"Jawab dulu. Kau bisa?" Aster menekan kalimatnya.

"Oke" Alan ingin buru-buru menyudahi. Banyak hal penting yang harus ia kerjakan.

"Oke?" Aster tak puas dengan jawaban kekasihnya.

Alan menghela nafasnya "Iya, sayang. Aku akan menemuimu malam nanti. Aku tutup dulu"
_

Harum campuran bergamot, white musk dan vetiver menjadi aroma khas apartemen Alan—harum yang selalu menyambut Jian setiap hari setelah pulang dari Orion.

Jian tiba dengan wajah yang sangat lelah. Bahkan tak ada segaris senyum atau sapaan ketika dirinya berpapasan dengan Alan yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Meir, aku pergi sebentar" Alan sudah nampak rapih dengan setelan kemeja putih dan slim pants hitam. Ia berjalan menghampiri Jian sembari membawa jas di tangan kanannya.

Jian masih ingat, terakhir kali Alan mengatakan hanya pergi sebentar—

Nyatanya, dia tidak pulang.

Jian menghentikan langkahnya lalu menatap Alan sekilas dengan wajah datarnya, ia mengangguk lemah.

"Menemui Aster?" Jian hanya asal bertanya.

Alan membeku.

"Bukan. Undangan makan malam bersama klien" tanpa sadar Alan memegang lebih erat jas-nya, tiba-tiba saja hati kecilnya menginginkannya untuk tetap tinggal.

Jian memaksa untuk menarik segaris senyum di wajahnya, khawatir membuat Alan mendadak tak nyaman.

"Hati-hati" Jian mengangguk kecil sembari menghela nafasnya.

Tak ada lagi kata-kata yang ingin Jian katakan, ia mengalihkan wajahnya dari pemuda yang masih berdiri menatapnya. Saat ini Jian lebih memilih untuk masuk ke dalam kamar meninggalkan Alan yang berdiri membeku mengawasi dari balik punggungnya.

Alan tahu, Jian tidak baik-baik saja.

.
.

Tiga puluh menit setelah Alan meninggalkan Greeceland, Jian akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamarnya kemudian pergi menuju tempat yang sudah ia rencanakan sejak siang tadi.

Rumah ibunya.

Jian kini berdiri membeku dengan perasaan yang bercampur aduk. Di tangannya membawa sebuah kantung belanjaan yang sudah terisi penuh.
Dengan pandangan nanar, Jian melihat rumah lamanya dari kejauan. Tertutup rapat, namun masih terisi pencahayaan lampu meskipun tak begitu terang.

Jian berjalan mendekati halaman kecil rumahnya, menaiki tangga hingga undakan terakhir meskipun tak yakin dengan rencananya—ia terlalu khawatir kedatangannya justru hanya mengundang masalah baru dan membuat keadaan ibunya semakin tidak baik.

Karena mereka yang mengusirnya.

Jian menghela nafas lalu berjalan mendekati pintu rumahnya. Jian tidak mengetuk, hanya menggantungkan plastik bawaannya di handle pintu—berisi buah-buahan, stok makanan dan juga beberapa lembar uang tunai. Jian tahu, ibunya lebih butuh itu ketimbang kedatangannya.

Tidak langsung pulang, Jian berjalan menuju taman yang berada di belakang rumahnya. Duduk menyamping di sebuah bangku panjang besi sembari menaikkan dan menekuk kakinya, menikmati udara malam di pertengahan musim panas.

Taman itu tidak luas. Hanya sisa lahan yang kebetulan tak dibangun oleh sang pemilik, lalu dijadikan sebagai taman kecil di lingkungan itu. Dulu Gemma menyebutnya "dumps park" karena hanya ada satu ayunan tak berwarna dengan denyit nyaring ketika terayun dan dua bangku taman yang di kelilingi oleh beberapa pohon cassia.

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now