Eight

826 84 33
                                        

|Alan
09:34 Kau memakan sarapan buatanku, tidak?

|Jian
09:40 Ya, meskipun terpaksa. Kau tahu aku tidak terbiasa sarapan
09:40 Tapi terima kasih

|Alan
09:42 Aku sedang mengubah kebiasaanmu

|Jian
09:45 Jadi setelah nama, kau juga ingin mengubah kebiasaanku?
09:45 Tolong ubah nasibku saja, tidak usah yang lain 😂

Alan tertawa tanpa suara saat membaca balasan pesan Jian. Buru-buru ia mematikan layar ponselnya sebelum kembali fokus pada pekerjaan yang kemarin terpaksa ia tinggalkan.

Alan melirik jam tangannya, masih ada waktu dua puluh menit sebelum ia harus pindah ke ruang rapat. Pemuda itu mengambil dokumen miliknya yang berada di atas meja, mempelajari beberapa technical proposal dan materi rapatnya pagi ini—sesuatu yang biasanya bisa ia lakukan dalam
waktu singkat meskipun Gemma memberikan setumpuk berkas ringkasan.

Sayangnya hari ini tidak seperti biasanya. Waktu dua puluh menit tak berarti apa-apa—

—fokus Alan hilang.

Alan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kerjanya, menyibak surai hitamnya kebelakang sambil memejamkan mata.

Meir, bukankah aku dalam masalah?

"Kau membawa tanggung jawab yang besar, Ben. Kau juga membawa namaku. Aku sampai merelakan Gemma untuk pergi mendampingimu" Alan berkata sambil berjalan beriringan dengan Ben menuju ruangan kerja masing-masing setelah menyelesaikan rapat internal selama hampir 2 jam.

"Sebelum ada kau di sini, aku sudah berkali-kali melakukannya" Ben mendesah, tak terima dirinya diragukan.

Alan hampir sampai di ruangannya, bersiap-siap meminta salah satu staff untuk membantu pekerjaan lanjutannya. Ben lalu menepuk bahu Alan sebelum berjalan mendahului menuju ruang kerjanya sendiri.

"Hanna, tolong ke ruanganku" Alan bicara sambil membuka pintu ruangannya.

Hanna langsung beranjak dan mengikuti sang atasan masuk ke dalam ruang kerjanya dan menunggu perintah.

Ponsel Alan bergetar tepat ia mendudukkan dirinya di kursi nyamannya. Pemuda itu melirik layar ponselnya, kemudian meminta Hanna untuk menunggunya melalui tatapan matanya.

"Aster, ada apa?" Tanya Alan terus terang. Nadanya terburu-buru.

"Sayang, Grace dan suaminya mengundang kita makan malam" Aster bicara penuh harap.

"Kapan?" Tanya Alan sembari menarik sebuah file folder di mejanya lalu memberikannya pada Hanna.

"Nanti malam" jawab Aster.

"Tapi aku sudah punya janji malam ini"

"Tidak bisa dibatalkan?" Nada Aster sedikit menuntut seolah-olah undangan makan malam dari Grace-kakak kandungnya lebih penting dari acara apapun.

Alan masih bisa mendengar kalimat Aster, namun pemuda itu mampu membagi konsentrasinya untuk mencatat beberapa hal yang ia butuhkan di selembar kertas kosong. Sesaat ia menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya dan mendongak menatap Hanna yang sejak tadi berdiri mendampinginya.

"Tolong siapkan rincian anggaran yang sudah direvisi" kata Alan. Hanna hanya mengangguk, tahu atasannya masih bicara melalui ponselnya.

"Tidak apa-apa setelah urusanmu selesai. Aku cuma ingin bertemu. Kenapa sesulit itu?" Aster mengeluh.

"Dan yang ini tolong buat salinannya" Alan masih bicara dengan Hanna sembari menyerahkan salah satu dokumen miliknya.

"Aster, aku masih sibuk. Aku akan menghubungimu saat jam makan siang"

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now