Bagian Enam

33.8K 3.4K 37
                                    

BAGIAN ENAM, LALA DAN SEGALA TINGKAHNYA

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

"Ini," kata Lala, meletakkan sesuatu di meja depan Duke. Di antaranya ada satu bebek karet, garpu mini bergagang wortel, dan setangkai bunga liar, "buat Etan."

Hening.

Tumbukan antar pedang kayu di tangan ksatria berhenti, langkah orang-orang yang bergesekan dengan tanah terjeda. Kicauan Lala adalah satu-satunya suara yang menggema diantara luasnya area tersebut.

Labelina yang lebih pendek dari meja berjinjit saat menunjuk dan menjelaskan fungsi bendanya satu per satu. "Ini buat mandi. Yang ini mamam, lalu ini," dia menaburkan bunga liar ke dalam cangkir kopi milik Gestan, "halus taluh di vas."

Natelia membatu bersama pelayan lain. Joviette menganga lebar seperti rekan-rekannya.

Lalu Danzel, meskipun hanya keberuntungan, untuk pertama kali ia berhasil menjatuhkan pedang lawan berkat gerakan terkejutnya yang spontan.

Nyawa mereka seakan terhempas keluar bersamaan saking kagetnya.

Duke tidak menunjukkan perubahan ekspresi. Dia hanya memperhatikan Lala cukup lama, sampai satu pertanyaan biasa, yang terdengar horor bagi para pekerja, terlontar dari mulutnya.

"Apa yang kau lakukan barusan?"

Hiiiiyy! Darah orang-orang di sekitar berdesir merinding. Konon, orang yang bersikap lancang sekali akan ditandai seumur hidupnya oleh Tuan Duke. 

Tapi dengan polosnya Lala malah menaburkan potongan rumput ke kopi milik Duke dan memanggil beliau 'setan'! 

Segera Natelia menyerobot Lala dari sisi Duke. Dia panik setengah mati tapi terpaksa menjauhkan Lala sebelum bocah itu semakin menyulut murka. Anak kecil adalah makhluk berbahaya. Omongan terus terang mereka bisa membawa petaka.

"Astaga, T-tuan Duke!" seru Natelia mengalihkan perhatian. Ia mengangkat dua ketiak Lala membawanya seperti boneka. "Sa-saya melihat ular besar, tapi sepertinya saya salah lihat! Maafkan saya!"

Padahal Labelina baru mau bicara dengan seseorang bernama Etan yang ada di potongan koran milik sang ibu. Tetapi Natelia tiba-tiba mengangkat tubuhnya hanya karena ular. Mengapa Natelia takut ular? Padahal ular, 'kan, baik?

Dalam satu detik Duke menyadari kebohongan Natelia. Kegugupan dan kaki gemetar wanita itu menjadi bukti bahwa ia hanya berupaya mengalihkan perhatian demi menyelamatkan Lala.

Bukan hanya Margrave dan Danzel, bahkan semua orang yang bekerja di kastil pun sudah menerima keberadaannya. Apa dia memang seistimewa itu sampai mereka berusaha menutupi kesalahannya?

Mari kita lihat apa dia benar-benar layak menghuni kastil. Gestan melipat koran dan meletakkannya sembarang di atas meja. "Tinggalkan dia di sini."

"Maaf?"

"Aku tau kau paham."

Oh, tidak! Natelia mengeratkan dekapannya pada Lala. Ia melirik cemas ke arah Joviette dengan tatapan bertanya, bagaimana ini?

Dengan berat hati Joviette mengangguk pasrah. Mau bagaimana lagi? Mematuhi atasan adalah kewajiban. Mereka hanya bisa berdoa semoga ini cepat berlalu tanpa kesalahan.

Natelia terpaksa menurunkan Lala kembali. Sebelum mundur, dia sempat memberitahu bocah itu hal terpenting. "Lala, beliau adalah TU-AN DU-KE. Nana akan berikan sepuluh kue kalau Lala bersikap baik di sini bersama TU-AN DU-KE," ulang Natelia berkali-kali berharap Lala tidak salah mengeja.

"Benalkah?"

"Ya, Nana janji asal Lala tidak lupa. Jangan nakal pada TU-AN DU-KE. Mengerti?"

"Eung!"

Lala pun ditinggalkan berdiri di sisi Duke. Ia menengadah ke atas memperhatikan wajah datar pria itu tanpa takut sama sekali. 

"Allo, Dyuk," cicitnya menyapa dengan berani.

Hal pertama dari penilaian Gestan, bayi cetakan Harazelle ini termasuk anak yang langka. Dia tidak seperti anak kecil lain yang menangis tiap kali berpapasan dengannya.

"Sebutkan namamu." Gestan mulai menguji, menyangga dagu dengan siku bertumpu sandaran tangan. Meskipun tampak santai, semua orang yakin Duke sedang menilai dengan serius.

"Lala. Ini Lala."

"Berapa usiamu?"

"Empat tahun." Labelina menyodorkan telunjuk, tengah, dan jari manisnya ke depan Duke.

"Itu tiga."

Melirik jari yang ia sodorkan, Lala menambah jari kelingking sehingga jumlahnya menjadi empat.

Duke terdiam. Sisi inikah yang membuat orang-orang luluh?

Gestan akui, Lala sedikit unik. Pasalnya, setiap bocah yang berhadapan dengannya selalu menangis sehingga ia tidak menemukan keimutan dari mereka.

Tapi, cuma sebatas itu saja. Dinding besinya tidak akan runtuh hanya karena melihat tingkah lucu Lala.

"Apa yang sudah kau pelajari dari majikanmu?" Duke lanjut menginterogasi.

"Macitan itu apa?"

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang