Dia bukan Alan, dia Jeff.

"Aku suka Keil" Jian menjawab tanpa berpikir. Bagi Jian, Keil juga seperti Jaden—penyanyi yang membuat suasana hatinya lebih baik. Tapi Keil lebih banyak membuat musik akustik meskipun liriknya sering menggambarkan cerita patah hati.

Alan mengangguk lalu buru-buru melanjutkan. "Kurasa ada yang terlewat"

Jian mengerutkan keningnya, menunggu lanjutan kalimat Alan.

"Kau tidak pernah jatuh cinta" Alan lagi-lagi tersenyum tipis—menunjukkan segaris halus lesung pipinya saat tak sengaja mengingat momen mereka menikmati konser berdua.

Berdua?

Jian menghela nafas "kau juga tidak ikut bernyanyi saat itu, apa artinya kau juga belum pernah jatuh cinta? Tidak, kan?"

"kau memperhatikanku juga rupanya?" Alan menggoda.

"Bukan begitu—" Jian terbata-bata "Ikut bernyanyi atau tidak padahal bukan tolak ukur kau sedang jatuh cinta atau tidak. Bagaimana bisa kau mengikuti kata-kata dari seseorang yang sedang menghibur?"

"Tapi aku tidak bernyanyi karena memang tidak pernah merasakan hal itu"

Jian memutar bola matanya "Bukan. Kau hanya tidak hafal liriknya"

Alan tertawa.

"Penggemar Jaden dan Keil, penyuka ramen, belum pernah jatuh cinta, tidak mudah percaya dengan ucapan orang lain"

Jian mendengus, mulai lelah bagaimana caranya menanggapi "Bukan ucapan orang lain. Tapi ucapan Cealan Jemal. Aku tidak mudah percaya dengan orang itu"

Alan menghela nafasnya lalu mengalihkan pandangannya "sebenarnya baru sebatas tertarik, belum jatuh cinta"

"Jadi kalau sudah jatuh cinta kau benar-benar akan ikut menyanyikan lagu itu?"

"Aku yang akan menyanyikannya langsung sendiri"

Jian tertawa remeh "Kau tipe orang yang seperti ini rupanya?"

Banyak membicarakan hal omong kosong.

Alan mengangguk seolah-olah tahu apa isi hati Jian lalu terdiam, tak ada respon apapun lagi sehingga membuat Jian bingung untuk mencari topik lain apa untuk mengusir kecanggungan antara mereka berdua.

Tapi Alan tidak merasa hal demikian, pemuda itu nyaman dengan suasana saat ini. Ia bahkan begitu menikmati menatap wajah Jian seolah-seolah sedang mencari dimana letak kekurangannya.

Jian memberanikan diri balas menatap pemuda yang berdiri di depannya dengan mata sayu setengah memuja.

Alan memang tampan. Sangat tampan.

Jian tidak akan pernah bosan mengucapkan hal itu sejak ia bertemu Alan pertama kali.

Semakin lama Jian memanjakan pandangannya, semakin pipinya memanas. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya sebelum wajahnya berubah merah. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul begitu saja, padahal saat Gemma menciumnya Jian bahkan tidak merasakan hal apapun.

"Aku tinggal dulu" Jian memecah keheningan.

"Tunggu" Alan menahan lengan Jian agar pemuda di hadapannya tak segera pergi.

"Maaf" gumam Alan. Tak disangka, tangannya mulai menyentuh sisi rahang Jian lembut lalu mengusapnya. Jian spontan menahan nafasnya, tak tahu apa yang sedang Alan lakukan namun ia tak kuasa juga untuk menolak.

Tak lama Alan menarik tangannya, menatap dalam Jian lalu menunjukkan telapak ibu jarinya yang kemerahan.

Sisa lipstick.

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now