Bab 29

95 20 8
                                    

"Ada saatnya melepaskan apa yang kita punya, demi kebahagiaan orang lain yang kita sayangi."

(Sheikh Ahmad bin Abdul Azis Al Hafidz)

♡♡♡

   SELAMAT MEMBACA

♡♡♡




   Hari-hari telah berlalu, minggu dan bulan terlewati. Kehidupan teruslah berjalan, meski cobaan selalu datang silih berganti.

   Seperti halnya pula dengan pernikahan dari Sheikh Ahmad dan Sheikha Aisha, yang telah berjalan selama 3 bulan ini.

   Di Istana Mutiara, Sheikha Aisha terus mendapatkan banyak lamaran dari perempuan untuk suaminya. Tidak ada satupun hari tanpa para pelayan yang membawa masuk lamaran dari perempuan-perempuan di luar sana.

   Sheikha Aisha melihat setiap lamaran yang masuk, ia membaca data diri dari para perempuan yang ingin menjadi madunya. Para perempuan yang memberi lamaran, mereka bukan dari kalangan biasa.

   Wajah Sheikha Aisha menatap rumit satu lamaran dari perempuan yang sama setiap harinya, sedangkan yang lainnya terus berbeda setiap hari.

   "Apa dia benar-benar ingin menjadi maduku?" gumam Sheikha Aisha.

   "Aisha, kamu tidak pusing setiap hari lihat lamaran yang terus berdatangan?" Sheikha Wardah datang duduk di sofa samping Sheikha Aisha.

   "Aku setiap hari selama belakang ini, selalu muntah melihat i—" Sheikha Wardah membekap mulutnya dengan tangan, ia langsung berlari kearah kamar mandi.

   Sheikha Aisha mengikuti Sheikha Wardah keraah kamar mandi, ia mengurut tengkuk saudari iparnya yang sedang memuntahkan makanan yang dia makan.

   "Sudah?" tanya Sheikha Aisha, yang mendapatkan anggukan dari Sheikha Wardah.

   "Aku capek, sedikit saja makanan yang masuk selalu aku muntahkan kembali." Sheikha Wardah mengeluh dengan lemas yang sudah duduk di sofa.

   "Bismillaahil ladzii laa ilaaha illaa huwal haliimul kariimu rabbil 'azhiim. Laa ilaaha illallaahu rabbus samaawaati wa rabbul 'arsyil." Doa Sheikha Aisha saat menyentuh perut Sheikha Wardah yang masih rata.

   Sheikha Wardah sedang mengandung 3 minggu, mual dan muntah yang dialami oleh Sheikha Wardah juga dialami oleh beberapa ibu di luar sana, saat kehamilan masih muda.

   Namun, Sheikha Wardah memberi alasan ia muntah sebab melihat banyak seserahan lamaran untuk abang iparanya.

   "Sabar, Kak." Sheikha Aisha mengusap pundak dari iparnya, sebab ia belum mengandung sehingga tidak tahu harus melakukan apa.

   "Aku sabar, tetapi kesal lihat itu semua," tunjuk Sheikha Wardah pada seserahan lamaran.

   Aneh memang, yang harusnya merasa kesel dan marah adalah Sheikha Aisha. Tapi, selama ini Sheikha Aisha tenang-tenang saja menerima lamaran dari para perempuan untuk suaminya setiap harinya.

   Sikap tenang Sheikha Aisha nyatanya semakin membuat Sheikh Ahmad sedih, ia harus menerima ketika cinta yang selama ini belum juga dibalas oleh sang Istri.

   Sheikha Aisha menerima pernikahannya, dia juga menjadi istri seperti seharusnya melayani suami dalam semua hal. Tapi, untuk membuka hati mencintai sang Suami, sepertinya dia belum bisa.

   Takut, satu kata yang membuat Sheikha Aisha masih mempertimbangkan untuk membuka hati untuk suaminya. Cinta itu kadang bisa membuat seseorang kuat sekaligus bisa menjadi kelemahan.

MAHABBAH Putra Mahkota Al Hafidz Donde viven las historias. Descúbrelo ahora