Chapter 6

207 15 5
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

.

.

Jeno dengan perlahan membuka mata, membiarkan pandangannya diselimuti oleh semburat cahaya surya yang pelan-pelan menerobos masuk melalui celah-celah tirai dan bermain-main di wajah tampannya. Ia melepaskan diri dari belaian lembut peraduannya dengan gesit, bergulat sejenak dengan hening pagi sebelum akhirnya menyerah dan melangkah pergi menuju kamar mandi. Di sana, ritme pagi berlanjut dengan suara gemerincing air dan deru sikat gigi yang sibuk membersihkan taring.

Membasuh muka dengan air segar, Jeno merasakan kesegaran yang merambat, menyapu lelah dan menggantinya dengan semangat baru. Dengan langkah pasti, ia menuruni tangga satu per satu, membiarkan suara derap kaki menambah simfoni pagi. Pandangan pertamanya, terpaut pada sosok Jaemin yang tampak asyik memainkan peran sebagai koki, bercumbu dengan setiap sudut dapur, menciptakan aroma yang menggoda dari bahan-bahan sederhana yang berubah menjadi sajian lezat.

Jaemin memandang Jeno dengan tatapan berbinar, suaranya merangkum kehangatan pagi yang memeluk mereka.

"Jeno-ya, kau sudah bangun?" tanyanya, menyulam makna di balik senyum lembutnya.

Jeno tak menjawab, ia menjejaki lorong menuju meja makan, membiarkan keheningan pagi melingkupinya, sementara tangannya yang ahli menggoreskan cerita di layar ponsel yang tak pernah sepi.

"Aku membuatkanmu kopi," ujar Jaemin, meletakkan cawan kopi dalam pangkuan meja, mengungkapkan aroma yang mengisi ruang dengan kehangatan.

"Terimaksih," jawab Jeno tanpa mengalihkan fokusnya pada dunia digital yang terbentang di layar ponselnya.

Setelah menyajikan sejumlah makanan, Jaemin ikut mendudukkan dirinya berhadapan dengan sang suami. Pasangan baru ini, dihanyutkan dalam irama pagi yang damai, merasakan kehadiran satu sama lain tanpa kata-kata, hingga suara Jeno menyentuh keheningan yang mereka ciptakan.

"Kau masih ingat?" tanya Jeno, mengundang riak kekhawatiran di wajah Jaemin yang sejenak memudar senyumnya. Dirinya tentu tau apa yang dimaksud sang suami.

"Iya, aku ingat," jawabnya singkat.

Saat hari pernikahan mereka semakin dekat, tersembunyi di balik tembok-tembok megah manor milik Nakamoto, Jeno dengan ketegasan dan keputusasaan dalam suaranya memohon Jaemin untuk membuat perjanjian dengannya. Perjanjian yang mengikat mereka dalam sebuah pemahaman, bahwa setelah mereka berbagi atap yang sama, mereka tidak akan berlaku acuh dan memperlakukan satu sama lain seperti orang asing yang baru saja bertemu. Mereka harus menjaga jarak, namun dalam jarak yang cukup untuk menunjukkan kedekatan. Mereka hanya akan memperlihatkan teater kehidupan mereka sebagai sepasang kekasih saat berhadapan langsung dengan orang tua mereka, menampilkan senyum dan tatapan penuh cinta yang mungkin hanya bisa dimengerti oleh mereka berdua.

"Lalu kenapa kau masih membuatkanku sarapan? Padahal tak perlu melakukan itu."

Jaemin tersenyum kecil namun senyuman itu tak terlihat karena kepalanya yang menunduk.

HERA [NOMIN]🔞Where stories live. Discover now