Chapter 1 || Prolog

22 5 0
                                        

Salam semuanya. Ijin hadir publish cerita, nikmati dan khidmati alurnya. Dari penulis, Selamat Membaca, jangan lupa berdoa biar berkah.

****

Samar-samar terlihat sosok dua wanita berada di sekitaran ring tempat pertarungan gulat dan tinju. Dex, hari ini lelaki itu tanding di atas ring dengan di saksikan banyak mata. Salah satunya sebagai saksi adalah Hazel—gadis remaja berstatus ketua OSIS sekolah Bima Sakti kota itu, ia tidak sendiri tapi di temani oleh temannya yang mempunyai nama Zura, sama-sama bersekolah di Bima Sakti.

Matanya berbinar seketika netranya memandang lelaki yang hendak bertarung malam ini, di matanya sangat tidak asing sosok itu, kemudian pupil wanita itu membelalak saat ngeh dengan seseorang.

"Bukannya dia itu Dex, ya?" gumamnya cukup pelan, namun masih dapat terdengar ke telinga temannya.

"Emang iya, Dell, lo baru ngeh kalau dia itu Dex? Si pentolan sekolah Bima Sakti dan si famous karena wajah gantengnya itu lho," timpal Zura berlaku mendamba-damba lelaki itu.

Tetapi lain bagi Hazel, ia membuang mukanya mendengar sahutan sang teman barusan. "Gue emang tau si Dex itu pentolan sekolah, tapi, bagi gue, bukan famous, bukan ganteng, dia pegang rahasia tentang nyokap gue, Ra, om Rhom ngasih tau gue tadi pagi," ungkap Hazel fokus melirik Dex di atas ring.

Zura sendiri menoleh ke samping temannya. "Oh ya? Terus lo udah tanya dia? Di mana nyokap lo, kenapa nyokap lo lakuin hal itu?" tanya temannya menggambarkan wajah tak menyangka. Hazel hanya menggeleng sebagai respon tersebut.

"Mungkin setelah beres tanding gue bakal tanya dia, secepatnya," kata Hazel pamungkas.

"Itu harus, Dell." Zura mengangguk mantap menyetujui temannya yang sekarang dua sahabat itu berfokus menyaksikan pertarungan detik tersebut. By the way, Hazel sering di sebut Adell juga oleh sahabatnya, jadi jangan heran kalau Hazel menoleh ketika ada yang memanggil dengan dua nama itu. Namun, lazimnya keseluruhan memakai nama Adell.

Hazel sama sekali tidak berniat untuk menonton pertandingan ini, tetapi, akan sahabatnya yang meminta, akhirnya ia berangkat juga tanpa mengkhidmati tontonan itu di saksikan oleh dua matanya, yang di anggap bahwasanya Zura sudah gila dengan lelaki bernama Dex.

*

Akhirnya pertandingan selesai. Hazel baru bisa bernapas lega setelah cukup lama di cekam oleh desakan para manusia, walaupun di anggap seperti baru saja keluar dari goa beberapa tahun lamanya oleh teman Hazel sendiri, ia sama sekali tidak memasukkan ucapan barusan ke matanya, eum, ke hati, maksudnya.

Mereka tidak langsung pulang, seperti yang di katakan akan meminta jawaban seseorang atas misteri belum terpecahkan di hidupnya Hazel dan sekeluarga.

Sudah beberapa menit, nyatanya Dex belum jua muncul, menjadikan teman Hazel kesal atas penantian yang mengesalkan mereka. "Tuh cowok beres-beres barangnya atau se ruangan sih? Lama bener, gue kan pengen ketemu," ucap Zura berakhir dengan rengekan bak anak kecil, menjadi Hazel sendiri membuang muka lagi dengan tingkah Zura.

"Tungguin aja, entar juga keluar, lo nya aja itu mah yang nggak sabaran bukan dia yang lama," beber Hazel sembari bersidekap menyenderkan dirinya ke motor di belakangnya.

Benar saja, tidak lama lelaki di tunggunya muncul dari balik pintu. Hazel memandangnya hingga lelaki itu tepat di hadapan dirinya.

"Minggir." Dingin Dex terdengar sangar. Hazel menggelengkan kepalanya serta meluruskan tangan dari bersidekapnya juga balas memandang dingin Dex.

"Lo tau dimana Suliswati, kan?" tanya Hazel to the point dengan sedikit menengadah akan tinggi badan lelaki itu.

Dex menggelengkan kepala. "Nggak tau! Jadi minggir sekarang!" tegasnya lagi terlihat berlaku bodo amat atas yang di persoalkan wanita remaja itu.

Hazel merentangkan kedua lengan menghadangnya. "Jawab dulu, dimana Suliswati? Lo pasti tau dia sekarang dimana, kan? Jadi kasih tau gue sekarang," sanggah Hazel keukeuh ingin mengetahuinya.

Dex geram atas paksaan dari wanita itu, menjadikan dirinya berhasil mencekal lengan Hazel dan meminggirkannya dari motor Dex untuk pergi sekarang juga, tetapi, Hazel harus mendapatkan luka cakaran tangan Dex.

"Argh, dasar cowok kasar! Biadab lo!" teriak Hazel saat motor lelaki itu sudah melaju dari tempat dirinya dengan Zura berdiri.

"Lo nggak apa-apa, Dell? Ih jahat banget sih Dex gue, dia gak pernah lho berlaku kasar ke gue, bisa-bisanya dia sakitin temen gue," cicit Zura mengubah nadanya bak anak kecil yang marah pada ayahnya karena tidak di perbolehkan main.

Itu menjadikan seorang Hazel mendengus geli. "Apaan sih, Zur, suara lo kek kepiting cina mau di tusuk deh lo," ejek Hazel tertawa kecil untuk mendukung ejekannya berhasil.

"Zur-Zur, gue sering ngebohong, Dell, tega lo, julukin gue kepiting cina, emang sejak kapan lo tau suara kepiting cina di tusuk kek gitu?" tanya Zura memandang wajah temannya.

"Tau."

"Sejak kapan?"

"Sejak ingus lo masuk ke batagor bi Rumi," sahut Hazel di iringi tawa menggelegarnya ketika mengenang kembali waktu kelas satu mereka jajan ke kantin hendak membeli batagor, waktu itu Zura sedang terkena flu dan secara tak sengaja bersin hingga spontan ingusnya masuk ke wadah yang berisikan bumbu kacang.

"Gara-gara lo ih, batagor bi Rumi jadi nggak laku, kemarin aja gue denger batagornya laku sepuluh bungkus, tega lo,"  cakap Hazel kembali masih tersisa kekehan kecil dengan menepuk lengan temannya.

Zura sendiri menampakkan mimik wajah kesalnya dengan Hazel yang mengenang peristiwa waktu itu. "Ih itu kan bukan salah gue, gue udah minta maaf dan gantiin kuahnya, jangan lo ungkit lagi lah, gue malu tau," papar Zura memajukan bibirnya beberapa senti ke depan. Menjadi bimoli alias bibir monyong lima senti.

"Oh temen gue malu, ya? Gue pikir lo gak punya rasa malu dan kemaluan," ucap kembali wanita itu, sekarang Zura terperanjat dengan ucapan temannya.

"Apa lo bilang? Gak punya rasa malu dan kemaluan?" tanya balik Zura memastikan penuturan barusan dari mulut Hazel.

"Ayo udah, kita balik, ini udah malem, entar nyokap lo marahin lo lagi," ajak Hazel untuk pulang ke rumah masing-masing yang mana arah pulangnya sama-sama dalam satu rute tetapi berbeda komplek juga daerah.

"Siapa bilang sekarang siang hari?" terang Zura mengintonasikan perkataannya dengan nada kesal.

"Itu si ingus yang kena bumbu kacang!" pekik Hazel yang di kejar oleh temannya, dengan kekehannya kembali.

*

"Kakak kamu nyariin kamu buat minta uang, kamu jangan mau ngasih uang ke dia, udah pasti uangnya di gunain buat minum, gunain uangnya sebaik mungkin." Sesaat Hazel tiba di rumah, Om Rhom menyampaikan hal itu.

Hazel sendiri menganggukkan kepalanya. "Iya, Om, sekarang Erland nya kemana?" tanya Hazel.

"Dia keluar, pas udah marah-marah karena kamu gak ada di rumah, dan sampe sekarang belum pulang," jawab Rhom di angguki oleh ponakannya.

"Yaudah, aku ke kamar dulu, ya, Om, mau istirahat." Lelaki itu mengiakan pamitan Hazel. Sekarang Hazel menuju kamarnya yang di dapat melongo tak percaya atas apa yang di lihat.

Kamarnya seperti kapal pecah, sudah pasti kelakuan dari Erland kakaknya, akan keinginannya yang tidak tercapai, mau tak mau, Hazel harus membereskan semuanya di saat ia sangat ingin menidurkan diri di atas kasur.

"Sabar, Adell, ini cuma kapal pecah, bukan otak pecah, sabar, banyakin sabar, biar banyak uang, aamiin ya Allah ya rabbal alamin," cicit Hazel berbicara sendiri sembari merapikan barang-barang di kamarnya. Dengan sesekali ia menonjok kasur atau guling yang ada serta baju-bajunya yang sangat hancur pada berserakan dan membayangkan yang ia tonjok adalah kakaknya.

***

TBC

Sabar ini prolog, bukan pembukaan pidato persuasif.

Don't forget to follow, vote, and comment, guys. Thanks.

IN BETWEEN HAZELDEXWhere stories live. Discover now