High School Never Ends

60 10 0
                                    


Athina

Aku terbangun jam 6 pagi dan karena nggak bisa tidur lagi, memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar hotel untuk menghirup udara pagi.

Aku pikir hanya aku yang sedang menikmati kesunyian ini, ternyata Alarik sudah lebih dulu menandai teritorinya di pinggir kolam renang. Ia duduk membelakangiku, mencelupi kakinya di dalam kolam.

"Kaki lo nggak kedinginan?" tanyaku alih-alih mengucapkan selamat pagi. Aku ikutan mencelupkan kakiku, tapi langsung aku tarik lagi karena dingin air kolam renang nggak ada bedanya sama air es. "Gue tahu lo suka adventure, tapi nggak nyari penyakit juga, Rik. Lo nggak takut masuk angin?"

"Gue suka dingin." Alarik mencipak-cipakkan kakinya. "Kok, jam segini udah bangun? Mau lari pagi?"

"Kebangun, terus nggak bisa tidur lagi. Jadi pingin jalan-jalan aja. Lo?"

"Sama. Si kembar ngoroknya ganti-gantian." Alarik menggedikkan kepalanya ke kamar di belakangnya. Terdengar suara ngorok samar-samar meski dibatasi sama pintu kaca. "Kamar lo di mana, sih?"

"Di atas." Aku sekamar bareng si Jessica Rabbit dan Pramugari Retro yang berbaik hati meminjamkanku piama. Semalam mereka bercerita tentang Alarik yang mengubah haluan Deer Hunter dari politik ke extreme sport. "Semalam anak-anak cerita, katanya lo yang ngidein supaya Deer Hunter fokus ke extreme sport, daripada politik. Kenapa, sih?"

"Karena nggak ada ide lain. Deer Hunter sebenarnya sempat kehilangan pamor karena anak-anak baru nggak ada yang peduli sama politik. Jadi gue pikir, daripada kegiatan kita isinya party aja, mending dikasih twist dengan bikin tema tiap kali kumpul dan karena gue suka extreme sport, gue kenalin aja ke anak-anak. Eh, mereka pada suka. Lebih seru mana, mikirin politik atau berenang sama buaya?"

"Jadi, di secret gathering selanjutnya, kita bakal berenang bareng buaya?!"

"Yah, gue baru aja nge-spoiler-in agenda kita berikutnya, ya?" Alarik memasukkan tangannya ke dalam saku jaket abu-abunya. "Coba gue pikirin kegiatan lain, yang nggak bisa ditebak sama lo."

"Apa pun yang lo lakuin nggak akan bisa gue tebak kok, Rik."

Kupikir ia hanya playboy yang hobinya ngabisin duit bapaknya aja. Nggak tahunya ia lebih dari itu. Meski bukan pemimpin resmi perkumpulan ini, Alarik bisa dibilang adalah sosok yang paling dielu-elukan di sini. Kalau nggak, mana mungkin ia bisa meyakinkan anggotanya untuk menerima anak cupu sepertiku dan merencanakan tiap kegiatan seru tiap kali gathering.

"Tanpa masuk Deer Hunter, lo kan bisa ngelakuin kegiatan-kegiatan yang dilakuin di sini sendiri. Kenapa lo mau repot-repot masuk Deer Hunter?"

"Karena masuk perkumpulan rahasia bikin lo ngerasa jadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Lebih seru aja, rasanya. Gue anaknya simple, Thin. Apa pun yang kayaknya seru pasti gue lakuin. Memang lo nggak begitu?"

"Sama sekali nggak. Pertimbangan gue banyak, bahkan untuk soal beli cokelat. Waktu SD, gue pernah nongkrong lama di minimarket karena bingung mau beli cokelat biasa atau dark. Kalau gue beli yang biasa, Tristan pasti ngerengek minta padahal dia lagi sakit gigi. Kalau gue beli yang dark, Tristan nggak akan minta tapi gue nggak terlalu suka. Akhirnya gue nggak jadi beli cokelat." Aku mengibaskan tanganku, meminta Alarik untuk melupakan cerita nggak pentingku. "Lo pasti mikir gue payah karena untuk beli cokelat aja, pertimbangan gue segudang."

Farewell, Neverland!Where stories live. Discover now