Chapter 12

189 13 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

"Zhong Chenle,"

Dengan panggilan yang gemersik, sang pengawas meminta pemilik nama itu merentangkan tangan, menjulang tinggi di antara para pengamat yang menahan napas. Chenle, pemuda yang diusung nama, menatap langit-langit ruangan dengan tatapan bersemangat ketika paham bahwa saatnya telah tiba, di tengah sorotan ujian yang memanggang.

Sekilas, wajahnya mengisyaratkan ketenangan, namun di lubuk hati, doa-doa telah mengalir, memohon perlindungan dari langit yang menjelma sebagai sang Pencipta. Dalam langkah pasti, ia memasuki auditorium, pandangannya melayang ke arah tiga penguji yang duduk dengan penuh kewibawaan di kursi masing-masing. Zhong Chenle tegak berdiri, dua meter berjarak dari meja yang menjadi singgasana para pengamat.

Detak nafasnya diatur rapi, mengikuti irama yang menghantarkan kedamaian. Mata Chenle memperhatikan dengan seksama seorang pianis yang dengan tekun menjalankan tangannya di atas piano, mencipta harmoni yang menyatu dengan partitur yang lembut tersaji.

Bibir vokalis beringsut, mengisyaratkan akan segera melepaskan keindahan melodi. Meskipun lagu Chenle belum mereda, namun hati ketiga dewan penguji itu sudah tergerak, mengisahkan keunggulan dengan menyematkan capaian gemilang pada kertas, mencerahkan predikat A bagi Chenle.

Senyuman tipis memayungi bibir para pengamat, memperlihatkan kegembiraan tulus ketika melambungkan diri pada harmoni Chenle. Setiap nada, setiap gerakan suara terpancar dalam kekaguman, merengkuh hati para penilai dengan kelembutan yang melampaui kata-kata. Tepukan gemuruh mengalir, mengiringi langkah Chenle keluar dari auditorium, menatap dunia dengan senyuman yang bersemi, mempersembahkan keajaiban vokal yang tak terlupakan.

Dengan mata yang memburu, pemuda itu mencari bayang-bayang yang telah memayunginya dalam hari yang terang. Langkah-langkahnya menghantarkan ke ruang praktik yang kosong, tak bersisa, hanya sunyi yang melompong. Hatinya berdegup kembali di ambang gedung, merentangkan jaring pencarian untuk sang Submissive yang diberi nama Na Jaemin, namun tak ada tanda-tanda yang mengisyaratkan kedatangannya di antara kerumunan yang terus berkejaran.

Kembali lagi, langkahnya menggelinding ke dalam, matanya masih setia menatap, mengintai, hingga tak sengaja menabrak sosok yang tak dikenal. Melihat wajah yang terbentur, Chenle langsung merasa terhutang, membenamkan tubuhnya dalam penghormatan, memohon permohonan maaf yang tulus.

"Maaf pak, Maaf pak."

"Aisshh si bocah nakal ini..."

Seorang guru pria yang ditabrak Chenle tadi bergumam pelan kemudian menganggukan kepala dengan wajah kesalnya.

"Mencari apa kau?"

Guru tadi bertanya, memandang mata pemuda di hadapannya yang tengah meniti jejak seseorang di sekeliling mereka.

HERA [NOMIN]🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang