13_ You, Under The Tree & Crescent (1)

1.4K 157 8
                                    

Jakarta, 2015

Illy tengah menulis di taman, di malam yang cerah dengan langit dihiasi beberapa titik bintang dan bulan yang terlihat bulat sempurna. Taman di kompleks perumahannya itu terasa lebih sepi dari biasanya, padahal cuacanya hangat bersahabat. Dari rumah, ia mengendarai sepedah dengan mengenakan jamsuit dan cardigan ber-layer panjang yang cukup hangat. Tidak lupa, juga memakai syal untuk melindungi lehernya dari tiupan angin malam.

Di meja taman yang terbuat dari ukiran besi, Illy mulai larut menuliskan kisahnya. Ya, benar-benar kisahnya sendiri. Setelah menulis beberapa buku dengan kisah dan tokoh fiksi, yang kebanyakan bertemakan fantasy, entah kenapa belakangan ini ia mulai asik menulis kisahnya sendiri. Bukankah hidup terlalu singkat untuk menuliskan kisah orang lain?

Malam begitu sendu saat aku duduk di bawah pohon Ek, pohon yang selalu menjadi tempatnya merebahkan diri seraya memandangi langit.

"Al, rasanya aku begitu bahagia malam ini. Aku ingin mengatakan semuanya secepat mungkin padamu. Ya, ya, aku juga menyukaimu, seperti kamu yang juga menyukaiku, sejak dulu...."

Tapi, malam itu....

Seperti itulah Illy mengawali kisahnya untuk malam itu.

***

Jakarta, 2007

Illy duduk di bawah pohon besar yang seringkali menjadi tempatnya dengan Al saling menatap lekat, dengan tatapan yang begitu dalam namun singkat. Sayangnya, mereka tidak pernah bisa saling memahami arti tatapan itu.

Acara MOS telah resmi ditutup. Jam sudah menunjukan lewat tengah malam, dan semua orang yang sudah tertidur. Namun, Illy masih belum bisa terjaga. Malam itu, ia teringat saat menghabiskan malam bersama Al, di bawah bulan sabit yang tertutup awan, mungkin sekitar satu tahun yang lalu. Rasanya, seperti deja-vu. Hanya saja, bulan malam itu sama sekali tidak nampak. Langit tampak begitu kesepian tanpa bulan dan bintang.

"Kayaknya ini udah jadi tempat favorit lo, ya?" tanya Al yang baru saja datang dan langsung duduk di sebelah Illy.

Illy sedikit terkejut dengan kehadiran Al yang tiba-tiba, tapi kemudian tersenyum hangat pada Al. "Kenapa? Lo gak rela tempat favorit lo ini jadi tempat favorit gue juga?"

"Gue lebih senang kalau lo bilang, ini tempat favorit kita berdua." Al tersenyum simpul, lalu menerawang. "Ly, kita udah ambil jurusan yang beda, jadi kita gak mungkin semeja lagi. Bahkan, kita gak sekelas. Pasti susah...."

"Susah?" Illy mengernyit.

"Pasti susah kalau setiap hari gue gak bisa lihat lo di samping gue lagi. Gue udah terlanjur biasa sama lo yang selalu ada di dekat gue, noyor kepala gue kalau gue ketiduran, nendang kaki gue kalau lo lagi bosen, ngeribetin gue kalau gue lagi mecahin soal kimia, dan yang paling gue ingat...." Al menghela nafas dalam-dalam. "Gue paling suka lihat lo kalau lagi nulis, dan kalau lagi baca. Lo tahu? Muka lo yang ketus itu seketika bisa berubah manis kalau lagi lakuin dua hal itu. Lo kelihatan... lebih bersinar."

Illy menatap Al yang malam itu begitu jujur mengutarakan perasaannya. Lalu, kapan dirinya akan jujur? Jangankan pada Al, ia bahkan belum benar-benar jujur pada dirinya sendiri.

Illy beralih melihat langit yang malam itu tanpa bulan. Tapi, tiba-tiba ia ingat bisa menemukan bulan di mana. Terlintaslah ide gila di kepalanya. "Al...."

Al menoleh. "Apa?"

Illy tidak menjawab, malah mengulurkan tangannya. Untuk beberapa detik, Al hanya melihat tangan itu, kemudian melihat Illy yang tersenyum begitu manis padanya.

"Ikut gue?" ajak Illy akhirnya.

"Ke mana?" Al bertanya setelah mengenggam tangan Illy erat. Tapi, Illy tidak menjawab, justru menarik tangannya dan berlari meninggalkan pohon itu. "Kita mau ke mana?"

About LOL (Losing Out Love)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora