11. Ingatan🗻

271 30 2
                                    

.
.
.
.
.

Lan WangJi menuang kembali sedikit Senyum Kaisar untukku. Ketika aku meminumnya, aku dapat melihat guratan senyum yang sangat tipis di bibirnya. Aku merasa iri dengan Wei WuXian sekarang. Pasti di masa lalu dialah manusia yang paling sering melihat senyum indah Lan WangJi di saat seluruh dunia bahkan hanya bisa melihat sosoknya yang tidak tersentuh.

Beruntungnya Wei WuXian.

Aku memutar tubuhku untuk dapat melihat nenek yang masih berdiri khidmat di belakangku. Aku hendak bangkit untuk menuntunnya duduk di dipan karena aku khawatir sakit di kakinya semakin parah, tapi gerakanku terhenti saat Lan WangJi mendahuluiku.

"Duduklah, Nona Luo."

Nenek menjawab pasti, "Terimakasih, HanGuang-Jun. Saya ingin tetap berdiri untukmu."

Aku melirik Lan WangJi dengan khawatir. Nenek tidak terlihat seperti dia mampu untuk menopang tubuhnya sendiri. Kakinya bahkan gemetar ketika berdiri.

Lan WangJi memandangku sekilas lalu mengulang ucapannya, "Duduklah, Nona Luo." tapi nenek masih dengan jawaban yang juga sama. "Terimakasih, HanGuang-Jun. Saya ingin tetap berdiri untukmu."

Kemudian dengan suaranya yang anggun Lan WangJi menjawab, "Baiklah."

Aku paham. Lan WangJi selalu menghormati nenek sehingga dia pun menghormati pilihannya. Meskipun dengan kaki yang gemetar, nenek tetap bertahan pada posisi itu cukup lama. Ternyata seperti inilah pengabdian yang sempurna, meski itu hanya potret kecil dari keseluruhan yang telah ia lakukan untuk sekte Lan.

Aku tidak mengkhawatirkannya lagi.

Selagi aku menyesap arak di genggamanku, Lan WangJi menyentuh guqin yang sedaritadi ada di hadapan kami. Jemarinya mulai meliuk indah di atas senar, memainkan lagu sedih yang sudah terpatri dalam di hatiku sejak kecil. Lagu istimewa yang dia ciptakan untuk kekasihnya yang istimewa, Wei WuXian.

Senar demi senar dipetik, dan getarannya menghasilkan alunan jernih yang murni. Sebuah kesucian dan cinta kasih, serta setitik kerinduan. Semakin jauh, semakin dalam, sempurna tanpa kesalahan.

Lagu yang tetap berlanjut melewati pertengahan, menarik sesuatu dalam diriku untuk keluar.

~~***~~

[Gua Xuanwu, Gunung Muxi - Era Kultivasi]

Aku ada di sebuah lembah yang gelap, bersama Lan Zhan di sampingku, mendampingiku yang sedang terluka. Kami terjebak di tempat yang lembab dan basah. Bahkan aku mencium bau anyir darah di sekelilingku. Darah yang berasal dari monster penyu yang berhari-hari lalu berhasil kami bunuh.

Tempat ini. Tentu saja aku mengingatnya. Kami berada di kedalaman Gunung Muxi, tepatnya di Gua Xuanwu, tempat bersemayamnya penyu raksasa jelmaan dewa yang telah rusak. Penyu itu adalah monster yang gagal menjadi dewa, kemudian menjadi dewa palsu yang meresahkan. Kami datang kemari berombongan untuk menghabisi penyu monster, dipimpin anak dari pemimpin sekte Wen yang benar-benar sombong dan arogan, Wen Chao.

Dari sisi manapun aku melihat, jelas-jelas ini adalah misi penumbalan yang keji. Dia bahkan tidak segan-segan menggantung seseorang dan mengorbankan darah untuk memancing penyu itu keluar. Dan sebagainya, dan sebagainya. Terlalu banyak yang terjadi, tapi entah mengapa keberuntungan selalu mengitari orang-orang sombong. Wen Chao yang jelek itu selamat dari kekacauan ketika yang lain harus berjuang dulu setengah mati. Dia terbang dengan pedang, meninggalkan orang-orang di kedalaman lembah. Tidak cukup, dia menebas setiap sulur yang menjuntai, yang awalnya adalah alat kami untuk turun ke bawah. Sisa-sisa manusia di dalam gua mengumpat manusia terkutuk itu dalam-dalam. Pedang kami telah dirampas sebelumnya, dan kami bersama-sama terjebak.

Cloud RecessesWhere stories live. Discover now