ㅤ Intro: Appertient aux Mort

24 10 0
                                    

𑁍ࠬܓDituliskan penuh sayang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

𑁍ࠬܓ
Dituliskan penuh sayang.

cw // death , existential thoughts

Dunia ini berotasi, dan ada kalanya putaran itu berhenti untuk seseorang, satu orang.* Di antara banyaknya harapan-harapan yang dipecah menjadi kepingan oleh Tuhan, aku hanya mengutip satu dari sekian banyak; Paris.

Pagi ini aku mengunjungi Cimetiere du Montparnasse² dan berjalan sambil mengamati deretan makam cantik yang tak terlalu megah. Di depan makam Urbain Le Verrier aku menghirup napas panjang, bertingkah seperti seorang flâne² yang tengah menikmati keindahan kematian. Katanya, Montparnasse adalah pemakaman yang dikenal oleh penduduk kota Paris sebagai tempat paling teduh. Tempat ini adalah tempat dimana kematian dirayakan dengan puisi, bunga, dan pepohonan meminjamkan bayang-bayang mereka untuk kesejukan.

"Ç𝘢 𝘷𝘢, Monsieur Laut. Kenapa harus Montparnasse di hari yang cerah ini?" Aku dikagetkan oleh kehadiran seorang gadis yang-tak terlalu kukenal. Ini entah kali ke berapa kami bertemu, tapi sesungguhnya aku dan Vivienne tak pernah benar-benar bicara satu sama lain. "Hanya ingin, kamu?" jawabku kemudian.

"Itu." Ia menunjuk makam tokoh feminisme dan ahli filsafat Prancis pada abad 20; Simone de Beauvoir, dengan arah matanya.

Hari ini Vivienne berpenampilan seperti biasa; modis dan memberi getaran seorang gadis yang suka memetik stroberi, menyimpan kotak musik di laci meja, atau bahkan memelihara seekor kucing sebagai 'malaikat penjaga'. "Kupikir kamu tipe yang akan selalu membawa kameramu kemana-mana seperti orang aneh, Monsieur Laut."

Aku menggeleng, membiarkan semilir angin menembus pori-pori wajahku. "Apapun yang kamu pikirkan, saya bukan orang yang seperti itu."

"Oh ya? Madeleine sudah cerita banyak tentangmu, ngomong-ngomong."

"Madeleine? Untuk apa?"

"Entahlah, mungkin dia menyukaimu, Monsieur." Vivienne membungkuk, meletakkan karangan bunga mawar putih di atas makam. "Edan," ucapku menggerutu lengkap dengan logat turun-temurun, tak peduli Vivienne akan mengerti atau tidak.

"Lihat dirimu, Monsieur! Aku seolah melihat banyak awan hitam di sekitarmu. Sudah menemukan tempat untuk mati? Di sini?" Demi Tuhan, gadis ini benar-benar! "Seberapa jauh Madeleine cerita!?" Tolong ingatkan aku supaya tak bilang apa-apa lagi pada si Penjual Roti. Jika tahu akan bertemu dengan Vivienne yang menyebalkan di sini, aku tak akan berkunjung hari ini.

"𝘑𝘰𝘬𝘦𝘴 𝘰𝘯 𝘺𝘰𝘶, semua pemikiranmu tentang saya sepertinya salah." Aku menyisipkan tangan ke saku celana, memilih untuk beranjak. "Benarkah? Semua?" Vivienne masih belum menyerah, bahkan ketika aku sudah berjalan menjauh. Ini saatnya untuk mengakhiri percakapan.

"Saya tak datang kemari untuk mati, Vivienne. Justru sebaliknya, saya datang ke sini untuk tetap hidup."

Selengkapnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selengkapnya

* : Dari pembukaan bab buku coonant,
if you could see the wind (2023).

¹ : Pemakaman di Paris, Prancis
² : Flâneur sebutan untuk seseorang yang suka berjalan-jalan atau berkeliling tanpa tujuan yang pasti, seringkali hanya untuk menikmati pemandangan atau atmosfer kota dengan santai.

( PROLOG ) i never was ready, so i watch you go ✔Where stories live. Discover now