"Aduh kenapa panas banget sih, ini matahari kayanya cuma di atas kepala gue doang deh," ucap Devan menggerutu.

Teman-teman sekelas Devan, hanya menatap malas ke arah Devan.

"Ini kapan jam pulang nya sih," Devan terus saja menggerutu.

"Van Lo milih diem sendiri, atau gue sumpel pake kaos kaki punya Bayu," ucap salsa kesal.

Devan langsung terdiam dengan bibir yang mengerucut.

"Gak usah di imut-imutin mukanya." Devan langsung menatap maya julid.

Mereka terus berdebat, sampai tak terasa bel pulang berbunyi.

"Yeay pulang," dengan semangat Devan berlari ke kelasnya untuk mengambil tas miliknya, di ikuti oleh teman-teman sekelasnya yang lain.

Devan keluar dari kelas dengan wajah lesu tak semangat, teman-teman sekelas Devan, menatap Devan heran. Bukankah tadi dia paling semangat ya, pikir mereka.

Devan berjalan menuju parkiran, tapi ketika dia sampai parkiran, badannya mematung melihat seseorang yang sedang menyender pada pintu mobil, dengan tangan di lipat di dada.

Orang itu tersenyum ke arah Devan, membuat Devan tersadar dan berjalan ke arah orang tersebut.

Ketika sampai di Devan orang tersebut, Devan langsung memeluk tubuh orang itu erat.

"Abang," Devan memeluk Kevin erat, ya orang itu adalah Kevin.

"I miss you baby boy," Kevin  membalas pelukan Devan.

Jika bersama Kevin, Devan akan terlihat sangat kecil, bukan karna Devan pendek, bukan, tapi karna Kevin yang terlalu tinggi dengan badan atletis miliknya.

Tinggi badan Devan 178 cm, itu sudah termasuk normal, jika Devan mempunyai tinggi 178 cm, maka tinggi badan Kevin 190 cm. 

"Abang ko bisa di sini?" Tanya Devan, ketika pelukan itu terlepas.

"Kamu lupa? Abang kan udah bilang, Abang bakal ke indo hari ini."

"Abang berangkat jam berapa dari sana?" Tanya Devan.

"Semalem Abang berangkat jam 9, terus nyampe kesini jam 1 (siang)."

"Abang langsung kesini berarti?" Tanya Devan, dan di balas anggukan oleh Kevin.

"Udah gak penting, yang penting sekarang kamu pulang sama Abang," ucap Kevin mengalihkan pembicaraan.

"Terus motor Evan?" Tanya Devan.

"Nanti suruhan Abang yang ngambil."

Devan tak bisa menolak, dia hanya mengiyakan saja ajakan Kevin.

"Kamu tinggal di mana?" Tanya Kevin.

"Di Deket sini, itu lewat gang yang itu," Devan menunjuk gang sempit yang hanya bisa di lewati oleh motor saja.

"Lewat gang itu." Tanya Kevin, Devan hanya mengangguk.

Kevin pun memberhentikan mobil miliknya di pinggir jalan, dan keluar dari mobil.

"Lewat sini bang," ucap Devan sambil berjalan di depan Kevin.

Kevin terus mengikuti langkah Devan, sampai mereka pun berhenti di salah satu pintu kontrakan.

Kevin menatap Devan tak percaya. "Kamu beneran tinggal di sini?" Tanya Kevin.

"Iya, bentar Evan cari kunci nya dulu," Devan mengobrak-abrik tas sekolahnya.

Setelah menemukan kunci tersebut, Devan langsung membuka pintu kontrakan, dan menyuruh Kevin masuk.

"Maaf ya bang, masih berantakan, aku belum sempet beresin hehe."

Kevin masih terdiam melihat kontrakan Devan, dia cukup kaget dan juga merasa bersalah, andai saja dia tau ini lebih awal, dia tak akan membiarkan Devan tinggal di tempat seperti ini, mau bagaimana pun, Devan sudah terbiasa hidup dengan kemewahan, dan melihat dia tinggal di tempat seperti ini, membuat Kevin marah kepada si tua bangka itu (Damian).

Kevin terus melihat-lihat isi kontrakan yang di tempati Devan, tidak ada TV, tidak ada meja, kursi, dan apa ini, tidak ada AC/kipas angin, bagaimana Devan bisa tidur, sedangkan dia tau, bahwa Devan tidak bisa tidur jika AC tidak menyala, dan bukan cuma itu, saat ini mereka hanya duduk di lantai beralasan karpet tipis, yang membuat pant*t nya sedikit kebas.

"Van tinggal sama Abang," ucap Kevin tiba-tiba.

Devan langsung menggelengkan kepalanya ribut.

"Aku gak bisa."

"Abang gak Nerima penolakan, pokonya mulai hari ini kamu tinggal sama Abang," Kevin menatap Devan tajam.

"Tapi Evan takut ngebebanin Abang," lirih Devan, menundukkan kepalanya.

"Apa-apaan otak mu itu, bagaimana bisa dia membuat pikiran seperti itu, apa aku perlu mengganti otak mu itu hm?" Tanpa sadar Kevin mengeluarkan aura yang membuat Devan sedikit merasa sesak.

"Oke, aku akan tinggal bersama Abang," ucap Devan.

"Good boy," ucap Kevin sambil mengacak-acak rambut Devan.

"Abang emm--" Devan menatap Kevin ragu.

"Ada apa? Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?"

"Ti-tidak," ucap Devan sedikit terbata-bata.

Kevin tersenyum simrik. "Apakah kau sudah pandai berbohong sekarang."

Devan menggelengkan kepalanya panik.

"Aku tak berbohong."

"Jawab jujur, atau aku yang mencari tahunya sendiri," Kevin menatap Devan tajam.

Devan menelan ludahnya kasar, sungguh dia sangat takut dengan orang di depannya ini.

"Aku harus bersiap-siap Abang," ucap Devan pelan, namun masih terdengar jelas oleh telinga tajam milik Kevin.

"Bersiap-siap untuk apa?"

"Bersiap-siap untuk kerja "

"Kerja? Kamu kerja?" Tanya Kevin.

Devan mengangguk. "Iya Evan kerja, ini hari pertama Evan kerja."

"Kerja apa?"

"Cuci piring," jawab Devan polos.

Kevin menatap Devan tak percaya, yang benar saja!
















Maaf seng, kalo makin kesini makin gak jelas, aku juga ngerasa ko, tapi apa boleh buat, yang keluar di otak aku cuma kaya gini.

Belum aku revisi, jadi tolong kalo ada typo atau saran, komen aja ya, terimakasih.

Semoga suka ya, see you next part guys papay.




DEVANDRA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang