ARCHILLES 05

147 14 1
                                    

...

ZERVANOS, rumah bagi para penghuninya.

ZERVANOS memiliki Aergeus sebagai pemimpin, geng motor turun-temurun itu selalu memiliki orang-orang hebat di setiap periodenya.

Danzel Aergeus Zeroun, ketua paling sadis, bringas, tidak pandang bulu. Pria berbahaya dengan sejuta kelebihan lainnya.

Untuk anggota inti lainnya, ada Xander Barak, pria irit bicara itu memegang jabatan wakil ketua.

Theo Bintang Dirgantara Jonas, atau Theo. Sosok ramah Theo yang kini kehilangan jati diri karena sebuah kehilangan yang begitu ia sesali. Sosok murah senyum yang kini lebih sensitif dan mudah tersulut emosi.

Ezra Asa Fitzgerald, Eza si pencinta susu stroberi. Pria manja yang penuh dengan keinginan.

Clyde Briar Bentala, pria dengan segala keanehannya itu memiliki selera humor ajaib, tidak jarang anggota lain kesulitan mengimbangi.

Yang terakhir, ada Salingar Deo Caesar, pria paling ramah di antara yang lain, sopan santun, namun cukup menyebalkan.

Damai namun tak tersentuh, terbuka namun penuh dengan rahasia, menerima namun juga dapat melenyapi.

Citranya begitu buruk di kalangan masyarakat asing, namun bisa jadi sebaliknya bagi orang-orang familiar.

"Si Eza masih marah?"

"Dia diamin gue dari tadi."

"Ajak ngomong sana, ketahuan Xander ilang pala lu."

Bisikan setan itu membuatnya gondok. Deo bahkan berpikir dia tidak salah, sudah jelas Aergeus yang menghentikan si pemaksa Eza, ketuanya itulah yang menghentikan paksaan laki-laki manja itu saat memaksakan kehendak terkait Xennia. Di lihat dari sudut manapun, Deo tidak menemukan dimana kesalahannya.

Deo menghembuskan nafas kasar, laki-laki itu lantas menatap Eza yang seolah tidak melihat eksistensinya. Deo mengalah, dari pada kepalanya melayang di tendang Xander.

“Za,” laki-laki itu mencoba menyapa dengan lemah, sayangnya sang lawan hanya membisu tanpa peduli.

“Zaa,” demi kepalanya, Deo akan terus mencoba.

“Zaaa,” memikirkan bagaimana Xander mematahkan lehernya membuat Deo berkeringat dingin.

Laki-laki itu menghela nafas, kini mulai meninggikan suaranya. “Ezaa!” namun lagi-lagi keheningan menyapa telinga Deo.

"EZA BANGSAT!" Deo yang kehabisan kesabaran kini meledak, pria itu kembang kempis dengan wajah memerah.

"Gue aduin lo sama Xander, mampus lo." Dan inilah yang paling Deo takuti, Xander bisa menghabisinya kalau Eza benar-benar mengadu.

Sedangkan Briar yang hanya menonton tak bisa lagi menahan tawanya, Deo yang sengsara membuatnya bahagia, nothing akhlak.

"JANGAN ADUIN LAH, BEGO!"

"LO BERISIK, SETAN!”

"LO MANCING GUA, BABI!”

"LO EMANG SALAH, MONYET!”

"ITU KARENA LO NYA GAK TAHU DIRI, ONTA!”

"GUE CUMA MINTA DIA NARI, BAGONG!”

"LO- aakh sialan." Deo menjambak rambutnya frustrasi. Bodoamat pokoknya, mau Xander habisi juga bodoamat! Batinnya pasrah.

Eza sendiri memalingkan wajahnya, merasa benar-benar kesal. Sedangkan Briar masih belum berhenti terbahak, pria itu memegangi perutnya yang sakit.

Di markas memang hanya ada mereka bertiga, yang lainnya masih ada di rumah atau di mana pun itu. 

Mereka bertiga memang sudah diam-diaman sejak kejadian di aula tadi, atau lebih tepatnya hanya Eza yang mendiami Deo, Briar tidak ikut-ikutan.

Sebenarnya Eza ingin marah dengan semua orang, tapi untuk Aergeus, Theo dan Xander Eza tidak berani. Kalau untuk Briar, Eza membiarkannya, pria itu memang tidak ikut campur sejak awal.

Deo sudah masuk ke kamarnya, bahkan sudah tertidur pulas, mungkin lelah karena perdebatan tadi. Sedangkan Briar masih bermain dengan benda tipis miliknya. Eza pun begitu, namun bedanya, pria itu tidak fokus, jarinya hanya bergerak secara acak.

Pria itu menggigit pipi bagian dalam, keningnya sedikit mengerut, kemudian tiba-tiba tersenyum, "Kalaupun gak sekarang, cepat atau lambat gue pasti lihat tariannya...,”

“Dan itu harus." Tekad Eza dengan segala obsesinya.

...

Setelah kejadian bertemunya dengan Haera, Xennia menyadari kalau ia sudah terlambat terlalu lama, hingga akhirnya memilih izin, dan berakhir pulang ke rumah.

Sekarang sudah pukul 20:12 , Xennia sudah rapi dengan rok sebetis berwarna gading tua dan kaos putih yang di balut sweater coklat.

Gadis itu berencana untuk mengunjungi ibunya, sudah hampir satu bulan mereka tidak bertemu, Xennia merindukannya.

Setelah turun dari taxi, Xennia mulai memasuki rumah sakit itu, atau lebih tepatnya, rumah sakit jiwa.

Sesekali Xennia tersenyum, sekedar balik sapa orang-orang yang menyapanya. Xennia masuk ke salah satu kamar, kamar dimana ibunya tinggal sementara.

"Mama," di sana, Mamanya yang sedang asik mengobrol dengan teman sekamarnya menoleh.

Wanita paruh baya itu tersenyum, kemudian mendekat, mendekap erat putrinya, "Anaknya Mama."

"Xennia kangen."

"Mama juga kangen, sayang." Ucapnya seraya melepas pelukannya.

Xennia menuntun Mamanya ke ranjang, membantunya merebahkan diri tanpa lupa menaikkan selimutnya, "Mama apa kabar?"

"Mama baik, sayang. Kamu kenapa sendiri? Kakak kamu mana?" Xennia terdiam cukup lama, lantas tersenyum setelahnya. Kakaknya?

"Sayang?"

"Ya, Ma?"

"Kakak kamu kenapa gak ikut?"

"Kak Sina bilang dia lagi sibuk, jadi gak ikut."

"Hhh, padahal Mama kangen banget sama Kakak kamu itu, tapi dia malah gak datang, memangnya Kakak kamu itu gak kangen apa sama Mama? Mama kan... bla bla bla.”

Xennia terdiam, memandangi Mamanya yang asik berbicara. Sekilas  Mamanya itu tampak tenang, seperti orang-orang pada umumnya. Tidak seperti ketika kumat, Mamanya bisa berteriak-teriak, menangis meraung-raung, atau bahkan bisa membuat banyak kekacauan.

Karin Aurabella, Mamanya itu gila setelah bercerai dengan suaminya.

Pria yang sudah terlalu banyak memberi luka fisik maupun mental, pria yang membuat Xennia bersumpah untuk seumur hidupnya, ia tidak akan berhenti untuk membenci ayahnya itu.

...

Sedangkan disisi lain, Aergeus masih berdiam diri di dalam mobil berpuluh-puluh menit lamanya. Menunggu seseorang yang cukup mengganggunya akhir-akhir ini.

Saat itu tanpa sengaja Aergeus melihat Xennia pergi menggunakan taxi, ingin membiarkan namun rasa penasaran lebih tinggi, hingga akhirnya mengikuti dan berakhir di tempat ini, rumah sakit jiwa.

Aergeus melihatnya, melihat bagaimana Xennia berbalas sapa dengan orang-orang di rumah sakit, seakan mereka memang dekat. Bagaimana Xennia masuk  ke dalam rumah sakit tanpa ragu seakan sudah sangat familiar bagi sang gadis. Aergeus ingin tahu, apa yang Xennia lakukan di sana?

Dan saat ini, Aergeus melihat Xennia yang terlihat sudah keluar, gadis itu terlihat menghela nafasnya seraya menatap langit malam. Xennia terlihat sangat cantik dengan rambut panjang yang tergerai indah.

Aergeus menyadarinya, perasaan yang paling ia hindari itu mulai muncul, perasaan yang menurutnya sangat merepotkan, perasaan suka dan tertarik. Namun Aergeus juga tahu satu hal, semerepotkan apapun nantinya, jika itu Xennia, maka Aergeus tidak akan menolak.

...

ARCHILLES♤ [END]Where stories live. Discover now