya.” Terdengar tepukan tangan Andy di dinding. 

Klik 

Ruangan itu serta merta terang benderang. Wajah pucat Andy terlihat jelas. 

“A-apa yang lue lakuin!?” seru Radith kaget. Pegangannya hampir terlepas. 

The Devil 

“Ku-kurasa ta-tanganku ti-tidak sengaja me-menekan se-sebuah saklar.” 

Ken memegang kaki kanan Andy. “Kita tarik sama-sama.” 

Radith mengangguk. 

Keduanya menarik keluar tubuh Andy. 

Setelah mendarat di tanah kembali, Andy beringsut mundur. “I-itu lu-lubang setan,” gumamnya berulang-ulang. 

The Tower 

“Lantainya cukup jauh dari atas sini.” Ken mengintip lagi ke dalam ruangan. “Wow, ruangannya luas sekali. Bisa menampung puluhan orang.” 

Baddy ikut mengintip. “Tak ada tangga. Bagaimana caranya kita turun.” 

“Dengan ini.” Radith mengikat sebuah tali ke salah satu kawat baja bengkok yang mencuat dari tembok gedung sekolah. Dibuatnya simpul-simpul dengan jarak tertentu pada tali. “Sebagai pijakan,” jelas Radith. Diulurkannya tali tadi ke dalam ruangan. 

Suara desisan pelan membuat kita memalingkan kepala. Meryl si pembuat suara memicingkan matanya dan mulai mendongeng, “Seekor ular meluncur turun dari atas menara kehidupan.” 

Zeany menepuk-nepuk pipi Meryl. “Stop Meryl. Jangan meracau lagi.” 

The Star, The Moon, The Sun 

“Jangan turun semua,” Freya mengingatkan. “Waktu istirahat hampir habis.” 

“Kita pilih perwakilan,” usul Ken. “Dari blokku aku memilih aku.” 

Radith kontan memprotes. “Hei gue juga mau turun!” 

“Kau nanti saja, masih banyak kesempatan di lain waktu,” tukas Ken. “Bagaimana Frans, kau mau mewakili blokmu?” 

Frans menolak. “Aku tidak mau terlibat. Sejak awal aku sudah tidak suka ide balas dendam kalian.” 

“Harus ada yang turun dari blok kalian!” paksa Radith. 

Seorang anak mengacungkan tangan. Carada. “Gue yang turun.” 

“Tinggal blok netral. Siapa wakil kalian?” tanya Ken. 

Tak ada yang mau. 

“Si Jhan saja!” Haya seenak perutnya menunjuk. 

Judgement 

Kami bertiga turun. Ken duluan, lalu aku, terakhir Carada. 

Ruang penyimpanan itu diluar dugaan sangat bersih. Dinding betonnya lebih tebal dibandingkan dinding gedung sekolah. Sembilan lampu neon besar menerangi setiap sudut ruangan berbentuk kubus sempurna itu. 

Ruangan itu kosong. Tak satupun barang terlihat. 

Ken terkekeh-kekeh serupa orang gila. 

The World 

Dunia berputar cepat. Kita pun pulang ke rumah masing-masing membawa otak yang berkecamuk. 

Rencana Ken telah dibeberkannya dengan panjang lebar. 

Kelompok Frans menentang keras rencana tersebut. Sayang mereka untuk kedua kalinya harus menelan pil pahit. Mereka kalah suara lagi. 

(Satria Jhanuarta (Jhan)) 

25th (Oleh : Hein L. Kreuzz)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang