ATWE#20

44 5 13
                                    

Gimana kabar kalian? Baik kan? Ini chapter terakhir. Gak ada yg minta di buatin special chap? Atau S2 tentang Gardanta yg ngerawat 7 anaknya? Atau mau S2 tentang salah satu couple² sampingan di cerita ini?

 Gak ada yg minta di buatin special chap? Atau S2 tentang Gardanta yg ngerawat 7 anaknya? Atau mau S2 tentang salah satu couple² sampingan di cerita ini?

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Hari ini perjalananku akan dimulai. Entah aku merasa berat padahal aku di sana hanya sebentar.

Abi dari beberapa hari lalu terus berusaha menggoyahkan keinginananku. Seperti saat ini, bahkan ketika aku akan berangkat 1 jam an lagi.

 Seperti saat ini, bahkan ketika aku akan berangkat 1 jam an lagi

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Kurapikan lagi barang yang sekiranya berguna untuk ku bawa.

"Udah?" tanya Gardanta yang tiba-tiba saja muncul.

"Udah. Ayo!"

"Ayo apa?"

"Ayo antarkan istrimu ini lah, my hubby¹."

"Kemarin Zaujy, sekarang Hubby, ntar jadi babi." Gardanta mencibir.

"Ngawur mulutnya. Kamu itu hasbi², Kamu itu takdir terindahku, kamu segalanya yang patut aku syukuri."

"Paan sih, cringe³ banget." Setelanya ia berjalan keluar.

Aku hanya tertawa kecil melihat tingkah nya yang menurutku lucu.

Kami berkendara ke dermaga menggunakan taksi. Ketika sampai disana ternyata sudah ada umi dan abi, bahkan tante Hanafa dan Om Baswara pun ada.

Kami berbincang sebelum aku memutuskan untuk pergi.

"Aku dan Garda sudah pindah, kami sudah tidak tinggal di apartemen."

"Loh kenapa? Apa apartemen Garda kurang besar?" tanya om Baswara.

"Bukan begitu, tapi..." Ku gantung ucapanku untuk melirik Gardanta.

"Apartemennya sudah dijual Amartha," ucap Gardanta yang dihadiahi tamparan keras dari tante Hanafa.

Tamparan renyah itupun membuat suasana menjadi canggung akibat ibu dan anak yang saling bersitegang.

Umi mengusap bahu tante Hanafa. "Gapapa mbak, sabar, istighfar dulu."

"Lalu sekarang kalian tinggal dimana?" tanya abiku.

"Di kontrakan bi, tidak jauh dari sini. Nanti kalian bisa kesana sama Garda."

"Jika kamu ingin bercerai, ceraikan saya anak bodoh dan tidak tau diri ini!" ujar tante Hanafa dengan suaranya yang berubah menjadi tegas.

"Ma..." panggil Gardanta memelas, lalu ia mengalihkan tatapannya padaku dan menggeleng pelan. "Jangan."

"Kenapa jangan? Belum cukup kamu nyakitin anak orang?" sinis om Baswara, ikut mengompori.

"Sudahlah, kami akan membantu kalian, kami akan memberikan rumah untuk kalian."

"Eh sepertinya tidak perlu bi, kami ingin mencoba mandiri. Cukup kalian yang membayar pendidikan kami," tolak ku secara halus.

"Nak, kamu harus berangkat sekarang, kapalnya akan segera berlayar," kata umi.

"Iya umi. Assalamu'alaikum" Aku pun mulai berjalan menjauh dari mereka.

"Wa'alaikumussalam."

Ku lambaikan tanganku sebagai bentuk perpisahan, sebelum kapal itu semakin menghilang dari jangkauan mereka.

"Hati-hati. Kami titip salam untuk keluarga di sana!!"

Perlahan tapi pasti, kapal itu semakin berlayar menjauh. Karena bosan menunggu perjalanan yang tidak sampai-sampai aku meutuskan untuk menelepon Gardanta.

"Halo." Kata itu terdengar dengan terlihatnya wajah Gardanta dilayar handphone ku.

"Assalamu'alaikum," sapaku.

"Hm wa'alaikumussalam. Napa?"

"Gak papa sih. Cuman mau telpon mas suami yang mungkin aja kangen? Iya kan, zaujy?"

"Duhh anak umi yang kalem ini sudah bisa menggombali lelaki." Suara umi membuat ku syok sekaligus malu, sehingga kamera handphonenya ku arahkan ke atas.

"Umi masih disana? Ada siapa aja?" tanyaku menghindar dari topik pembahasan.

"Ada kita semua." Tante Hanafa menimpali, lalu kamera handphone milik Gardanta dialihkan sehingga terlihat siapa-siapa saja yang ada di sana. "Kami sudah menyiapkan tempat yang lebih bagus dari ini, iyakan, nisa?"

"Iya, mbak."

"Sebelumnya terimakasih. Tapi tidak perlu repot-repot, kontrakan itu masih layak pakai, lagi pula kontrakan itu masih memiliki sewa selama sekitar 6 bulanan lagi."

"Dengar, kami yang menyuruh kalian menikah, jadi udah sewajarnya kami memenuhi kebutuhan kalian," kata abi menasehati.

"Iya benar itu."

"Udah, kembalikan, yang punya hp ngamuk nanti. Lihat wajahnya, bahkan kepalanya udah keluar tanduk itu," canda om Baswara

"Garda ngalah dulu, kami masih mau bicara dengan Humaira."

"Tapi itukan HP Garda, mana bisa Garda diam tanpa megang Hp."

"Udah jangan melawan orang tua, ngalah aja."

"Dimana-mana orang tua yang ngalah sama yang lebih muda."

"Yaudah ini."

Keributan dari seberang sana bersamaan dengan keributan yang ada di sekitarku saat ini. Kurasakan kapal mulai berguncang, diselingi hujan besar.

"Ra!" Gardanta memanggil. Aku yang sudah panik dan tidak fokus hanya melihatnya sekilas.

"Dimohon untuk seluruh penumpang supaya tetap tenang dan tidak panik."

"Tenang bagaimana? Ini taruhan nyawa!"

"Aku sudah membayar mahal, aku tidak mau berakhir dengan dimakan hewan yang ada di laut ini."

Teriakan dan suara-suara yang saling bersahutan membuat kepalaku semakin pening dibuatnya.

"Lo gapapa kan? Bertahan ya? Lo gak boleh mati duluan!" Hanya kata dengan nada kalut itu yang ku dengar dari telpon yang ku genggam.

Handphone itu terlempar entah kemana. Kapal semakin tak terkendali bahkan sudah ada beberapa orang yang tercebur ke lautan yang sangat dalam itu.

Aku merasakan bagaimana Kapal pesiar itu terombang-ambing oleh gelombang dahsyat yang menghantamnya. Tabrakan hebat dengan karang tajam membuat kapal terbalik dengan cepat. Kegelapan pekat menyelimuti laut, membuat visibilitas menjadi nol. Teriakan dan kepanikan memenuhi udara saat penumpang dan awak kapal berjuang untuk menyelamatkan diri. Sirene darurat berbunyi keras, memanggil semua orang untuk segera mengenakan pelampung penyelamat. Dalam keadaan genting ini, para penumpang berusaha bertahan dan mencari bantuan, berharap agar pertolongan datang secepatnya.

"Ya Allah, jika ini takdir yang telah kau tentukan, aku mohon kuatkan orang-orang yang menyayangiku supaya tidak menyalahkan takdir yang ku percaya akan indah ini. Ya allah, Jagalah makhluk yang telah hidup di bumi ini, lindungilah mereka dari segala bahaya, Aamiin ya rabbal Alamin."

Setelah berdoa, ku tutup mataku. Ku rasakan tubuhku semakin menggelinding dan melayang dalam lautan air sebelum akhirnya tenggelam ke dasar laut.

~TAMAT~

Alzawjat Tasheur Waka'anaha Eabda (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon