#10 || HAS HE CHANGED NOW?

97 12 3
                                    

👁️‍🗨️ Happy 500+ views 🎉

Telat sehari gapapa lah ya ....
Thank you very much, Readers, dan welcome untuk pembaca baru♡^³^♡

I hope you like this♡

—Happy Reading—

.

.

.

Alvian turun dari motor dengan hati-hati, lalu memerhatikan gerbang sekolah. Lingkungan sekitar yang sudah sepi dan tidak banyak orang ataupun kendaraan adalah pertanda bahwa jam masuk kelas sudah lewat.

"Apa kamu yakin tidak akan pingsan?" tanya Aslan mendadak, membuat Alvian memiringkan kepalanya sekilas.

"Itu ... tubuhmu terlihat sangat kurus, dan ... kamu terus oleng sejak tadi," tambah Aslan menjelaskan alasannya menanyakan hal itu.

Apakah itu perasaan khawatir? Siapa tahu. Alvian tidak yakin akan hal itu. Mungkin dia akan merasa senang, tapi di sisi lain, jika itu benar-benar kekhawatiran ... Alvian tidak yakin bagaimana harus bereaksi. Dia akan merasa senang, senang karena kekhawatiran kakaknya, tapi ... bukankah itu sangat tidak tahu diri?

Mengapa Aslan harus mengkhawatirkannya? Kenapa dia merasa khawatir, setelah apa yang dia lakukan saat itu hingga membuat Adelicia kehilangan kedua tangannya? Alvian tahu bahwa itu juga salahnya, tapi ... jika itu benar perasaan khawatir, Aslan benar-benar tidak tahu diri.

Apakah Aslan merasa khawatir, ketika dia bahkan tidak peduli saat Alvian dituduh akan perbuatan yang dilakukan Ion? Apakah Aslan merasa khawatir, setelah dia hanya menutup mata saat berulang kali memergoki para pembantu yang sedang menganiaya Alvian?

Alvian yang mendengar perkataan Aslan hanya terdiam dan tersenyum tipis sembari menggigit bibir. Kakak, mungkin aku akan merasa senang jika Kakak benar-benar mengkhawatirkanku ... tapi, maaf, kau tidak perlu berpura-pura seperti itu lagi untukku. Aku sudah tahu semuanya. Perasaan aslimu.

Alvian benar-benar ingin mengucapkan kalimat tersebut, tetapi, sekali lagi, dia hanya bisa menunjukkan senyumannya.

"Tidak perlu khawatir," timpal Alvian seperti sedang memasang dinding besar yang kokoh. Lebih baik tidak mengetahui apa-apa daripada harus menghadapi berbagai perasaan dan emosi yang hanya membuatnya menderita lagi.

Di sisi lain, itu aneh, bukan? Bagaimana Alvian membicarakan kekhawatiran yang Aslan sendiri tidak pernah berkata seperti itu.

"Lebih baik Kakak segera pulang. Bagaimana kalau Kakak masuk angin karena terlalu lama berada di luar dengan pakaian tipis?" Alvian menyahut seolah dia mengkhawatirkan Aslan—yang kenyataannya, dia hanya menghindari amarah Keluarga Leander jika seandainya Aslan sakit setelah mengantar Alvian.

Namun, di balik semua itu, Alvian terus berusaha sebaik mungkin untuk menutupi celah kekurangan di senyuman yang dia buat.

Aslan terdiam, kembali menatap Alvian dengan sorot mata yang terlihat asing. "Baiklah, aku akan pulang."

Sekilas, Aslan tersenyum kaku—terlihat dipaksakan sembari menggaruk tengkuknya, ia berkata dengan gugup, "Um ... itu ... aku ... uh ... jangan khawatirkan apa pun, dan belajarlah dengan benar, oke?"

Mata Alvian sedikit melebar dan mengangguk, kemudian bertanya, "Kak, aku ingin menanyakan sesuatu ..." tanyanya meminta izin, lalu Aslan mengangguk—memberi izin. Lagi pula, tidak masalah jika sesekali bersikap seperti saudara yang harmonis, bukan?

ONE YEARWhere stories live. Discover now