Diary Hari Ketiga

8.9K 706 34
                                    

Hari Ketiga 

Aku tidak bisa memutuskan harus setuju atau tidak dengan keberadaan buku ini. Sebelumnya langsung saja kukatakan, ‘ma’af Cherry, aku tidak bisa membalas perasaanmu’. 

Salah sama sekali Silvia kalau kau bilang kita semua akan mimpi indah, sudah dua malam ini aku terjaga di tengah malam gara-gara mimpi buruk. Mimpi yang tidak jelas. Seperti ada seseorang yang memanggil namaku. “Ken…lari…” Aku benar-benar bermimpi seperti itu. 

Gadis yang kalian benci itu nampaknya sangat pintar. Pak Richard dengan senyumnya yang memuakkan itu pagi-pagi sudah membacakan hasil tes kemarin (mengapa harus ada tes di awal semester?). Untuk semua mata pelajaran gadis itu memperoleh nilai 100. Lalu atas dasar alasan apa guru itu memanggil kita dengan nomor bukan dengan nama kita yang sebenarnya? “Nomor 17, nilaimu untuk Geografi adalah 95.” Apa susahnya menyebut “Ken nilaimu 95.”? Aku benci disebut dengan nomor seperti itu. Kesannya seperti narapidana. 

Gadis di depanku yang semua kukunya dicat hitam plus memakai makeup bertema gothic, bernama Meryl (jika kalian belum mengenalnya). Harus kuperingatkan pada kalian bahwa gadis ini sering menyakiti dirinya sendiri. Dia membawa silet yang kadang digoreskan ke lengan kirinya. Mengerikan sekali. Aku rasa dia punya penyakit kejiwaan. Jika kau membaca ini Zenny, kau duduk di sebelahnya, kenapa kau sama sekali tidak menyadarinya?! 

Pada jam istirahat tadi aku mencoba naik ke lantai 2. Padahal ada sembilan kelas satu kenapa hanya tersedia enam ruang kelas dua. Aku mencoba bertanya pada salah satu murid kelas 2. Tapi seperti yang kalian alami, Silvia, dia hanya diam dan memandangku dengan pandangan jijik. Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini! 

Aku tidak tahu bagaimana dengan kalian tapi kalau kubilang aku akan merasa betah itu rasanya bohong belaka. Kalian bagiku terasa begitu ‘berbeda’ dan aku jadi ikut-ikutan dicap seperti itu juga. 

Sehabis istirahat Pak Richard datang lagi mengajar Kimia. Apa tidak ada guru lain? Mengapa semua pelajaran diajarkan olehnya? 

Haya tampaknya mahir dalam Kimia. Soal-soal yang diajukan oleh Pak Richard hampir semua bisa dijawabnya. Kecuali soal terakhir. Tak ada yang maju ke papan tulis untuk menjawabnya saat ditawarkan. Tiba-tiba Pak Richard berkata, “Nomor 25, kerjakan soal ini!” Gadis itu maju dengan langkah gontai. Mulai menjawab soal tadi. Dia jenius! Aku tahu itu, jawabannya benar. Haya terlihat kesal jadinya. Kacamatanya jatuh melorot gara-gara menjulurkan kepala terlalu jauh ke depan. Aku suka Haya bisa menjadi kesal seperti itu. 

Lalu Giovani, kau sebaiknya mulai membuang sampah bekas cemilan dari laci mejamu. Mengganggu, tahu tidak!? Apa kau tidak sadar itu bisa menjadi sarang nyamuk? Kau sampai kesulitan mencari bukumu sendiri yang kau selipkan ke dalamnya. Apalagi sepanjang dua pelajaran terakhir serpihan rotimu mengenai celanaku. Makan diam-diam saat belajar, siapa yang mengajarimu begitu? Kau jorok sekali. Kalau begini terus aku terpaksa pindah tempat duduk saja. 

Sudahlah, kurasa buku ini mulai membosankan, kuharap aku tidak perlu menulis seperti ini lagi. 

Satu hal yang harus kalian semua ingat, ada yang tidak beres dengan kelas ini. Aku benci kelas ini. 

(Rakken Mika Downer) 

25th (Oleh : Hein L. Kreuzz)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang