Bagian Dua Puluh Satu (2)

23.1K 2.7K 93
                                    

"Lakukan."

Permintaan telah diterima. Kedua tangan Joviette langsung menyajikan lukisan dari masing-masing penutupnya.

Dua gambar berukuran lebih besar dari tinggi Lala pun dihadapkan pada gadis kecil itu. 

Lukisan pertama, memperlihatkan potret keluarga. Harazelle muda tersenyum lebar menggamit lengan Gestan yang menujukkan muka datar diantara Amberly dan Delzaka.

Sementara lukisan kedua, sosok pribadi Hara terserap di kanvas dengan amat teliti. Kesan anggun di balik senyum simpul itu berhasil diabadikan nyaris tanpa cela.

Sang seniman patut diacungi jempol sebagaimana ia mampu menyalin objek ke dalam sebuah gambar hingga sama persis.

Mata biru berpendar itu, sungguh mencolok sesuai aslinya. Begitu pula mahkota brunatte bergelombang yang membingkai wajah halus milik sang objek estetika. 

Labelina mematung di hadapan lukisan cukup lama. Atas bawah kanan kiri, dilihatnya satu per satu orang dalam gambar itu.

"Kau tahu siapa dia?" tanya Duke, menunjuk potret Hara. Berusaha ia bersikap tenang meski jantungnya berdegup kencang.

Lala berpaling ke Duke sejenak, lalu memperhatikan lukisan lagi. Bagaimana, ya? Lala memang tahu siapa yang ditunjuk Duke.

Itu adalah Bubu.

Tapi, tapi kenapa...,

Melihat Bubu digambar bersama Duke, Yeti dan perempuan tak dikenal membuat Labelina ingin menangis keras.

Hati Lala berasa tercabik-cabik. Sesuatu seperti melukai nurani kecilnya yang mudah bersedih biarpun dia adalah anak ceria.

Gestan sedikit terkesiap ketika Lala menunjukkan ekspresi ganjil alih-alih menjawab pertanyaannya. Dia mencembikkan bibir bawah seolah menahan diri dari ledakan emosi.

Ada apa dengannya? Apa bayi ini mengenali wajah Harazelle sebagai Bubu-nya sehingga ia terbawa rasa rindu?

Mereka masih menunggu reaksi Lala. Sampai bocah tembam itu mendadak menghentakkan kaki kemudian tengkurap seperti biasa saat sedang melampiaskan perasaan, marah(?)

"Kenapa Lala tak diajak?!"

Huh?

"Bubu ikut, tapi Lala tidhak! Kenapa cuma Lala yang tak diajak?!" dumel Lala, masih sambil membenamkan diri dalam posisi tiarap.

Situasi macam apa ini? Bisakah siapapun menjelaskan kenapa Lala tiba-tiba marah?

Margrave adalah satu-satunya pihak yang memahami situasi tersebut. Tanpa menunggu lama, pria tua itu bergegas mendekat dan berlutut dengan satu lutut di sisi si Kecil.

Raut garangnya melunak tak seperti biasa, seolah kesedihan, kerinduan dan penyesalan yang dalam menyerangnya secara bersamaan.

Mana mungkin Delzaka tidak mengenali reaksi Buntal barusan. Dua puluh tiga tahun silam, Hara juga menunjukkan sikap serupa ketika ia diperlihatkan potret pernikahannya dengan Amberly.

Cukup melihat Buntalan marah seperti ini, Margrave sudah paham tanpa ia mendengar jawabannya.

"Hei, Buntal," desis Margrave dengan suara bergetar. Namun, sebisa mungkin ia mencoba tetap tegar. "Kenapa kau mengira kau tidak ada di gambar?"

Terperangkap taktik Delzaka, Lala mengintip sedikit dari posisi tengkurapnya.

"Lihat, kau ada di sini."

Gadis kecil itu kemudian beranjak duduk, menyusuri telunjuk Margrave yang mendarat di perut Hara. "Lala macih di pelutnya Bubu?" cicitnya, mengusap ingus.

"Benar. Kau belum lahir saat itu."

"Oh, begitu, ya." Rasa kesal Lala sirna begitu saja.

Margrave hendak meraih pipi Lala, namun ia mengurungkan niat dan mengepalkan tangan. Pantaskah dia menyentuh darah dagingnya yang bahkan tidak ia kenali?

"Kakek bodoh ini, sungguh tak termaafkan karena terlambat menjemputmu, bukan?"

"Hm?" Menjemput? "Tapi Lala tak pelgi kemana-mana, Yeti."

"Kau benar. Tapi, seharusnya aku menemukanmu lebih cepat, tidak. Aku harusnya tidak mengusir anak itu. Mau dia memilih bersama siapapun, dia tetap putri-," jedanya, tak mampu lagi berkata-kata. Tekad Margrave menjaga agar air matanya tak luruh sangat besar, meski rasa tercekat mencekik lehernya begitu menyiksa.

Margrave merasa malu pada dirinya sendiri. Dia ingat pernah mencurigai Lala sebagai mata-mata. Hampir menelantarkannya sendirian di hutan pula.

Kini, semua gelar kehormatan yang Delzaka peroleh dengan taruhan nyawa itu justru menjadi sindiran kejam baginya. Masihkah ia pantas disebut pahlawan jika dirinya saja hanya seorang lelaki pengecut yang jauh dari kata bijaksana?

Mata biru Lala membulat ingin tahu. Mengapa Yeti terlihat sedih? Apa dia kehilangan uang?

Sisi inisiatif Lala aktif kembali. Ia rengkuh pria berjenggot kelabu itu walau rentangan tangannya hanya mampu menangkup setengah diameter badan Delzaka.

Betapa beruntung, Margrave menjadi orang ketiga yang mendapat pelukan penenang tersebut.

Margrave sempat tertegun singkat, namun ia cepat tanggap dan segera membalas pelukan Buntal.

Anak ini, buntalan lembut yang hangat ini..., adalah cucunya. Cucu perempuan mirip Hara yang sudah lama ia dambakan. 

Margrave bertekad akan melindungi dan merawatnya hingga dewasa.

Selagi Lala masih memeluknya erat, tatapan penuh arti Margrave tertuju pada Gestan. Pria penguasa Aslett yang sedari tadi hanya memperhatikan sambil bersedekap itu sepenuhnya memahami kode Delzaka.

Sesuatu yang besar pasti sedang menimpa Hara sekarang. Mereka akan mengerahkan segala cara demi menemukannya segera.

Sementara di sudut lain, Natelia yang telah kehilangan kendali menangis haru di pelukan Joviette. Melupakan keberadaan Sona yang secara alami terasingkan.

Kapan aku boleh pergi? batinnya, sungguh malang.

*****

Ilthera menatap langit-langit kanopi berselimut tirai putih yang mengurung ranjangnya dalam diam. Tinggal di kamar seperti ini membuatnya merasa seperti seorang putri.

Ia diperlakukan hangat di tempat ini. Pelayan bernama Sona yang merawatnya saat pingsan kemarin juga baik walau mimik wajahnya kaku. Lalu Tuan Deus, meskipun pria itu tidak menjenguknya, beliau memberi fasilitas yang luar biasa.

Pelayan yang mengantarkan makanan selalu berkata, 'Maaf, Nona. Tuan Duke sedang sibuk. Jika ada kesempatan, beliau pasti akan menjenguk Anda. Tuan harap Anda makan lebih banyak agar cepat sembuh, Nona.' 

Lalu saat pagi tadi, rangkaian bunga berwarna kuning tahu-tahu sudah diletakkan di atas nakas. Sona bilang bunga itu bernama karoten, memiliki kasiat bagus untuk mengeluarkan segala racun dalam tubuh. Lagi-lagi, Tuan Deus-lah yang mengirimnya.

Ilthera cukup terkesan. Rupanya, seorang pria bisa begitu perhatian.

Suami pertamanya adalah lelaki yang kasar. Sama seperti kesepakatan kali ini, waktu itu dia juga dipaksa Sharka mengandung anak dari orang itu dengan dalih demi kemakmuran Henvitas.

Dengan segenap keyakinannya terhadap Dewi Henvetoria, Ilthera bersedia ikut ke kastil pun tanpa mengharapkan apa-apa. Mungkin, Tuan Deus juga akan berperilaku sama seperti sang mantan suami.

Tak pernah terkira olehnya, orang itu justru akan memberi kenyamanan berlimpah meski dari luar dia bersikap cuek dan dingin.

"Nona, Tuan Duke datang menjenguk Anda," ujar Sona membuyarkan lamunan Ilthera tiba-tiba.

"Apa?" Baru saja dipikirkan, tidak mungkin, 'kan-,

"Tuan menunggu di luar," ulang Sona.

Ilthera langsung terbangun dengan sekali hentak. Gawat, penampilannya masih acak-acakan! Belum sempat membersihkan diri pula sejak kemarin pingsan!

Be My Father?Where stories live. Discover now