26. Ribut

51 38 0
                                    

26. Ribut

******

Aluna melangkah lebar penuh keyakinan, dengan badan yang di condong membuat postur tubuhnya nampak di menantang. Azoya mengikuti di belakang, agak takut sambil berlindung di balik Aluna saat segerombolan Kaka kelas melihat sinis mereka .

Sedikit lagi mereka sampai di tempat Resya, kelas tiga IPA satu, tepat berada di lantai tiga. Tadinya mereka mencari kemana-mana, bertanya ke murid lainnya dan ada yang bilang Resya berserta adik kelasnya naik ke atas.

Aluna begitu bersemangat, terlihat jelas tangannya terkepal sempurna, seperti sudah siap mencabik-cabik tiga orang itu. Ia cukup lama juga ia tidak berkelahi. Sementara Azoya celinguk-celinguk waspada, juga memikirkan bagaimana cara kabur dari sana.

Langkah Aluna terhenti, ia berbalik mendekati Azoya yang sedikit berjarak darinya karna tak bernyali.

"Zo, mundur aja kita, yah? Tuh, liat, deh," ujar Aluna merasa terusik.

Azoya menegakan kepalanya ke arah telunjuk Aluna, beberapa cowok tengah nongkrong di depan koridor yang sedikit berjarak dari tempat mereka berdiri. Azoya mengernyit kening, sudah sampai sini ya kali.

"Alah, Lun! Cuma cowok juga. Sentil dikit mati," ungkapnya gamblang. "Ginjalnya, tapi."

Azoya menarik tangan Aluna. Namun tenaga kalah kuat dari temannya itu. "Dih, Luna! Tadi sok-sokan nyeret gue kesini! Udah nanggung, nih."

"Sumpah, Zo. Rasanya gue lebih milih berhadapan sama setan seribu dari pada cowok-cowok dekil itu," potong Aluna tak peduli tatapan sengit Azoya.

"Yaelah, Lun! Ya, kali balik gitu aja kita. Gak etis banget," keluh Azoya bolak-balik mengelilingi Aluna, gelisah. "Udah, lah. Anggap aja cacing besar Alaska!"

"Loh bikin gue makin takut, Zo." Aluna bergidik menepis bayang abstud yang muncul sebab saran Azoya. "Ngeri, ih, kalau makin gede."

"Gede apa-nya?" tanya Azoya dungu.

Aluna menjentik dahi Azoya. Otak temannya satu ini suka belok kanan, kiri sampai atas bawah. "Kepala loh yang gede!"

"Jangan pukul-pukul loh! Hilang ingatan lupa, tar, sama hutang loh seribu lima ratus. Cukup loh aja sok lupa diri." Cewek itu berdecak, mengelusnya dahinya.

"Yaudah terus kita ini gimana? Loh enak. Lah, gue, ya, kali gak bisa nemuin Nora. Kan, sekelas. Belajarnya gimana? Di atas atap!" tuntut Azoya lagi. Ia mencurahkan kegundahannya.

Padahal Aluna sendiri menebar janji, Azoya hanya ikut karna di seret olehnya. Mata Aluna berkeliling ke sepenjuru, ia bergerak mengapai sapu yang tergeletak dekat mereka lalu menyerahkan ke Azoya.

Aluna tersenyum merekah, tampak licik. "Nah, mendingan loh aja yang maju, Zo! Gue dukung dari sisi lain dunia, deh!"

"Eh, kok, malah gue! Loh, pan, yang sok pahlawan!" Azoya mengeluh hendak protes. Suaranya agak meninggi.

Aluna melipat tangan di dadanya, seperti bukan malah besar. "Gue mah, gak sekelas sama dia. Jalan menyimpang bisa, lah."

"Eh, tapi, kan, gak bisa gitu-"

Belum sempat mendebatkan pendapat dari temannya itu, Aluna keburu ngincir. Berlalu meninggalkannya sambil memberikan semangat dari kejauhan, tangan yang di angkat keatas tinggi-tinggi lalu lambaikan nampak heboh. Bukan senang Azoya berdecih buang muka.

Cewek itu menimbang-nimbang antara maju dan mundur saja. Ia melangkah ke depan lalu berbalik ke belakang, begitulah di ulangnya beberapa kali. Kalau menyerah saja Azoya takan terlibat masalah, tapi Nora pasti mengharapkan.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Where stories live. Discover now