Gambar itu hanya untuknya.
Meskipun bukan sketsa cantik yang di bubuhi untaian kata-kata indah.
"Aku mau roasted duck" seru Jian sembari berjalan cepat mengekori Alan.
Alan tersenyum sambil menoleh ke belakang
"Oke"
"aku juga mau crab rice" seru Jian lagi.
"Kau boleh memilih apapun yang kau inginkan" kata Alan sembari membuka pintu mobilnya.
—
Jian kembali ke Greeceland bersama Alan. Perutnya sudah terisi penuh setelah Alan memanjakannya dengan semua menu makan malam pilihannya.
Setelah mereka tiba di lantai 25, Alan membuka pintu apartemennya kemudian melangkahkan kakinya masuk lebih dulu ketimbang Jian. Alan membuka sepatunya lebih cepat, menukarkanya dengan sandal rumahnya, sementara Jian sedang mendudukkan dirinya untuk memulai membuka tali sepatunya.
Alan menoleh Jian sekilas, hendak berjalan lebih dulu masuk meninggalkan Jian dalam diam. Baru selangkah Alan meninggalkan lorong pintu utama, tiba-tiba tersengar suara seorang perempuan menyambut.
"Sayang, kau dari mana?"
Suara seorang gadis muda, Aster.
Tak ada waktu sekedar untuk mencerna, secepat kilat Jian berdiri dan keluar sebelum Alan meninggalkan lorong pintu menuju ruang utama. Jian berjalan menuju tangga darurat dengan satu sepatunya yang tak terikat. Setelah melangkah naik dan berhasil mencapai anak tangga ke lima, Jian menjatuhkan tubuhnya, terduduk sambil menarik oksigen sebanyak-banyaknya.
Sementara itu, Alan kini bersama Aster. Gadis itu duduk di sofa ruang tengah menunggu Alan yang berada di dapur untuk mengambil sekaleng soda untuk kekasihnya.
"Sudah berapa lama kau menungguku?" Tanya Alan sembari duduk di samping Aster, menatapnya dengan tatapan datar.
"Tidak lebih dari dua puluh menit" jawab Aster.
"Kau seharusnya memberitahuku dulu sebelum ke sini" Alan bicara dengan nada lemah sembari menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
Aster tercengang "Aku sudah mencoba menghubungimu tapi kau tidak menjawabnya"
"Kalau begitu jangan datang jika aku belum memberikan jawaban"
"Kenapa melarangku?" Aster bicara dengan nada dingin.
"Bukan melarang, aku hanya tidak ingin kau menunggu"
"Aku sudah terbiasa dengan hal ini" bahu Aster meluruh. Gadis itu menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Alan.
"Kau dari mana? Club?" Aster kembali bertanya, lalu mencium bibir Alan sekilas "Aku tidak mencium bau alkohol" lanjutnya.
"Kenapa kau kesini?" Alan balik bertanya, tak sengaja mengundang ketegangan diantara mereka.
Aster menghelas nafas lelah "Karena kau tidak datang menemuiku. Kau sudah janji dan aku tahu kau pasti lupa"
"Aku tidak lupa dan aku memang berencana untuk menemuimu. Sekarang kau ingin apa? Kita sudah bertemu"
"Serius, Alan? Bisakah kita bersikap seperti sewajarnya pasangan? Sudah hampir lima tahun dan aku harus terus mengingatkan. Apa kau masih ragu? Aku bahkan sudah berkali-kali mengatakan bahwa aku sudah mencintaimu seutuhnya"
"Kau datang hanya ingin membahas ini? Sebelum kau bilang kau mencintaiku, kau tahu aku sudah lebih dulu memberikan hidupku padamu. Apa yang menurutmu masih kurang agar kau bisa menganggap hubungan ini seperti sewajarnya pasangan? Kau ingin aku terus di dekatmu dan menidurimu sepanjang waktu? Atau kau ingin aku bersandiwara seolah-olah aku Callum agar kau merasa benar-benar dicintai? I'm not him" Alan bicara tanpa jeda sembari menahan dirinya untuk tidak membahas sesuatu yang lebih menyakitkan.
Aster membisu dan tak berkutik. Gadis itu hanya bisa menatap nanar kekasihnya sembari menahan rasa sesak di dadanya.
"Sudah larut malam, kau harus pulang" Alan memangkas jaraknya dengan Aster lalu memeluknya.
"Karena sudah larut malam seharusnya kau memintaku untuk bermalam disini, bukan mengusirku" Aster cepat-cepat menghindar dari pelukan Alan dan menatap tajam lawan bicaranya.
"Kita sedang tidak dalam suasana yang baik, aku tidak ingin kita bertengkar" ucap Alan sembari meraih tangan kekasihnya.
Aster kemudian menoleh, membiarkan Alan merengkuh tubuhnya, lalu memberinya ciuman yang dalam hingga gadis itu bersedia membalasnya.
"Maaf sudah membuatmu menunggu hari ini. Besok aku pulang cepat dan akan langsung menemuimu" ucapnya lembut.
"Oke" Aster menggumam.
—
Alan melangkah cepat menaiki tangga menuju rooftop, nafasnya beradu mengimbangi keringat dingin yang mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Saat tiba di lantai dasar puncak gedung apartemen, ia buru-buru membuka pintu besi menuju rooftop yang tak pernah terkunci.
Pemandangan gelap dengan pencahaayaan lampu malam menyambutnya, ia melangkah keluar dengan mata menjelajah ke setiap sisinya. Alan mengerjap dan menghembuskan nafas lega ketika melihat sosok yang dicarinya duduk bersandar di dinding pembatas rooftop— menoleh ke arahnya dengan wajah polos seolah tak terjadi apa-apa.
"Kenapa kau ke sini? Kau meninggalkan Aster?" Jian bertanya sembari mengawasi Alan yang kini ikut duduk di sampingnya.
"Dia sudah pulang"
"Kau pasti yang menyuruhnya pulang. Padahal dia sudah menunggumu"
"Meir, maaf aku sudah membuat keadaan ini menjadi sulit untukmu. Kau pasti kaget karena Aster sudah datang lebih dulu" Alan mulai bicara.
"Aku tidak apa-apa. Kau tidak—"
"Tunggu, aku belum selesai" Alan memutus, Jian hanya mengangguk mengalah.
"Aster sudah lama memiliki akses masuk tapi dia tidak pernah datang kecuali aku yang menjemputnya. Ini salahku, hari ini aku janji menemuinya tapi tak sempat memberitahu jika aku akan datang terlambat. Dia berkali-kali menghubungiku tapi aku tidak menjawab panggilannya"
Jian mengerjap, berharap kedua matanya tak lagi terlalu lembab "sebenarnya kau tidak perlu menjelaskannya padaku. Karena yang seharusnya meminta maaf itu aku, kan? Aku yang membuat keadanmu menjadi sulit"
"Tidak. Jangan meminta maaf. Sejak awal aku yang menawarimu tempat tinggal. Hanya saja memberitahu Aster soal keberadaanmu tidak semudah itu. Akan terdengar aneh jika dia tahu aku tinggal satu atap bersama seseorang sedangkan aku tidak pernah menginjikan calon tunanganku sendiri yang sudah kukenal jauh sebelum dirimu untuk tinggal bersama bahkan hanya untuk menginap satu malam saja" Jian membeku mendengar penjelasan Alan.
Jian sibuk menarik kesimpulan—dia tahu Alan tidak mencintai gadis itu, namun Alan juga tidak seharusnya mengorbankan banyak hal untuknya.
Jian bukan siapa-siapa.
"Aku paham. Sejak awal juga kita sudah membuat kesepakatan yang baik. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, aku di sini karena ingin membantumu bukan menjadi selingkuhanmu" Jian bicara santai namun cukup membuat Alan tersadar bahwa dia tengah membuka masalah baru di hidupnya.
—
Jian butuh waktu selama beberapa menit untuk dapat mengusir rasa kalut yang membuatnya tak bisa berfikir jernih.
Bayangan kejadian yang terjadi hari ini langsung berputar di kepalanya tanpa jeda.
Isi kepalanya terus bekerja, memaksanya untuk berpikir keras agar bebannya sedikit berkurang.
Setelah hampir tiga puluh menit, Jian akhirnya membuka ponselnya lalu mengirimkan pesan pada rekan kerjanya, Nathan.
|Jian
00:41 Nath, maaf aku mengganggumu. Aku butuh tempat tinggal untuk sementara mungkin 2-3 bulan. Apa kau bisa membantuku bicara pada pamanmu? Jika pamanmu mengizinkan, aku ingin menggunakan ruang belakang Orion untuk tempat tinggalku sementara.
***
/////
Yang udah vote dan comment terima kasih banyak yaaa. Kalian memang baik2 sekali 🥹 ❤️❤️❤️❤️
YOU ARE READING
Middle Name | JAEWOO [END]
Fanfiction"Untuk sementara jangan beritahu Gemma jika kita tinggal bersama" - Jian (Jungwoo) "Tolong pergi dulu kemana saja, aku dan Aster akan tiba di apartemen 10 menit lagi" - Alan (Jaehyun)
Eight
Start from the beginning
![Middle Name | JAEWOO [END]](https://img.wattpad.com/cover/364023965-64-k1257.jpg)