Devan berjalan menuju kamar, dan merebahkan dirinya di atas kasur tipis yang ada di kontrakan.

Badannya mulai menggigil kedinginan, suhu tubuhnya sangat panas, ini memang sudah biasa terjadi jika trauma nya datang.

Devan berjalan dengan sempoyongan, dia mengambil selimut tipis yang pernah ia beli sebelumnya.

Rancauan mulai terdengar dari bibir nya yang bergetar, Devan mengusap hidungnya yang seperti mengeluarkan cairan, dia melihat tangannya yang basah oleh cairan merah. Sial dia mimisan.

Devan maraih Handphone nya, dan menghubungi Kevin.

Telpon pertama tidak di angkat, sampai panggilan ke empat baru terdengar suara seseorang dari sebrang sana.

"Halo ada apa?" Tanya Kevin dari sebrang sana.

"Abang," ucap Devan lirih.

"Van jangan ganggu abang dulu oke, nanti telpon lagi kalo abang sudah sampai villa." Kevin mematikan sambungan telepon sepihak.

Devan menatap miris ke arah Handphone nya, Devan mencoba untuk tidur, berharap rasa pusing di kepalanya bisa sedikit berkurang, entah tidur atau kehilangan kesadaran Devan memejamkan matanya, dengan bibir pucat pasi, bahkan jika di cek, mungkin suhu tubuhnya bisa sampai 39°c.

☘️☘️☘️

Devan perlahan membuka matanya, dia meringis saat merasakan sakit di bagian perutnya, badannya masih sangat panas, namun pusing nya sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Dia meringkuk saat merasakan sakit yang teramat dari perutnya, Devan berusaha untuk duduk, dan menyenderkan tubuhnya di tembok, dia meraih handphone nya, dan melihat jam yang ada di handphone nya.

Jam sembilan (malam), pantas saja perutnya sangat sakit, ternyata dia tidur cukup lama, sepertinya magh nya kambuh.

Namun saat akan menaruh handphone nya, tiba-tiba Kevin menelpon nya.

"Halo, maaf abang baru nelpon kamu lagi."

" ... "

"Van ..." Panggil Kevin, ketika Devan tak merespon nya.

"Abang di mana?" Entah kenapa tiba-tiba Devan ingin sekali menangis, namun dia menahan isakan nya agar tak terdengar oleh Kevin.

"Abang di villa, abang pulang nya besok ya, kamu gak papa kan."

Devan menggelengkan kepalanya, walaupun itu tak bisa di lihat oleh Kevin.

"Pulang!" Lirih Devan.

"Van ayolah sayang, abang tidak bisa pulang."

"Kenapa!"

"Kasian Rico kalo pulang sekarang, dia pasti kelelahan Van, karna hari ini dia sangat aktif, tidak mau diam."

"Pulang!"

"Van ..."

"Pulang!"

"Ayolah baby, lagipula ini sudah malam."

"PULANG!" Jerit Devan dan melempar handphone.

Di sebrang sana Kevin, menatap sambungan telpon yang terputus.

"Apa dia marah," pikir Kevin.

Kevin mencoba menghubungi Devan beberapa kali, namun tidak di angkat, membuat Kevin sedikit gelisah.

"Abang ..." Gumam Rico, membuat Kevin menoleh ke arahnya.

"Ssst ... Tidur lagi," Kevin mengusap kepala Rico lembut, namun pikirannya berkelana pada Devan yang tidak mengangkat telpon nya.

Sedangkan Devan saat ini sedang menjambak rambutnya kuat, dia tidak bisa mengendalikan dirinya.

Di dalam kepalanya saat ini hanya ada kata 'mati'.

Devan menoleh ke sekitar nya, namun tidak ada yang bisa dia gunakan untuk bunuh diri.

Tiba-tiba terlintas di pikiran nya, bagaimana jika aku membawa motor, dan menabraknya pada pembatas jalan.

"Hahaha ... Ide yang bagus, mari kita pergi, dan menemui nenek (yang sudah meninggal)."

Devan mengambil kunci motornya, dan berjalan keluar dengan antusias.

"Mati ... Mati," seru Devan dengan berjalan sambil melompat-lompat kecil.

"Mari naik motor," menolog Devan girang.

Devan pun menjalankan motornya, dengan kejiwaan yang sedikit terjuncang.

Namun saat Devan baru keluar dari gang, dia melihat beberapa orang yang sedang mengerubungi seseorang.

"Sepertinya ada yang mau mati juga, yah ... Kenapa dia mendahului ku," menolog Devan lesu, Devan berjalan dan mencoba menyingkirkan orang-orang yang mengerubungi korban kecelakaan tunggal.

Namun ketika Devan sudah sampai di depan korban tersebut, tubuhnya mematung, dengan bibir yang bergetar.

"Ibu ..." Lirih Devan, depan duduk di sisi korban tersebut.

"Bangun!" Devan menampar pipi Ririn kuat.

Membuat orang-orang yang tadi mengerubungi Ririn, kini mencekal lengan Devan agar Devan tidak mengamuk.

"Kenapa dia mati! KENAPA?! HARUSNYA AKU DULU YANG MATI, DASAR BODOH," Devan menendang kepala Ririn yang sudah tak bernyawa.

Membuat beberapa orang yang ada di sana, berteriak ketakutan, ketika melihat aksi Devan.

Para warga menyeret Devan, membawanya kerumah sakit yang memang tak jauh dari sana.

Mereka yakin jika kejiwaan anak ini sedang terguncang.

Setibanya di rumah sakit Devan langsung di bawa menuju salah satu ruangan yang ada di sana.





Tbc.




DEVANDRA (END)Where stories live. Discover now