"HAH?" Anak-anak itu ternganga, menatap satu sama lain, saling berbisik.

"Diganti ke posisi baru?" Lauren mengecilkan suaranya, mulai berbisik. "Maksudnya yang awalnya jadi drummer bakal diubah ke posisi lain kayak vokalis, gitaris, atau keyboardist gitu?"

"Kayaknya iya deh, Kak," jawab Cia kepada Lauren. "Tapi siapa yang bakal diubah posisinya di antara kita semua?"

"Aku tau." Rafa mengecilkan suara, mendekatkan kepalanya ke arah Cia dan Lauren. "Jangan-jangan yang dimaksud si-"

"Kan, Jo." Alaya geleng-geleng kepala, melipat kedua tangannya. "Udah dibilangin dia ini nggak bener."

"Nggak expect juga kalo bakal kayak gini, Al," jawab Jovanka. "tapi emang udah pasti kalo yang diubah posisinya itu kita? Kan belum tentu."

"Kenapa sih, Al, Jo?" Rassya penasaran, menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Apa yang gak bener-"

"Aduh... jadi gini, semua." Guntur menepuk tangannya dua kali, menghentikan aktivitas bisik-berbisik yang sedang dilakukan para anak-anak tersebut. "Terkadang, ada posisi di dalam band yang lebih pantas untuk diberikan dan ditempati oleh personil lain, dan itu memang sebuah hal yang harus kalian terima kalau ingin tetap berada di bawah naungan agensi ini. Agensi kami selalu tau yang terbaik untuk artist-artistnya, jadi jika kalian menolak posisi baru, saya jamin kalian akan merasakan penyesalan yang besar suatu saat nanti. Ingat kata-kata saya ini."

"Pak, saya izin bertanya." Farel mengangkat tangan kanannya. "Sebelumnya maaf kalau saya terlihat lancang, Pak. Tapi ..., sebenarnya Bapak Guntur melihat kami lebih berpotensi di posisi lain yang ada di dalam band itu dari sisi mananya ya, Pak?"

"Menarik sekali pertanyaannya, Farel." Guntur tersenyum, terkekeh-kekeh. "Saya jujur saja, ya, saya memang belum pernah melihat kalian menempati posisi yang akan saya ubah, jadi saya tidak melihat dari sisi manapun. Terkadang, ada orang yang melihat dari penampilan dan mengandalkan instingnya, bukankah itu juga sering dirasakan oleh anak-anak sekalian? Iya, kan?"

"Memangnya siapa yang sebenarnya dimaksud sama Bapak?" Louis mengangkat tangannya. "Banyak yang penasaran, Pak."

"Hmm ..., anak-anak yakin mau tau?" Guntur tersenyum miring, semakin mendekatkan dirinya ke arah kursi tingkat. "COBA KALIAN TANYAKAN SAMA JOVANKA DAN ALAYA ITU, MEREKA PENYEBAB INI SEMUA TERJADI!"

"HAH?" Jovanka, serta anak-anak lainnya berseru terkejut, sedangkan Alaya hanya diam seraya menghembuskan napas panjang. Dugaan Alaya benar, dan seharusnya Jovanka sudah menurutinya sejak awal. Ia benar-benar menyesal dan marah saat ini.

"GAK BISA KAYAK GINI LAH, PAK!" Jovanka lantas beranjak dari tempat duduknya, dengan perasaan kecewa yang sudah memenuhi lubuk hatinya. "BAPAK GAK BISA YA SEMBARANGAN GANTI-GANTI POSISI TIAP PERSONIL-"

"DIAM KAMU!" Guntur dengan cepat memotong, matanya melotot, tangan kanannya menunjuk Jovanka. "SUDAH SAYA BILANG, YANG MENOLAK AKAN MENYESAL SUATU SAAT NANTI! JADI DARI TADI KAMU TIDAK MENDENGARKAN SAYA, HAH? SELAMA INI KAMU TULI?"

"SAYA DENGAR, PAK. NGGAK ADA HAL YANG MASUK LEWAT KUPING KANAN KEMUDIAN KELUAR DARI KUPING KIRI SAYA!" Jovanka berseru, membuat ketiga teman satu bandnya dengan cepat beranjak dari tempat duduk masing-masing untuk menahan Jovanka. "TAPI SAYA GAK NYANGKA KALAU YANG BAPAK MAKSUD INI MEMANG DITUJUKAN KE SAYA-"

"Jo, cukup, Jo!" Farel berseru. "Setidaknya tunjukkin rasa sopan lo ke orang yang lebih tua-"

"BUAT APA SOPAN SAMA ORANG KAYAK GINI, HAH?" Jovanka berbalik, memotong teguran Farel. "Kak Farel tau? Dia ngelakuin ini semua karena kritik yang aku sama Alaya sampein ke Pak Michael. Cuman gara-gara itu, dan yang kena imbasnya gak cuman kita berdua tapi kalian semua!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DCA BAND 2 : Become The Real StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang