BACA DULU BAB PERTAMA, KALO GAK SUKA CERITANYA BISA DI SKIP🙏
Ini tentang pemuda bernama Devandra yang kerap di panggil dengan nama Devan, pemuda yang sangat menyukai susu pisang.
Dia mempunyai sifat yang sangat humoris, ramah, dan juga sangat jail...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Devan tidak menjawab dia hanya diam dan melihat kepergian ayahnya.
"Kalau begitu, aku juga akan pergi, seperti yang di katakan oleh ayahmu, kau sudah bukan tanggung jawabku lagi, dan bersikaplah seolah-olah kita tak pernah saling mengenal," setelah mengucapkan itu Ririn melengos pergi.
Devan yang melihat kepergian orang tuanya tertawa miris, meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan.
"Sudah bukan tanggung jawab nya lagi ya? Hahaha! Pada akhirnya aku tidak memiliki siapapun di sisiku," Devan menangis tersedu-sedu di ruang keluarga.
Padahal baru saja dia merasakan bahagia karna bisa makan bersama dengan kedua orang tuanya, namun sepertinya tuhan tidak menakdirkan nya untuk bahagia.
Greb
Devan merasakan tubuhnya di peluk oleh seseorang, Devan pun mendongak untuk melihat siapa yang memeluknya, dan terlihat lah seorang maid dengan pipi yang basah oleh air mata.
"Bibi," lirih Devan, dan memeluk wanita paruh baya tersebut.
Dia adalah seorang maid yang sering Devan panggil dengan sebutan 'bibi' maid yang telah merawat dan mengasuhnya sedari kecil.
" Bibi Mereka jahat," adu Devan menatap maid tersebut dengan berlinang air mata.
"Maafin Bibi tuan muda, Bibi gak bisa ngelakuin apa-apa saat tuan muda di sakiti oleh tuan dan nyonya," lirih maid tersebut.
"Bibi Evan cape, Bibi mereka bilang, mereka sudah lepas tanggung jawab sebagai orang tua Evan," Devan terus mengadu kepada pengasuh itu, yang sudah Devan anggap seperti keluarganya sendiri.
"Sakit Bibi, hati Evan sakit hiks."
"Bibi tau tuan muda sakit, tapi bibi juga tau jika tuan muda itu orang yang kuat dan hebat," ucap Bibi Maria (maid sekaligus orang yang mengasuh Evan sedari kecil).
"Tuan muda Bibi pamit ya, maaf jika Bibi tidak bisa menemani tuan muda, di saat-saat seperti ini," ucap Bibi Maria dengan mata berkaca-kaca.
"Bibi mau kemana?" Tanya Devan menatap Bibi Maria.
"Bibi mau pulang ke kampung halaman Bibi tuan muda, karna mulai hari ini Bibi sudah tak bekerja di sini, begitupun penjaga dan maid yang lain, kami semua sudah tidak di pekerjakan oleh tuan," ucap Bibi Maria menatap dalam Devan.
Devan melepaskan pelukannya dari Bibi Maria. "Bibi juga mau ninggalin Evan?" Tanya Devan dengan tangan yang mengepal.
"Maaf tuan muda, maafkan Bibi."
Devan menghela nafas dan tersenyum ke arah Bibi Maria, namun matanya tak bisa bohong walaupun dia tersenyum namun terlihat jelas di matanya jika dia sangat hancur.
"Bibi berangkat jam berapa?" Tanya Devan dengan suara yang mulai bergetar.
"Bibi berangkat sekarang tuan muda, karna takut ketinggalan kereta, maafkan Bibi ya, Bibi harus pergi," ucap Bi Maria menatap Devan yang nampak sangat kacau.
Devan menggeleng kepalanya. "Bibi gak perlu minta maaf, Bibi gak salah, Bibi hati-hati di jalan ya, maaf Evan gak bisa nganterin Bibi," ucap Devan sambil memeluk Bibi Maria erat.
Bibi Maria melepaskan pelukannya dan tersenyum. "Tuan muda adalah pemuda yang kuat dan tangguh, Bibi tau tuan muda bisa melewati ini semua, tuan muda Bibi pamit ya."
Devan mengangguk dan tersenyum, Bibi Maria pun pergi dari hadapan Devan dan berjalan meninggalkan mansion tempat nya bekerja selama 17 tahun, berat itulah yang saat ini dirasakan olehnya.
Melihat Bibi Maria yang sudah pergi, Devan pun pergi meninggalkan Mension dengan mengendarai motor miliknya, tujuan nya saat ini adalah markas Geng Orion.
☘️☘️☘️
Sesampainya Devan di markas, Devan langsung masuk dan duduk di ruang tempat mereka berkumpul (anggota geng Orion.
"Widih ada siapa nih," ucap Revan saat melihat Devan.
"Diem ah berisik," ketus Devan.
"Kenapa Lo? Anjir Lo habis nangis ya!" Pikik Revan, membuat anggota yang lain menatap ke arah keduanya.
Devan berusaha sebisa mungkin menutupi kegugupannya. "Mana ada, gue ini lakik, mana ada gue nangis," Devan menoyor kepala Revan.
"Alah ngaku gak Lo, liat mata Lo, anjir berapa lama Lo nangis?" Tanya Revan.
Memang mulut temannya yang satu ini rada-rada ember, pikir Devan.
"Gue gak nangis tai, ini karna gue lagi sakit mata, terus keluar air mata karna perih mata gue, jadinya merah sama sembab gitu," jelas Devan.
"Oh gue kira Lo nangis," ucap Revan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ya enggak lah gila, apa kata dunia, kalau seorang Devan nangis," ucap Devan sambil membusungkan dadanya.
"Yi inggi lih gili, ipi kiti dinia, kiliu siiring divin ningis, Bacot! Susu pisang Lo gue umpetin aja Lo nangis, mencak-mencak ngadu ke bang Rion," Revan memutar matanya malas.
"kapan? gue gak pernah gitu ya," ucap Devan nyolot.
"Mang Eakkk!" Ledek Revan.
"Terserah lah, gue mau ke kamar, ngantuk," ucap Devan.
"Dih ngambek, gitu aja ngambek," ledek Revan.
"Van, diem gak Lo!" Pekik Devan.
"Gak bisa wle," Revan menjulurkan lidahnya meledek Devan.
"Terserah."
"Kaya cewe aja Lo terserah," Revan terus menjahili Devan, ah sungguh dia sedikit kesepian saat Devan tak pergi ke markas selama seminggu.
"Diem Lo, bukannya sekolah malah nongkrong di sini," ketus Devan.
"Ngaca friend," Sindir Revan.
Devan langsung mengaca pada kaca yang ada di sana. "Ganteng ko," ucap Devan.
Bugh!
Revan melempar Devan dengan buah jeruk.
"Argh! Sakit nyet!" Pekik Devan.
"Bodo, emang itu tujuan gue," ucap Revan acuh tak acuh.
Sedangkan anggota yang lain, hanya menggelengkan kepalanya lelah, melihat perdebatan dua bocil kematian.
"Ketua dapet nih dua bocil dari mana sih," batin para anggota geng Orion.
Maaf banget kalo makin kesini makin gak nyambung, jujur aku juga nyadar kalo ceritanya makin gak jelas, tapi! Aku bakal tetep lanjutin cerita ini damai end, jadi see you next part guys