"Kau sering ke tempat ini?" Tanya Jian.

"Aku tidak pernah ke tempat ini lagi setelah Callum tidak ada. Ini yang pertama sejak lima tahun yang lalu" jawab Alan.

Jian bergeming, mempehatikan Alan yang sudah duduk di sofa panjang itu kemudian meminta Jian untuk duduk di sebelahnya.

"Meir, maaf kau harus mendengar semua omong kosong hari ini. Itu alasan kenapa aku tidak mengundangmu ke acara itu" Alan membuka topik dan bicara perlahan penuh hati-hati.

Jian memperhatikan, menunggu Alan untuk mengeluarkan semua isi hatinya.

"Aku sudah memikirkan sejak jauh-jauh hari untuk bicara pada Aster dan menunggu hari ini tiba, tapi sebelum aku mengatakannya dia sudah meracau di depanmu dan membuatku hampir gila"

Alan menghela nafasnya, mengalihkan sedikit pandangannya dari Jian "Dia sudah tahu aku ingin meninggalkannya"

"Dia tahu?" Jian meyakinkan.

Alan mengangguk "aku mengajaknya bicara dan menegaskan aku ingin membatalkan pernikahan itu"

Jian kembali terdiam, membayangkan bagaimana perasaan gadis itu saat Alan memutuskan hubungan mereka. Apakah hatinya hancur? Apakah dia kecewa? Apakah perasaan yang ia rasakan setimpal dengan apa yang Alan rasakan selama bertahun-tahun?

"Menurutmu apakah aku salah? Aku hanya memperjuangkan hak atas hidupku" Alan kembali bicara.

"Aku ingin melakukannya sejak dulu bahkan sebelum aku mengenalmu, Meir. Tapi aku tidak memiliki keberanian. Aku hanya memikirkan orang lain dan merasa hidup mereka lebih berharga ketimbang hidupku sendiri"

"Aku sudah melepasnya sekarang. Masa laluku berakhir" Alan merunduk. Lalu Jian memberikan pelukannya. Sangat erat, hingga Jian merasa kedua tangannya kebas. Alan membalas pelukan itu, memberikannya sedikit kekuatan atas apa yang baru saja ia alami hari ini.

Alan kemudian beranjak, meminta Jian untuk mengikutinya. Pemuda itu membawa Jian ke sebuah ruang yang pintunya tertutup rapat. Ia memutar kunci yang sudah tergantung di pintunya lalu membuka ruangan itu dan menyalakan semua lampu di dalamnya. Jian mengawasi lalu ikut masuk mengekori Alan sembari terperangah saat masuk ke dalam ruangan besar yang seutuhnya berdinding kaca memperlihatkan pemandangan hutan pinus yang rindang.

Ruangan itu hanya terisi satu lemari besar dan dipenuhi oleh lukisan-lukisan dengan berbagai ukuran, beberapa terbungkus kain putih tersimpan rapih pada pada masing-masing sandaran kayu.

"Aku belum pernah menceritakannya padamu tapi Callum suka melukis, dan ini ruangan pribadinya" kata Alan sembari menarik salah satu kain putih, menampilkan lukisan realisme bergambar pepohonan, mirip pemandangan di luar paviliun.

"Dia juga suka fotografi" Alan menunjuk ke sisi yang lain, memperlihatkan deretan foto yang berjajar di meja panjang dan menyiku di sudut ruangan.

Jian berjalan berkeliling, mengintip beberapa lukisan yang tidak tertutup. Sebagian sudah terpajang di dinding, menghisi ruangan tanpa celah.

"Dia yang membuat semuanya?" Tanya Jian saat terpaku pada suatu lukisan abstrak dengan detail sempurna.

Alan mengangguk.

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now