Bye-Bye, Jobless!

769 63 2
                                    

"Cil, lo masih butuh kerjaan gak?" ujar Doni ketika aku masih sibuk menikmati drama Queen of Tears yang ada di layar laptopku.

Aku mem-pause adegan yang masih terlihat di layar, sebelum akhirnya menoleh ke arahnya. "Masih. Lo ada info loker?" setelah lulus kuliah dua bulan yang lalu, secara resmi aku memang menjadi seorang jobless. Bukan karena aku yang terlalu pemilih, tetapi memang karena belum ada satu pun perusahaan yang mau menerima.

Kulirik Doni mengangguk. "Kalau jadi admin partai mau gak lo?"

Aku mengernyitkan dahi heran. "Admin partai?" khawatir salah dengar, aku mengulang apa yang telingaku dengar darinya.

"Maksud lo kaya yang suka bales chat itu? yang suka kirim-kirim hadiah di X?" lanjutku memastikan. Sebab yang aku tahu, ada salah satu admin partai yang cukup terkenal di kalangan orang-orang di sosial media.

Doni menjettikkan jari, "Ya, bener banget."

"Berminat gak lo?"

"Udah pasti keterima kalau gue berminat?" sebenarnya pekerjaan ini tidak pernah terlintas di dalam pikiranku. Namun jika gaji yang ditawarkan cukup cocok, maka aku akan dengan senang hati menerima. Toh aku juga bukan tipe orang yang mementingkan gengsi, jadi asal pekerjaannya gampang dan gaji sesuai maka tidak ada alasan untuk tidak menerima.

"Iya, ini gue dapat tawaran dari orang dalem. Katanya lagi butuh cepet, jadi kalo lo oke ya bisa langsung mulai kerja."

Kini atensiku sudah sepenuhnya kuberikan padanya. "Gajinya gimana?"

"Bentar, gue tanyain."

"Katanya UMR Jakarta, tapi belum sama bonus dan uang saku dinas." Tambahnya setelah mendapat informasi.

"Uang saku dinas? emang admin ikut-ikut gituan?" selama ini, aku tidak pernah tau bagaimana lingkungan kerja di ranah politik. Aku tidak terlalu tertarik, tetapi perkataannya yang barusan cukup tidak masuk akal di otak kecilku. Bukannya kerjaannya cuma posting-posting konten doang?

Bukannya menggeleng, Doni justru mengangguk. Membuatku semakin heran, "Ini lo bakal ditugasiin khusus soalnya. Jadi ikut-ikut pergi juga." Setauku, salah satu om Doni memang anggota partai. Bukan anggota yang ecek-ecek, tetapi merupakan salah satu petinggi di partai tersebut. Makanya meski kondisinya lebih parah dariku, dia sudah bekerja sejak hari kelulusannya. Emang kekuatan orang dalem gak main-main ya!

"Bisa lo jelasin lebih detail gak? gue gak mau kena jebakan batman." Sebelum terjebak, lebih baik aku mengantisipasinya. Pekerjaan yang terdengar mudah dengan gaji yang lumayan sudah pasti patut dicurigai, makanya aku harus berhati-hati.

"Wait, gue coba make sure."

"Bentar lagi kan musim pilkada ya," dia menjeda kalimatnya, sementara aku mengangguk membenarkan. "Partainya om gue mau coba naikin elektabilitas salah satu bakal calon walikota usungannya. Jadi ntar tugas lo ya di situ, membangun citra yang baik buat si bakal calon ini."

"Terus tugas detailnya?" aku memandang Doni heran. Dari penjelasannya, sebenarnya aku sudah sedikit paham. Namun demikian, aku belum bisa menyimpulkan mengenai apa yang sebenarnya menjadi tugasku nanti. Membangun narasi baik bagi calon? tentu saja. Tapi pasti tidak hanya sesederhana itu, kan?

"Kalo buat ngapa-ngapainnya, gue juga belum paham sih, Cil. Soalnya om gue cuma bilang gitu doang." Dia memberikan ponselnya padaku. Sepertinya ingin menunjukkan kolom chatnya dengan omnya yang masih berlangsung.

"Kalo gue mikir-mikir dulu keburu gak?" aku tahu bahwa kesempatan tidak selalu datang dua kali. Makanya aku memastikan dahulu, takut-takut jika pekerjaan ini juga ditawarkan pada orang lain.

Jungkir BalikWhere stories live. Discover now