5. Pasar malam.

32 3 0
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

•••

Happy reading!

•••

“Pergilah menjauh jika seseorang yang menyakitimu seolah-olah tidak merasa menyakitimu sama sekali.”
–Lauhul Mahfudz.

•••





Malam Minggu. Malam di mana banyak anak muda keluar hanya untuk sekedar jalan-jalan. Entah itu bersama dengan pasangan haramnya atau pasangan halalnya. Entah itu bersama dengan temannya.

“Dek,” panggil Kevin kepada adiknya yang tengah melamun di teras rumahnya.

Zeze menoleh, menatap Mas-nya sekilas, kemudian kembali menatap lurus ke depan.

“Gak baik melamun malam-malam, apalagi sendirian di sini,” ujar Kevin.

Zeze tak menjawab.

“Nanti kesurupan, lho.”

Laki-laki yang memakai celana pendek se-lutut itu, duduk di kursi samping kursi yang adiknya duduki.

“Kamu kenapa?” Kevin menatap wajah Zeze.

Yang di tanya menggelengkan kepalanya pelan.

Zeze mendongak ke atas, menatap bintang di langit.

“Ayah, sekarang kira-kira lagi ngapain, ya?” Kedua mata Zeze menyorotkan akan kerinduan.

Kevin terdiam. Perlahan tangannya mengepal. Dadanya terasa sesak, terlebih setelah melihat wajah perempuan di sampingnya. Ia tau, gadis itu sangat merindukan Ayahnya.

Terjadi keheningan di antara keduanya selama beberapa menit. Hingga akhirnya Kevin bersuara. Melenyapkan kesunyian yang terjadi.

“Jalan-jalan, mau?” tawarnya.

“Kemana?”

“Ini, kan, malam Minggu. Di lapangan sebelah ada pasar malem.”

Zeze menatap wajah Mas-nya.

“Mau, gak?” Kevin menaikkan satu alisnya ke atas.

“Aku gak punya duit.”

“Mas beliin nanti.”

“Beneran?”

“Iya.”

“Apapun yang aku mau nanti, Mas yang bayarin?”

“Iya, sayang.”

“Dih, najis.” Zeze menatap sinis Mas-nya. Kemudian bangkit berdiri, masuk ke dalam rumahnya untuk berganti baju, karena baju yang dia pakai hanyalah kaos oblong panjang dengan celana training panjang.

Kevin tertawa melihat ekspresi Zeze.

“Ayo, dek. Lama amat, dah.” teriak Kevin yang sudah duduk di atas motor.

Lauhul Mahfudz Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ