Chapter 14

61 10 1
                                    

Mereka nyaris tak berbicara selama diperjalanan sepulangnya dari kafe.

Jovanka memberikan reaksi pasrah jika hubungan diantara keduanya tak dapat dilanjutkan. Sedang Jerome pergi dengan kecewa dan menambah daftar rasa bersalah pada diri Jovanka karena sudah menyakiti pria itu.

Tapi sebagai seorang yang memiliki pengendalian baik untuk mengontrol emosi. Jerome kini kembali ke apartemen Jovanka dengan tidak memperpanjang masalah. Dua piring ayam goreng tepung tersaji diatas meja, Jerome yang membelinya. Dan seakan tidak cukup mengenyangkan perut, Jerome juga memesan mie goreng super pedas agar Jovanka mau memasaknya.

Kini pria itu menyantapnya dengan lahap. Baru setengah piring ayam goreng yang Jerome habiskan. Sedang Jovanka masih berusaha menghabiskan ayam kedua yang diambilnya.

"Bapak udah nggak marah?" Tanya Jovanka hati hati. Juga meneguk ludah melihat betapa menggiurkan mie pedas yang dimasaknya. Satu piring penuh hingga tampak menggunung. Tapi Jerome melarangnya untuk ikut makan.

"Aku itu orangnya gampang kesal. Tapi nggak akan marah kalau masalah itu sendiri bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Apalagi sama kamu, mending kesalnya dilampiaskan dengan cara makan. Seseorang, tiga tahun yang lalu yang mengajari aku seperti itu."

Ucapannya merujuk pada Jovanka yang kini tersenyum. Setiap kali mengunjungi Jerome di rumah sakit maupun penjara Jovanka memang selalu membawa menu yang sama yaitu ayam goreng. Paling sering ayam yang bertepumg. Jovanka dengan sifat lugunya menyuruh Jerome banyak makan agar tidak kurus. Juga menyuruh Jerome agar melampiaskan amarahnya dengan menggigit dan mengunyah agar kemarahan itu sendiri hilang ke perut. Tidak ada korelasinya memang. Tapi nyatanya cara itu sangat ampuh sampai sekarang. Bahkan Jerome menjadi maniak ayam.

"Bapak, saya minta maaf soal kemarin."

"Dimaafkan. Tapi sumpah buat kamu suka sama aku itu sangat sangat menyebalkan, Jovanka."

"Saya suka kok sama Bapak."

"Iya, suka aja. Tapi nggak cinta 'kan?"

Jovanka terdiam. Sebagai seorang gadis yang sudah tercemar dengan banyak novel romance dewasa Jovanka bukanlah orang yang berotak polos. Apalagi diusianya kini yang sudah bisa dikatakan matang. Jovanka tidak pernah mengerti tentang cinta dan jatuh cinta itu sendiri. Yang ia tahu ada pria tampan dan sangat potensial untuk dijadikan pasangan mengajaknya berhubungan. Dan Jovanka tidak akan bersikap bodoh dengan menolaknya.

Oh iya ngomong ngomong. Saat turun dari Bus Jovanka dan Raga tidak sengaja bertemu dengan Jerome. Pria itu menawari tumpangan yang ditolak mentah mentah oleh Raga. Bahkan mereka sempat beradu mulut dipinggir jalan.

Saat ini Raga tengah menggunakan kamar mandi Jovanka untuk membersihkan diri. Sebuah keanehan memang mengingat pemuda itu baru pertama kalinya mampir. Padahal selama ini Raga selalu menolak jika Jovanka mengajaknya masuk ke dalam apartemennya.

Dan pemuda itu terlihat baru keluar, dengan rambut basah sehabis mandi. Raga melirik datar pada Jerome, lalu duduk diatas karpet yang berjauhan dengan posisi pria itu.

"Raga, sini. Bang Rome beli ayam goreng banyak banget. Kamu suka 'kan? Ini kakak sisahin pahanya buat kamu."

Raga menghidupkan TV dengan remote ditangannya sebelum menyahut. "Lagi alergi."

"Oh ya? Sejak kapan?"

"Sejak detik ini."

"Kalau gitu kakak masakin mie ya?"

"Tambah nasi kalau ada."

"Ada dong."

Jovanka tersenyum. Hal yang ditangkap dengan kernyitan oleh Jerome karena merasa tidak asing dengan cara bicara Raga. Dan begitu mengingat bahwa sikap Raga tak jauh berbeda dengan abangnya, Jerome pun mendengus geli.

Belenggu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang