11_ Stalker

1.4K 165 3
                                    

Jakarta, 2015

Di depan sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman hijau yang terlihat dari sela-sela gerbang yang tidak terlalu tinggi, sudah hampir setengah jam Al dan Agra diam di dalam mobil, berharap sang empunya rumah segera keluar. Mungkin saja pemilik rumah itu hendak jalan-jalan sore atau semacamnya.

"Pulang aja, yu!" Agra mendengus kesal. "Kita konyol banget tahu gak, sih! Mata-matain rumah orang!"

"Kan lo yang bikin gue penasaran, jadi lo harus tanggung jawab, donk! Temenin gue pokoknya!" Al bersikeras.

"Eh! Itu Illy keluar!" Agra menunjuk ke arah gerbang rumah itu.

Al mengikuti telunjuk Agra dan langsung mellihat Illy keluar dengan menggunakan sepedahnya. "Sepedah itu...."

"Iya, itu masih sepedah yang sama yang suka dia pakai waktu SMA," sambar Agra.

"Ayo, kita ikutin!" ajak Al dengan semangat 45.

"Lo gila? Ini jalanan di dalam komplek, dan kita di mobil ngikutin orang yang pakai sepedah, ya ketahuan, lah!"

"Ah, iya juga, ya." Tapi, Al tidak kehabisan cara. "Ah, kalau gitu gue keluar aja, dan ikutin dia sambil jalan." Cepat-cepat ia keluar dari mobil dengan membawa kaca mata hitam.

Agra menyusul Al keluar. "He-eh! Lo jalan juga pasti ketauan, Al!"

"Gak akan! Lo gak lihat? Gue tinggal pake hoodie ini, terus kacamata, heheh. Gue pura-pura aja lagi jalan-jalan sore. Tenang aja, gue pasti jaga jarak, biar gak kelihatan."

"Ya udah! Terserah lo!” Agra menyerah. “Gue tunggu di mobil aja."

Al terus berjalan mengikuti laju sepedah Illy yang sangat lambat. Entahlah, ia tidak mengerti Illy tengah bersantai, atau memang malas mengayuh. Tapi, itu membuatnya lebih mudah untuk mengikuti Illy.

Tiba di sebuah minimarket, Illy masuk dan Al menunggu di luar. Tak lama, Illy sudah keluar dengan satu kantong belanjaan yang tampaknya berupa camilan berupa snack.

"Oh, beli cemilan...," gumam Al. Tiba-tiba, ponselnya berdering.

"Al! Cepetan! Bensin gue keburu habis, nih!" Agra terdengar sangat tidak sabar di ujung sambungan telpon yang baru Al tempelkan ke telinganya.

"Lagian ngapain lo nunggu di dalam mobil? Lo tunggu aja di luar!"

"Panas! Mataharinya pas banget kena muka! Gue gak mau yah, kena sakit mata gara-gara melototin matahari sore!"

"Iya-iya! Bentar lagi!" Al menutup telpon tanpa bermaksud untuk menuruti Agra. Ya, ia hanya ingin kembali fokus mengikuti Illy. Tapi, saat kembali berbalik ke depan minimarket, ternyata sepedah Illy sudah tidak ada begitu juga pemiliknya. "Illy ke mana? Cepat amat?" gumamnya, seraya membuka hoodie yang menutupi kepalanya.

"Al?"

Al mendengar suara perempuan yang sangat familiar memanggil namanya, tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia menoleh dan seketika melotot saat mendapati Illy, di atas sepedahnya sudah berbalik arah menuju rumahnya. "Eh, I-Illy… ha-hai…."

"Ngapain lo di sini?" tanya Illy heran, dengan tatapan curiga. Walaupun sebenarnya, ia kaget dan bingung saat tiba-tiba bertemu Al. Sedikit grogi juga, seperti ABG yang bertemu dengan gebetan-nya.
 
"Gue... umm… kebetulan aja sih, lewat sini," jawab Al akhirnya.

"Lo sendirian? Gak bawa kendaraan?" Illy mengedarkan pandangan ke sepanjang jalan, dan tidak melihat satu pun mobil atau motor terparkir di situ.

"Gue jalan kaki, heheh…." Al terkekeh garing. Ia tahu wajahnya pasti tampak konyol dengan mengatakan sedang kebetulan lewat dan hanya berjalan kaki. "Lagi olah raga sore," imbuhnya, melengkapi alibinya.

"Oh…." Setelah cukup lama menatap Al penuh selidik, akhirnya Illy hanya memasang wajah datar, dan bersiap kembali mengayuh sepedahnya. "Ya udah, kalau gitu selamat meanjutkan olah raga sore."

Al melongo, tidak habis pikir dengan sikap dingin Illy padanya belum juga hilang. Sebelum sepedah itu bergerak, ia cepat-cepat menghadang. "Eh, tunggu!"

“Apa?” Illy kembali menatap Al datar.

Al berpikir sejenak, kemudian mendapatkan sebuah ide. "Lo gak ngajakin gue mampir gitu? Gini-gini kan, gue sahabat lo pas SMA, tega banget lo!"

Illy menatap Al dari ujung kaki hingga ujung kepala. Entah apa yang ingin ia simpulkan, tapi ia segera turun dari sepedahnya. "Ya udah, lo yang bawa sepedanya sampai ke rumah. Gue gak mungkin boncengin lo, kan? Pasti berat."

Al bersorak-soray dalam hati, seperti ada semacam confetti yang ditembakan dan berhamburan ke sana ke mari. Tanpa basa-basi, ia mengambil alih kemudi sepeda. Ia tidak peduli apa pun alasan Illy yang tiba-tiba mau berlama-lama berdekatan dengannya. Satu hal yang ia tahu pasti, saat itu ia hanya tengah melakukan hal nekat, yang bahkan tidak terpikir akibatnya.

"Udah?" tanya Al pada Illy yang sudah duduk di jok penumpang.

"Udah," sahut Illy datar.

About LOL (Losing Out Love)Where stories live. Discover now