Chapter 3

367 24 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.

.

Di awal fajar yang membelai kediaman pengantin yang baru saja mereka huni, dalam ruang yang disusun rapi dengan estetika minimalis yang menawan hati, Renjun berdiri di tengah dapur yang menyejukkan, sibuk meramu secangkir kopi untuk kekasihnya yang baru saja menjadi suami.

Tiba-tiba, ia merasakan sentuhan lembut dari sepasang tangan yang melingkari pinggang rampingnya dengan gemulai, membangkitkan reaksi kecil dari kecantikan yang dihiasi rona keterkejutan. Sementara itu, si pria hanya memperlihatkan senyum yang merekah, sambil meraih pipi yang kini menjadi milik sahnya dengan lembut dan penuh penghargaan.

Di pagi yang meranggas di kediaman baru mereka, dalam ruang yang dipenuhi oleh kesederhanaan estetika yang menawan, Renjun membalas dengan senyuman tipis saat Guanlin menyapa dengan hangat.

“Selamat pagi, babe,” ucap Guanlin dengan lembut, bibirnya mengucapkan kata-kata penuh cinta.

Renjun hanya tersenyum tanpa sepatah kata, namun tangannya menemukan jalannya dengan lembut ke pipi suaminya, menciumnya dengan kelembutan yang mencerminkan rasa cinta.

“Ini hari yang indah, dan senyummu membuat hati merekah,” ucap Guanlin sambil mengelus pipi sang istri dengan lembut, menyebabkan Renjun tertawa ringan.

“Setidaknya berikan aku gombalan ala pengantin baru yang unik, yang kau ucapkan itu sudah pernah digunakan dizaman kerajaan,” goda Renjun dengan senyuman yang penuh pesona.

“Baiklah, aku akan berusaha merangkai kata-kata yang sesuai dengan permintaanmu,” ujar Guanlin, disusul oelh tawa keduanya dalam keceriaan yang menyatu dalam keintiman pagi.

“Tunggulah teh mu di ruang tamu, tadi ada pak pos yang mengantarkan surat untuk mu.”

“benarkah?” tanya Guanlin dengan ekspresi yang mencerminkan rasa ingin tahu yang tak terbendung.

Renjun mengangguk perlahan, memberi izin kepada Guanlin untuk segera melangkah menuju ruang tamu.

Sementara itu, dengan kesempatan yang telah dirancang dengan teliti, Renjun mengeluarkan dengan hati-hati sebuah botol kecil dari saku yang selalu ia bawa. Dengan keahlian yang di miliki, ia membuka empat kapsul empagnya, memungkinkan serbuk dari pil yang disebutnya untuk melarut dalam segelas teh yang telah disiapkan sebelumnya.

Setelah mencampurkan dengan rata, Renjun dengan senyum yang memancarkan keindahan dan kelembutan, menyajikan segelas teh hangat itu kepada sang suami.

“Terima kasih,” ucap Guanlin dengan penuh rasa syukur, tidak menyadari bahwa dalam setiap tegukan, takdir mereka berubah secara tidak terduga.

Renjun mengangguk seraya melangkah kembali ke dapur yang terang benderang.

Guanlin, tanpa ada secercah kecurigaan di dalam benaknya, dengan penuh kenikmatan menyesap teh hangat itu, sambil disaksikan oleh cahaya fajar yang menerobos dari balik jendela-jendela rumahnya yang indah.

HERA: Wait For Your LoveWhere stories live. Discover now