45. Saingan

37 30 0
                                    



45. Saingan
*******

Dan disinilah mereka, cafe bersuasana aesthetic yang sering di kunjungi para remaja-remaja maupun pria serta wanita yang tengah mencari pujaan hati. Cafe ini cukup viral, menurut berita datang ke sini beberapa kali saja bisa menyatukan orang yang bahkan tak kenal menjadi jatuh cinta.

Mitos memang, akan tetapi kebayang orang awan percaya. Terlebih lagi, meskipun kini punya kecanggihan teknologi, untuk beberapa orang sekedar mencari tambatan hati seberat membuat menara kayu sampai tembus ke plotu. Susah, bro.

Tidak bisa di percaya, Azoya sudah mencoba pulahan kali dan berjuang membuang uang saja. Semua menu di sini mahal untuk dia yang tidak di bayarkan pria. Kini Azoya mendesah malas, mata-nya yang kian suntuk melihat buku di depannya.

Di isi deretan angka hingga Azoya ingin tidur saja, tetapi suara dehaman berat Juni di susul Vaga membuat tubuh Azoya tegak kembali.

"Udah. Selesai semua. Tapi, jawabannya gak bisa di baca. Soalnya aku nulisnya pake mata." Azoya menyerobot minuman pesan Kenes guna menghilangkan kantuknya.

Juni meletakan kembali minum Vaga dan memberikan miliknya. "Jangan. Yang ini aja. Loh gampang elergi, penyakit bisa nukar dari mana-mana."

"Dih, kaya paling sehat aja. Udah Rongsen belum? Kalo aja ada kangker yang mengendap," balas Vaga.

"Berisik. Dia lagi belajar," sela Juni engga bercekcok lagi.

"Loh yang mulai. Hobinya ngacau sembarangan. Ngehasut Azoya biar ngebatalin ketemuan biar bikin dia bosen sehari." Vaga yang masih jenggah mendekil penuh ketidakpastian.

"Belajar bikin pintar. Biar hidup cemerlang gak se-suram nasib loh yang modal tampang buat nyari perhatian." Juni membalas tidak mau kalah.

"Anak kecil mana paham. Modal pinter gak loh doang. Nyari uang belum tentu loh tau."

"Gue gak perlu nyari, udah banyak harta gono-gini."

Mereka saling berhasahautan sindiran nyelekin, sama-sama menajamkan mata meluapkan ke tidak sukaan. Azoya memilih cari aman untuk fokus ke soal di depannya.

Padahal ia tidak ada tugas sama sekali, tetapi untuk membenarkan suatu ke bohong, ya, beginilah jadinya.

Tadi, seusai para lelaki itu memberikannya pilihan Azoya memilih untuk jalan sendiri dan pulang, akan tetapi keduanya menahan. Dan, sama-sama berjanji mengakhiri perdebatan juga menawarkan diri untuk menemani Azoya mengerjakan hal yang seharusnya tidak di kerjakan, merepotkan memang.

Apa boleh buat? Azoya menurut saja daripada mereka marah padanya.

"Jangan berantem Kaka-kaka! Nanti kalau suka aku gak mau jadi saksinya," lerai Azoya.

"Cepetan," tekan Juni mendesak Azoya untuk kembali menulis.

Azoya menunjuk soalnya di buku. Bibir terus maju sebab ke tidak sukaan pada kegiatan belajar. "Dih, dikira gampang kali nyatui x sama y yang belum tentu saling suka. Gimana kalau yang satu waria. Kan, sengsara pasangannya!"

"Mau gue bantu gak? Loh gak paham soal yang mana?" Vaga yang awalnya di sebelah Juni mendekat kesebelasan Azoya.

Telunjuk Azoya tertuju ke soal paling atas lalu bergerak turun ke bawah. Cewek itu menampilkan senyum polos. "Semuanya. Aku gak paham semuanya. Semua yang ada di buku ini lebih tepatnya."

"Ya, kali gak ada satu pun soal yang loh ngerti di sana. Seriusan?" Mulut Vaga sedikit terbuka mendengar kejujuran cewek disampingnya.

"Emang gak ada! Aku bego orangnya! Kaka gak suka?" balas Azoya sedikit mengerucut bibirnya.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Where stories live. Discover now