Noah menatapku dengan tatapan meyakinkan.

"Bukannya lebih baik dicintai daripada mencintai? Lo pengin ngerasain sakit sampai kapan, hm?"

"Memangnya ... lo cinta sama gue?" Aku mengangkat alis tinggi-tinggi.

"Cinta banget, Zoey." Aku tidak bisa melihat ketulusannya secara langsung karena terpisah secara virtual saat ini. Belum lagi, ini pertama kalinya aku berinteraksi dengan Noah. "Mau putus sekarang sama dia? Kalau dia enggak mau angkat telepon lo, biar gue yang hubungi dan sampaiin. Dia pasti seneng dengan kabar itu. Dan kita bisa mulai hubungan saat ini juga."

Meskipun aku tak tahu seperti apa itu cinta, tetapi yang terdengar dari ucapan Noah hanyalah ambisinya untuk membuat Zoey putus dari Mahardika.

"Enggak usah," balasku. "Gue enggak akan putus dari dia."

Lalu aku mengakhiri panggilan itu. Dia kembali menghubungi, tetapi aku segera mematikan ponsel.

Aku tak mungkin memutuskan Mahardika. Hubungan pertunangan Zoey dan Mahardika akan menjadi jalan mudah untuk membuatku dengannya bisa bertemu dan dengan begitu aku bisa melancarkan aksi. Noah mudah saja didekati karena cowok itu sepertinya yang selalu datang pada Zoey. Lalu, Luca, tentu saja aku yang akan mendekatinya lebih dulu.

Meskipun aku tak tahu cara untuk membuat mereka jatuh cinta padaku, tetapi aku akan menggunakan cara yang sama aku gunakan untuk mengambil hati tiga ekor anak kucing jalanan yang galak.

Lihat saja nanti. Aku akan kembali ke hidupku yang normal!

"Honey." Sebuah panggilan mendayu membuatku menoleh pada pintu yang diketuk. Aku melempar ponsel itu ke samping dan pura-pura tidur. Suara pintu terdengar terbuka. "Ya ampun, anak Mami habis ngapain sih ini bonekanya pada jatuh?"

Maminya Zoey. Kurasakan wajahku diciumi olehnya di setiap sisi.

"Anak Mami bangun. Ini udah pagi," katanya, sembari menciumi pipiku, ah pipi Zoey dengan gemas. "Anak gadis Mami harus bangun pagi biar lebih sehat."

Aku pura-pura merenggangkan tangan dan perlahan-lahan membuka mata. Wajah perempuan yang terlihat masih mulus karena perawatan, alis yang disulam alami, bibir merah tanpa lipstik, sepertinya hasil sulam juga. Aku akan memanggilnya Mami.

"Mamiii," panggilku dengan manja.

***

Zoey anak orang kaya yang selalu dimanjakan. Maminya Zoey dan Mama memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Mama tidak pernah mengutarakan kasih sayangnya dengan cara memperlakukanku seperti aku adalah anak kecil. Dulu iya, tetapi tidak saat aku sudah remaja.

Cara papinya Zoey memperlakukan Zoey sama seperti maminya. Wajahku diciumi berkali-kali ketika kami bersiap makan. Aku tentu saja menghindar karena dicium oleh ayah orang lain itu aneh, tetapi sikapku ini sepertinya sudah menjadi hal yang biasa Zoey lakukan, yaitu menghindar dari ciuman gemas seorang ayah karena merasa sudah bukan anak-anak lagi sementara sang ayah masih melihat anak gadisnya itu masih berumur bayi.

Yah, sepertinya yang perlu aku khawatirkan adalah teman-teman Zoey dan orang lain di luar sana. Aku bisa berinteraksi dengan kedua orang tua Zoey karena aku juga punya orang tua meski hanya Mama. Sementara itu, aku tidak pernah punya teman akrab. Apalagi Zoey pasti memiliki banyak teman. Itulah yang harus aku pikirkan nanti.

Aku telah selesai sarapan pagi bersama keluarga kecil Zoey dan berakting menjadi anak manja. Sepertinya sikap manja Zoey memanglah kehidupan sehari-hari Zoey karena kedua orang tua cewek itu tak terlihat curiga sama sekali padaku.

Aku duduk di kursi teras rumah menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah aku pergi diantar oleh sopir yang saat ini sedang mengelap kaca mobil di halaman rumah? Atau bersama Papi? Atau ... Mahardika datang menjemput sebagai formalitas karena dia adalah tunangan Zoey?

Make Them Fall in Love with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang