My Heart Belongs to Daddy

124 12 4
                                    


My house is like the earth

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

My house is like the earth. It revolves around the sun, not the daughter.

- Wonder

Athina

Wajah Papa makin lama makin mengkerut karena Tristan belum pulang-pulang juga, padahal sekarang sudah jam 7 malam lewat sepuluh menit. Meski baru lewat 10 menit dari jam malam yang Papa berikan untuk bocah itu, ekspresi Papa sudah seperti ingin melempar Tristan pakai bangku. Bahkan sebenarnya, ekspresi Papa sudah kusut waktu tumben-tumbennya beliau sudah sampai rumah jam 6 sore dan mengetahui Tristan belum sampai di rumah.

Malah, yang ia temukan waktu membuka pintu kamar Tristan adalah dream board yang ia pasang di atas meja belajarnya, yang ditempeli oleh brosur-brosur Universitas Dewangga, potongan gambar pulau Bali, suvenir topeng reog, dan gantungan kunci berbentuk penis yang bikin Papa makin naik pitam.

Duh, Tan. Barang-barang lo aja senang banget cari ribut sama Papa!

Papa mencoba menelepon Tristan berkali-kali, lalu menghantam ponselnya ke atas meja makan saat teleponnya nggak diangkat-angkat sampai bikin piring-piring makanan yang ada di atas meja makan bergetar dan aku juga Opa makin mengkeret di meja. "Telepon adikmu lagi, Tin. Tanya udah sampai mana. Udah lewat jam malam kok dia belum pulang juga!"

"Tadi Tristan udah ngabarin aku kok, Pa. Katanya udah di lampu merah depan. Bentar lagi juga sampai. Lagian kan Tristan baru telat dikit... atau malah dia belum telat. Kan, jam di rumah memang sengaja aku setting lebih cepat."

Aku mengambil piring Papa, berinisiatif mengambilkannya roased red pepper, spinach, dan feta penne pasta, yang jadi menu makan malam hari ini. Hari ini hari Senin, jadi menu makanan di rumah kami nggak boleh mengandung daging. Karena Tristan benci banget makan sayur, Papa membuat aturan Meatless Monday agar setidaknya sehari dalam satu minggu, ada sedikit sayur yang masuk ke dalam tubuh Tristan.

Harusnya kan beliau mempraktikan aturan itu ke Tristan saja, tapi supaya bocah itu lebih nurut, Papa menegaskan agar satu rumah mentaati aturan ini. Karena toh, semua yang ada di rumah ini kan tentang Tristan. Tapi yang disuruh untuk planning menunya siapa? Ya, aku, lah! Wong yang bikin daftar belanjaan bulanan juga aku! Aku masih ingat waktu Papa bilang; Kamu pikirinlah menu makanan yang biasanya pakai daging, tapi bahan-bahannya di-subtitute pakai sayur. Jangan menu sayur plek. Pasti nggak akan dimakan sama adikmu.

"Kita makan duluan aja yuk, Pa. Sini, aku ambilin pasta buat Papa."

"Nggak ada yang boleh makan sebelum Tristan sampai. Memang keluarga kita isinya tiga orang aja?" Papa mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan telunjuknya, kebiasaannya sebelum melempar kotak tisu ke arah Tristan kecil tiap kali anak itu ngerengek karena hanya pingin makan chicken tender setiap hari. "Sudah di lampu merah depan mana maksudnya? Depan Preston? Jangan-jangan adikmu itu baru jalan dari sekolah! Kebanyakan main lagi sama si Kafka! Udah Papa bilang jangan temenan sama orang yang suka ngasih dia pengaruh buruk, nggak pernah nurut!"

Farewell, Neverland!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang