Chapter 15

156 8 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

Hari ini Chenle benar-benar melakukan hukumannya. Menjalani masa hukumannya dengan melakukan pelayanan masyarakat, membersihkan sampah bahkan untuk hal yang tak ia perbuat.

Di lapangan terbentang pemuda yang penuh keanggunan, dipatahkan semangat saat hukuman rutin merenggut jam istirahat. Dua tong sampah diangkatnya, beban yang tak hanya fisik, tapi juga figuratif. Langit menyaksikan saat tong sampah itu, simbol keteraturan sekolah, jatuh dan membubarkan maknanya di tanah.

Nafasnya tersendat, terhempas oleh keserakahan tak bertanggung jawab, seorang murid yang menabrak bahunya dengan sengaja. "Tahan emosimu," bisik angin pada telinganya yang terpaku pada keheningan dan kekesalan. Lalu, dengan hati yang berat, ia meneriakkan panggilan keadilan, suara yang terjebak di antara rintihan langit yang kelam. Namun, takdir berbisik dengan kejam, murid itu mengabaikan seruannya, seakan keadilan adalah cerita masa lalu yang tak lagi memiliki tempat.

Dengan helaan nafas yang terdengar kasar serta tangan yang gesit, Chenle menyelipkan kembali fragmen kesalahan yang tak sepenuhnya miliknya ke dalam tong sampah. Ia membebaskan diri dari tugas yang tak adil, namun menyisakan beban moral yang mendalam, karena ia tahu, kadang mengambil langkah mundur adalah cara terhormat untuk maju.

Dari kejauhan, tanpa disadari, tiga bayangan mengintai Chenle dengan senyum sinis di bibir mereka. Si kembar yang tak lain adalah A-Jun dan A-Yeon, serta sang bossy, Ho Seok.

"Dua kali lipat hukumannya, kau benar-benar pandai membalikkan situasi," puji A-Jun sambil tersenyum lebar, memperoleh persetujuan dari Ho Seok.

"Namun, tampaknya dia telah kehilangan rasa takut pada kita," tambah A-Yeon, sorot mata mereka memperlihatkan setiap gerak-gerik pada objek yang sedari tadi mereka amati.

Senyum sinis Ho Seok semakin menguat, menciptakan aura kebingungan yang mengelilingi si kembar.

"Pemuda itu hanya perlu sedikit pelajaran," bisik Ho Seok, suaranya mengambang di udara, berisi ancaman yang tak terucapkan secara langsung namun menggema di relung hati siapa pun yang mendengarnya.

.

.

.

.

Setelah bel pulang sekolah yang berdentang, Chenle kembali menyongsong hukumannya yang tak kenal lelah, menanti waktu satu jam kedepan hingga suasana gelap yang menyelimuti.

Dua kantong sampah besar berada di tangannya, simbol beban yang harus dipikulnya, seolah mengajaknya menari dengan rutinitas yang tak pernah lelah. Namun, dalam lautan rutinitas itu, suara yang lembut menyapa, mengusik keheningan.

"Hai, Chenle," panggil Ho Seok dengan suaranya yang merdu serta senyumnya yang tak terbantahkan. Diiringi oleh kehadiran para pengawal setianya, Mingyu dan Jisung.

HERA [NOMIN]🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang