Chapter 3

115 9 0
                                    

"Orang yang paling melindungimu, bisa jadi adalah orang yang akan menjadi musuh yang tidak ingin kamu lawan dimasa depan."

***

Perlu bersyukur disetiap detiknya jika ingin menikmati kehidupan ini dengan bahagia. Mungkin begitulah bagi Jovanka menjalani hidup. Terlahir sebagai gadis berkebutuhan khusus sejak kecelakaan di massa kecil, nyatanya tak membuat Jovanka merasa berbeda dengan kekurangannya. Ia diterima dengan baik di masyarakat, lulus kuliah, mendapatkan teman baik. Dan seakan keberuntungan berpihak padanya, Jovanka berhasil bekerja di Delano's Corporation berkat bantuan Yoga, hingga pada akhirnya diangkat menjadi sekretaris tetap oleh bosnya tersebut.

Keberadaan Jovanka di perusahaan menjadi pemandangan berbeda ratusan karyawan yang ada. Hanya ia satu satunya manusia yang akan berjalan terpincang pincang dengan satu tongkat ditangan. Terlihat menyedihkan namun tak pernah menjadi masalah bagi Jovanka sendiri. Pun tak akan ada yang berani menghina ataupun sampai merendahkannya secara langsung. Karena seperti yang diketahui banyak orang, Jovanka termasuk orang orang khusus yang memang dipilih secara langsung oleh CEO mereka.

Disini, image seorang sekretaris yang tampil sempurna dalam mendampingi CEO nya tak nampak pada diri Jovanka. Cantik, berpakaian sexy dilengkapi penampilan paripurna dengan sepatu hak tinggi yang selalu identik pada seorang sekretaris nyatanya adalah kebalikan dari diri Jovanka.

"Aku masih tidak habis fikir, sebenarnya apa kelebihanmu hingga CEO kita menjadikanmu sekretarisnya?"

Jam pulang kantor sudah beberapa menit yang lalu. Jovanka sengaja memilih keluar belakangan untuk menghindari resiko dirinya tergencet karyawan lain. Mengingat banyak dari mereka yang memang selalu terburu buru karena harus pulang ke rumah masing masing, maupun karena takut terjebak macet. Tak tahunya, Jovanka yang semula merasa berjalan sendirian ke parkiran, tiba tiba saja ada seseorang dibelakangnya yang mengajaknya berbicara.

Jovanka berhenti, ia menjejalkan tongkat ditangan kanannya guna menopang tubuh untuk berbalik, sebelum tersenyum pada karyawan wanita dihadapannya.

"Marsya, kamu pulang belakangan juga?" Tak sakit hati pada perkataan Marsya, Jovanka tetap melempar senyum terbaiknya dan bertanya dengan ramah.

"Secara fisik." Marsya kembali berkata dengan pandangan meneliti pada kaki Jovanka. "Tentu kamu sangat dibawah standar. Seberapa keras pun kamu menggunakan tubuhmu untuk merayu pria, jelas itu tidak akan berhasil."

Jovanka meremat kuat tongkat digenggamnya, sedikit banyak hatinya terusik. Pun sebagai seorang perempuan, Jovanka tidak percaya akan mendapatkan kata kata sekeji seperti ini oleh kaumnya sendiri.

"Marsya, aku bekerja disini murni untuk bekerja. Aku tidak merayu siapapun seperti yang kamu bilang."

"Kamu tidak tersinggung dengan ucapanku kan? Aku bertanya karena merasa tidak mengerti saja."

"Iya, aku tau. Mungkin ini memang karena rezekiku saja bisa bekerja disini."

"Yah, benar. Tapi kenapa harus sekretaris?"

Klakson motor yang dibunyikan terdengar, sebelum mendekat kearah mereka berdua. Membuat Marsya pergi begitu saja. Hal itu mendapatkan tatapan heran dari si pengendara motor yang kini berhenti dan membuka kaca helm.

Jovanka mendekat, menerima helm lain dari driver ojek yang memang dipesannya tersebut. Yang diketahui adalah seorang perempuan muda sepantarannya.

"Sudah kubilang, kamu cukup menunggu di lobi saja." Omelnya pada Jovanka.

"Menunggu disini jauh lebih nyaman, Sasha."

"Apanya yang nyaman. Kamu ini selalu saja menjawab seperti itu. Keras kepala!" Meski begitu perempuan bernama Sasha tersebut tetap membantu Jovanka naik keboncengan dengan posisi miring. Tongkat dilipat dan dimasukkan ke dalam tas Jovanka.

Belenggu Where stories live. Discover now