Jian terlihat berpikir selama beberapa detik "Clouds, last year, feeling blue"

Alan hanya mengangguk dan masih fokus menyetir sambil mencari topik lain. Mereka bicara panjang lebar di sepanjang perjalanan sampai rasa kesal Jian menghilang. Wajah Alan tetap dingin, tapi beberapa kali lesung pipi di wajahnya muncul hanya karena mendengar Jian bercerita.

"Gadis yang di Orion tadi, aku baru kali ini melihatnya. Dia staff baru atau memang sudah bekerja disana sejak awal?"

"Staff baru. Kenapa?"

"Dia banyak memperhatikanmu"

"Dia yang memperhatikanku atau kau yang memperhatikannya?" Jian melirik Alan dari sudut matanya.

"Dia di dekatmu jadi aku tidak sengaja melihatnya juga"

Jian tertawa sekilas "Dia staff baru, wajar kalau memperhatikan seniornya"

"Tapi entah—bagiku semua yang berkaitan denganmu justru tidak ada yang wajar"

Jian menganga "Menurutmu aku orang gila atau apa?"

"Aku. Aku lebih tepatnya" Alan menekan setiap kalimatnya.

"Benar" Jian mengangguk yakin.

Sebenarnya hati kecil Jian sempat bertanya tanya karena tiga judul lagu Keil yang Alan tanyakan nyatanya tak ada satupun yang diputar Alan di mobilnya.

Gemma benar, Alan orang aneh.

Mobil Alan akhirnya masuk ke sebuah area yang Jian pernah datangi sebelumnya. Tempat dimana Jian harus menerobos masuk dengan susah payah hanya untuk menjemput sahabatnya yang mabuk.

"Club? Kau mengajakku ke club?" Jian memekik waktu mereka mulai masuk ke area parkir the castle.

Alan mengangguk lalu berusaha memakirkan mobilnya di area khusus vip.

"Ini tempat waktu aku menjemputmu, kan?" Alan memastikan.

Alan lagi-lagi mengangguk "Aku tidak mengajakmu untuk minum, tenang saja"

Alan menghentikan mobilnya lalu keluar, ia membiarkan Jian terdiam sejenak lalu terpaksa ikut keluar dengan wajah ragu.

Dari pada the castle, Jian lebih menyukai kamarnya. Kamar tamu milik Alan yang sudah lebih dari dua bulan ia tempati. Jian merasa dirinya terjebak dan menduga akan bernasib sama dengan Gemma yang pernah hampir tak sadarkan diri.

Tak ada waktu lagi untuk protes, Jian hanya bisa mengikuti langkah Alan dari belakang. Berjalan masuk ke dalam the castle yang bising dengan musik keras. Bau alkohol bercampur dengan wewangian ruangan langsung menyambut mereka, Jian hanya fokus berjalan lalu ikut terhenti ketika Alan sudah menghentikan langkahnya.

"Hai, Dude!" Jian mengerjap ketika sadar ada seseorang yang baru saja menyapa Alan.

Seorang pemuda bertubuh tinggi menghampiri Alan dengan wajah sumringah.

"Dia Jian" Alan tiba-tiba menggeser tubuhnya agar temannya melihat Jian dengan jelas.

Jian hanya termenung memikirkan cara Alan mengenalkannya pada temannya. Kenapa Jian? Kenapa bukan Meir?

"Halo!" Teman Alan melambaikan tangan di depan Jian berharap mendapatkan atensi dari pemuda yang menurutnya—cantik.

Jian lagi-lagi terkesiap. Matanya mengerjap lalu buru-buru mengulurkan tangan "Jian"

Teman Alan menyambut uluran tangan itu lalu tersenyum ramah "Jonah"

"Aku akan sangat senang jika kau datang untuk perform meskipun hanya satu lagu" Jonah lalu melirik Alan lalu menepuk-nepuk pundak temannya.

"Tidak, aku kesini karena tahu Keil diundang malam ini" ucapan Alan membuat Jian  menganga tak menyangka.

"Keil?" Jian melebarkan matanya berusaha memastikan.

"Mana terima kasihnya?" Alan menyindir, tapi Jian terlihat tak peduli.

"Aku tidak menyangka akan seberuntung ini" Jian sumringah.

"Mau bergabung minum denganku?" Jonah menawarkan dan Jian dengan senang hati hendak menerimanya.

"Bo—"

"Tidak" Alan menyambar ucapan Jian "kami tidak datang untuk minum" lanjutnya.

"Aku menawarkan Jian" Jonah melirik Jian yang kebingungan.

Sebenarnya jika hanya sekedar 1-2 gelas wine, tak akan jadi masalah untuk Jian.

"See you, Dude!" Alan menepuk bahu Jonah lalu merangkul bahu Jian sambil mengajaknya berjalan meninggalkan Jonah.

"Padahal aku tidak keberatan untuk minum"

"Kadar alkoholmu rendah, aku tidak ingin kau merepotkanku"

"Tahu darimana soal itu?"

"Menurutmu siapa?"

"Apa topik tentangku ada di materi rapatmu?" Jian menyindir, Alan hanya tertawa.

"Jadi kau sering perform disini?" Tanya Jian setelah duduk di sofa yang tak jauh dari meja bar.

"Dulu, sudah tidak lagi" Alan menjawab datar.

"Kenapa?"

"Karena ayahku tahu lalu dia mengirimkanku ke luar negeri untuk melanjutkan sekolah. Semenjak itu aku tidak pernah perform lagi"

Jian diam tak lagi merespon.

Hampir satu jam berlalu akhirnya Keil muncul. Penyanyi itu mengajak para pengunjung untuk berbincang kecil sebelum membawakan lagunya. Hanya penampilan singkat, dia membawakan 3 lagu—dan dari sekian banyak judul lagu yang menjadi karyanya, Keil memilih 3 judul yang tak Jian sangka.

Clouds,
last year,
feeling blue

Tiga lagu pilihan Jian, yang tidak sempat Alan putar di mobilnya.

***

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now