12; shadow where it doesn't disappear

Mulai dari awal
                                        

Ugi dan Sabina tengah menghadiri acara resepsi pernikahan Habibi—sepupu mereka. Ugi terlihat tampan dengan beskap hitam berpadu kain, lengkap dengan blangkon yang menghiasi kepalanya.

Sabina yang berada di sisinya tampak anggun dengan kebaya hijau zamrud yang memeluk setiap lekukkan tubuhnya, warna kulitnya yang putih bersih terlihat seolah-olah berseri. Rambutnya disanggul rapi. Tidak sedikit tamu yang hadir menoleh ke arah mereka yang berdiri berdampingan hingga dua kali.

Alunan gamelan, dan lampu hias yang temaram membuat Sabina benar-benar merasakan momen sakral ini hingga membuat bulu romanya meremang. Tidak sadar, pikirannya melayang jauh. Dalam beberapa tahun ke depan, siapa yang akan berjalan bersamanya diiringi gendhing kebo giro? Merasa berkhayal terlalu jauh, Sabina menggelengkan kepala.

Gerakannya membuat posisi selendang yang ia sampirkan di bahunya bergeser. Sebuah insiden kecil terjadi saat Sabina mencoba merapikan selendangnya. Permata di cincinnya tanpa sengaja menyangkut pada sulaman halus di beskap Ugi. Sabina terkesiap panik karena takut merusak sulaman itu.

Ugi yang tadi tengah terlibat obrolan kecil dengan Sabda—sepupu mereka—sontak menoleh ke arah Sabina. Bahkan Sabda juga ikut memperhatikan Sabina

"Kenapa, Sab?" keduanya kompak bertanya.

Sabina mendongak sekilas, memperhatikan Ugi. "Cincinku nggak sengaja nyangkut di beskap Mas Ugi, kalo aku paksa tarik kayanya bakal ngerusak sulamannya deh."

Ugi menunduk, melirik ke arah cincin Sabina. "Pelan-pelan aja. Bisa kok pasti, atau mau aku aja yang lepasin?"

Sabina menggeleng. "Bisa kok.... nih, udah." Kembali mendongak, Sabina melempar senyum lebar pada Ugi sembari menunjukkan cincin yang tersemat di jarinya, dibalas dengan senyum kecil oleh cowok itu.

"Rusak ga jahitannya?" tanya Zelfa yang berada di sisi kiri Sabina memajukan badan, melihat ke arah Ugi.

"Enggak. Aman, Zel." Jawab Ugi singkat.

Ugi dan Sabina berdiri bersama sepupu-sepupu mereka yang lain—yang terlihat mengenakan seragam yang sama. Mereka tidak bisa menahan untuk tidak menggoda Habibi saat laki-laki itu berjalan melewati mereka, semua kompak melempar senyum menggoda. Habibi yang sejak tadi terlihat cukup tegang, walaupun tetap mencoba untuk menebar senyum kini tidak bisa menutupi kekehannya saat matanya menemukan sepupu-sepupunya.

"Mas Habibi tegang banget mukanya, kocak banget. Beda dari biasanya yang cengengesan." Valerie berkomentar sembari memasukkan ponsel ke tas kecilnya, usai mengabadikan momen sakral itu.

Sabina terkekeh. "Iya, nggak nyangka harus ngeliat Mas Habibi nikah dulu baru bisa liat sisi seriusnya."

"Pembuka awal banget nih dia." Zelfa bergabung di obrolan itu.

Dari sisi Mamanya, Sabina memiliki sembilan sepupu. Dan memang lebih banyak laki-laki. Hanya Zelfa, dan Valerie sepupu perempuannya. Enam sepupu laki-laki lainnya adalah Habibi, Sabda, Kenan, Naugi, Bilal, dan Baskara. Dan Habibi lah yang menjadi orang pertama menikah di antara persepupuan ini, membuat mereka cukup heboh saat pertama kali mendengar kabar ini.

"Tebak abis Mas Habibi siapa?" Sabda menimbrung di obrolan para cewek itu. Lengannya bersender pada bahu Ugi.

Valerie terlihat tengah berpikir untuk beberapa saat sambil memperhatikan wajah sepupunya satu per satu. Lalu jarinya mengarah pada Ugi. "Kayaknya Mas Ugi."

Ugi yang namanya disebut sontak mengerutkan dahi, sementara yang lain terkekeh. "Iya ya, bisa jadi Ugi. Biasanya yang ga pernah keliatan punya pacar tiba-tiba sat set."

Ugi mendengus mendengar opini dari Baskara tentang dirinya. Sungguh ironi bahwa alasan ia tidak pernah punya kekasih atau apalah itu karena ternyata gadis lain tidak terlihat menarik akibat perasaan yang coba ia sangkal, dan bersikeras ia abaikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Light Your Way HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang