46. HCE : Ctrl + F ( Lonceng )

1.2K 134 19
                                    



46. HCE : Ctrl + F ( Lonceng )

Evan merogoh saku celananya, tangannya kini memegang sebuah pistol yang selalu dia bawa untuk berjaga-jaga. Evan mulai mengarahkan pelatuk pistolnya ke arah pelipisnya. Dalam benaknya, yang terpikirkan jika tidak pernah merasakan kebahagiaan, untuk apa tetap hidup?

Tiba-tiba saja pistol Evan diambil seseorang dari belakang pemuda itu. Evan spontan menoleh mendapati sosok pemuda tengah memegang pistolnya dengan ekspresi tidak mengizinkan Evan melakukan sesuatu yang akan mengakhiri hidupnya menggunakan senjata ini.

"Mau apa lo?"

Evan terkekeh pelan sembari menyeka air matanya. "Udah bosen hidup. Hidup gue cuma muter-muter. Mending kalo muternya di kebahagiaan, ini dia kesakitan mulu. Gue capek, Di."

"Hapus air matanya, jangan kalah dari masa lalu. Semua masalah yang udah lo lewati nggak akan pernah terulang kembali ketika lo udah menyadari hal apa yang harus lo cegah dan lo perbaiki," ucap Dion dengan senyum tipis. "Banyak orang diluar sana yang masih terjebak dalam masa lalunya, gua pun juga kadang gitu, tapi, semuanya kembali lagi pada bagaimana cara kita menanggapinya. Mayoritas yang memilih mengakhiri hidupnya sendiri hanyalah manusia yang belum memiliki keinginan untuk bangkit. Dan orang yang seperti itu jelas memerlukan uluran bantuan dari seseorang yang bisa membimbingnya menuju kebahagiaan bersama."

"Van, lo tau dari dulu Syasa pacar lo itu selalu butuh uang. Keluarganya miskin, dia menjadi tulang punggung keluarganya di usia muda masa-masa SMA. Bebannya berat, Van. Kalau Syasa sampai mau oplas dan tukar identitas dengan Hella, artinya ada sesuatu yang sangat dibutuhkan Syasa sampai-sampai dia nggak mau menolaknya," lanjutnya.

"Maksud lo itu uang?"

Dion mengangguk. "Kemungkinan besar Hella menawarkan sejumlah uang untuk memperlancar rencana ini. Tapi, Syasa nggak menduga akan ada hari dimana dia justru menjadi korban dari kekejaman Hella dan Langit juga. Dia bertemu takdir yang menyedihkan. Yang dia pikirkan semuanya akan baik-baik aja selama dia memiliki uang yang cukup untuk membiayai keluarga dan dirinya sendiri. Namun, ternyata dia salah besar."

Evan tersenyum tipis dengan tatapan sendu. "Syasa itu baik ya. Gue tau dia butuh banget uang karena keluarganya yang miskin, tapi gue nggak sangka dia bakalan rela oplas wajahnya cuma buat uang untuk kebutuhan keluarganya." Evan mulai meneteskan kembali air matanya sembari mengingat senyum manis di wajah cantik Syasa meski yang hanya dia lihat selama ini adalah wajah Hella. Walau wajah itu palsu, namun ketulusan hatinya itu tidak pernah palsu. "Hatinya setulus itu.. Pantas aja gue nggak bisa benci dia saat waktu itu dia bilang dia adalah musuh dalam selimut di HCE."

"Lo beruntung karena pernah bertemu dengan Syasa. Dia hanyalah boneka yang dimainkan pemiliknya sesuka hati, jadi jangan menyalahkan bonekanya, salahkan pemiliknya jika tindakan itu mutlak benar-benar salah," kata Dion dengan tenang mencoba menenangkan Evan yang jiwa dan mentalnya sedang goyah. "Van, jangan menyerah ya."

➖🔰➖

Tak terasa beberapa minggu telah berlalu, hari pertama Ujian Akhir tiba. Suasana menegangkan yang menjadi penentu akhirnya datang juga setelah penantian panjang diiringi belajar tekun demi mendapatkan hasil yang memuaskan.

Beberapa hari yang lalu Pulau yang berisi pantai  hutan, dan tebing-tebing yang menjadi wisata kalangan anak-anak remaja kini telah disewa oleh pihak berwenang di THS untuk menjadi lokasi melaksanakan Ujian praktek khusus anggota HCE. Bu Sheryyl bersama orang-orang TU sudah menaruh lonceng yang menjadi tujuan diadakannya ujian praktik ini. Mereka yang berhasil duluan selesai, nilainya lebih bagus daripada yang terlambat.

SCORE 100 IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang