ㅤ Intro: Regret et Vie

8 7 0
                                    

𑁍ࠬܓ
Dituliskan penuh sayang

𝘵𝘸 // 𝘴𝘶𝘪𝘤𝘪𝘥𝘢𝘭 𝘵𝘩𝘰𝘶𝘨𝘩𝘵𝘴 , 𝘮𝘦𝘯𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘰𝘧 𝘥𝘦𝘢𝘵𝘩

Kalau kukenang lagi, hidupku mulai kacau-balau di hari ketika seseorang yang sangat berharga bagiku meninggal dunia. Hari itu aku gagal telak menjalani profesi sebagai konselor, sebagai teman dekat, bahkan sebagai seorang manusia yang bisa diandalkan. Aku berdiri di samping makamnya, mencoba percaya bahwa kematiannya bukanlah salahku.

Dikala Tawa, biasanya kerap disapa Dika merupakan salah seorang lulusan jurusan yang sama denganku. Dika berhasil sidang terlebih dahulu, kemudian aku menyusul tidak lama setelahnya. Tak berhenti di situ saja, Dika melanjutkan pendidikan ke S2. Di samping itu, ada yang bilang bahwa mereka yang mengobati orang-orang sebenarnya adalah yang paling butuh pengobatan-Dika benar-benar ada di posisi itu. Semasa hidupnya, ia hanya meniti jalan yang sudah dirancang oleh orang tuanya. Kalau tidak salah, katanya ia ingin jadi seorang pelukis. Hidung mancung, kulit pucat, Dika sampai dijuluki Pangeran Es karena ketampanan dan auranya. Namun aku tahu betul, Dika adalah orang yang hangat jika kau mengenalnya lebih dalam.

"Laut, sebenarnya buat apa kita berusaha sekeras ini? Sumpah, Ut, saya masih belum menemukan tujuan hidup."

"Mencari tujuan itu perjalanan seumur hidup, Dik." Sambil duduk-duduk di warkop dekat jalan Malioboro, ini entah yang keberapa kalinya aku mendengarkan Dika bercerita tentang masalah hidup. Aku sibuk menatap layar ponsel, memburu buku online yang sejak lama kuincar di iPusnas. Setelah aplikasinya terbuka, jariku langsung menari di layar; mengetik. "JELAJAH JIWA, HAPUS STIGMA: Autopsi Psikologis Dua Pelukis Bunuh Diri" oleh Nova Riyanti Yusuf.

"Tapi, Laut," aku dengar Dika berucap samar-samar, "kalau saya tidak ada, tidak akan ada yang berubah, 'kan?"

"Ahh, cok!! Udah dipinjam!" Aku mengusak rambutku kasar, menggerutu. Terlambat, seseorang mendahuluiku. Taik!

      Andai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Andai ... andai aku tidak buta. Andai saat itu aku hanya fokus pada Dika. Andai aku lebih mementingkan keadaannya daripada buku itu, mungkin penyesalan ini tak akan pernah ada.

Mungkin, yang ada hanyalah Dika.

Dan begitulah, aku meledak. Jatuh berlutut, menangis, rumput basah menempel di celanaku. Ada yang telah berubah. Dika meninggal. Dan tanpa kusadari, aku mulai kehilangan arah, seakan-akan akarku dicabut keluar.

"𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪."

Dika, seandainya ia masih hidup, ia pasti bisa meraih jiwaku sampai yang terdalam, seperti biasa, "𝘐𝘵'𝘴 𝘢 𝘣𝘢𝘥 𝘥𝘢𝘺, 𝘯𝘰𝘵 𝘢 𝘣𝘢𝘥 𝘭𝘪𝘧𝘦. Saya tau kamu orang yang kuat, Ut." Tapi kini Dika telah diada. Rasanya seperti berangkat ke medan perang, sendirian, penuh rasa takut dan penyesalan.

Dan pada suatu malam, di awal musim panas, aku memutuskan untuk 𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩 𝘥𝘪𝘳𝘪.

      Dan pada suatu malam, di awal musim panas, aku memutuskan untuk 𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩 𝘥𝘪𝘳𝘪

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
( PROLOG ) i never was ready, so i watch you go ✔Where stories live. Discover now