Devil's Contract

267 49 15
                                    

10 komen baru dilanjut lagi ya.
Maaf baru update karena semalem ketiduran 😁

Selamat membaca

Pekerjaan pertama yang aku bayangkan di dalam kepala adalah pekerjaan kantoran yang ada di dalam ruangan. Aku hanya perlu duduk di depan komputer, dengan ruangan ber AC dan segelas kopi yang menemani. Namun nyatanya, kenyataan tak akan pernah sesuai ekspektasi. Aku justru berakhir di tempat ini. Tempat yang tidak pernah aku bayangkan, bahkan di dalam mimpi sekali pun.

“Perkenalkan saya Acylla, Pak.” Ujarku mengenalkan diri. Sedikit gemetar karena orang yang ada di depanku terus menatap tanpa ekspresi.

“Saya adalah admin partai yang baru,” aku menjeda kalimatku saat melihatnya mengernyitkan dahi heran. “Maksud saya, saya orang yang ditugaskan oleh Pak Yohan untuk memperbaiki citra Bapak di hadapan publik.”

“Maksud kamu citra saya di depan publik buruk?” 

Aku terlonjak kaget. Meski tidak mengharapkan bahwa beliau ini akan bersikap ramah, aku tetap kaget ketika mendapat serangan. Astaga, belum juga kerja udah kena marah aja. “Bukan begitu, Pak. Maaf.” Aku menunduk. Mengaku salah atas apa yang baru saja aku katakan, meski jauh di lubuk hati tidak merasa ikhlas.

“Maksud saya,” aku kembali menjeda kalimat yang ingin aku katakan. Bukan karena tidak tahu ingin berkata apa, tetapi karena sedang memikirkan padanan kata apa yang cukup sopan agar tidak menyinggung perasaannya. “Maksud saya, saya ditugaskan Pak Yohan untuk membantu meningkatkan elektabilitas Bapak di mata masyarakat.”

“Bukan karena elektabilitas Bapak rendah,” cepat-cepat aku mengklarifikasi. Tidak ingin mendapatkan semprotan untuk yang kedua kali. “Namun karena harapan partai Bapak yang ingin membuatnya lebih tinggi.” Ya Allah, semoga kali ini aku tidak salah bicara.

Satu detik, dua detik, tiga detik, aku tak kunjung juga mendengar suara. Secara perlahan aku mengumpulkan keberanian, lalu pelan-pelan mendongak untuk menatap ke arah Bos baruku itu. “Pak?” panggilku pelan. Hampir terdengar seperti gumaman.

Pak Bas menatap lurus ke arahku. Kedua matanya bahkan menatap tajam, seolah siap untuk menguliti diriku.  “Siap-siap,” ujarnya tiba-tiba.

“Hah?” reflek aku berkata demikian. Bukannya merespon penjelasan yang mati-matian aku berikan, dia malah memintaku untuk bersiap-siap.

Apa maksudnya?
Apa maksudnya aku harus berkemas karena tidak diterima?
Apa aku akan dipecat di hari pertama?

“Tugas kamu ikut kemanapun saya pergi kan?” aku mengangguk.

“Ya udah sana siap-siap. Saya mau ada  kunjungan ke komunitas.”

“Saya ikut, Pak?” dengan bodohnya, aku malah bertanya. Padahal sudah jelas aku harus mengikutinya, sesuai apa kata Pak Yohan dan juga dirinya.

Kulihat Pak Bas menghela napas. Sepertinya dia bukan orang yang sabaran, dan aku harus mulai bersiap sejak sekarang. “Maaf, Pak. Saya akan pergi bersiap-siap.” 

“Saya tunggu sepuluh menit.”

“Lewat dari itu saya tinggal,” lanjutnya. Lalu beranjak dari kursi tamu yang sedari tadi didudukinya, dan melangkah menuju ke kursi kerjanya yang masih ada di ruang yang sama.

“Baik, Pak.” Secepat kilat aku mengikuti apa yang dia lakukan. Namun jika dia melangkah menuju kursi kerjanya, aku berlari ke luar ruangan untuk mengambil barang-barang yang aku tinggalkan di meja kerjaku sendiri.

Kayaknya gue udah tanda tangan kontrak iblis!

***

“Kamu punya SIM?” aku mengangguk.

Jungkir BalikWhere stories live. Discover now