12. pulpen

97 80 2
                                    


Happy reading guys!
Semoga ceritanya bisa menghibur kalian! Selamat membaca!

Juni terdiam, memikirkan kisah yang baru saja cewek itu bagikan kepadanya. Ending cukup berkesan, juga romantis bagi beberapa orang. Tapi cowok itu menggerakkan kepalanya ke kiri kana beberapa kali.

"Jembatan cuma ada setahun setahun sekali, jarak antar dua bintang jauh berkali-kali lipat putaran bumi, kemungkinan mereka ketemu tipis. Jadi, akhirnya cerita lebih ke sad ending." Juni memperhitungkan, sangat yakin dengan jawabnya yang penuh logika itu.

"Gitu, yah?" Azoya memandangi langit penuh bintang itu, tangan cewek itu menunjuk satu bintang tampak lebih terang dari lain. Tidak tahu bintang apa, Azoya bukan si jenis astrologi. Ia hanya senang memandangi, mengigat kisah cinta yang didapat dari Geva.

Azoya menyatukan kedua tangannya yakin. Tersenyum  dengan binaran mata. "Gue gak papa kalau kaya kisah kaya mereka. Manis. Saling setia, sama-sama komitmen, saling nunggu dari kejauhan sama juga menjaga. Biar jauh tapi batin mereka terikat kuat. Itu... Cinta yang gak ada batasnya."

Tatapan Juni berubah menjadi kagum, seperkian detik cewek itu tampak dewasa dengan kesungguhannya. Meskipun ia penuh logika, dalam benaknya juga merasakan hal yang sama. Namun, kadang menurut Juni mengikuti hati adalah kebodohan belakang. Dan pikirkanlah pemenang sesungguhnya.

"Eh, Zo! Liat ada bintang jatuh, tuh!" Juni menunjuk objek itu dengan antusias, takut cewek disamapingnya melewatkannya. Juni menangkupkan kedua tangannya, memperagakan agar Azoya mengikuti. "Coba buat permintaan."

"Masa bintang jatuh? Jangan-jangan meteor lagi?" pikir Azoya membayangkan. Cewek itu menepuk-nepuk tangannya, mengeluarkan lagu yang sering Geva nyanyikan. "Mada kono sekai wa! Nana na na na na na.."

"Hush, jangan ngelantur."

Azoya takjub dengan benda langit yang bergerak kebawah itu, cahaya bersinar kelap-kelip. Cewek itu berdiri, berjalan ke halaman dengan kepala terus mendongak keatas sana.

Azoya melengkung tangannya didekat mulut. "BINTANG TOLONG TURUNIN JODOH SAMA UANG!"

"BINTANG, KALAU GAK JODOH AJA! YANG ENAK DIPANDANG! GAK BIKIN MALU DIAJAK KONDAGAN! TERUS VEGATARIAN!"

"BINTANG! CIVA AJA, LAH!"

Azoya terus berteriak, melambung-lambungkan tubuhnya seolah dengan begitu ia sedikit lebih dekat dengan langit memancarkan cahaya itu. Cewek itu menengok kebelakang, Diman Juni tengah menatapnya aneh.

Azoya melambaikan tangan, mengajaknya bergabung bersama. "Ayo, Jun! Katanya pengen buat permintaan!"

"Udah."

Azoya mengerjap. "Mana? Kok, gak kedengaran?"

"Dalam hati."

"Yeee, gue aja gak denger apa lagi bintang.  Gimana mau ngabulin coba? Harusnya terik, dong!" terang Azoya tidak setuju. Mana sempat bintang mendengarkan isi hati Juni, melihat saja tidak kalau cowok itu diam-diam saja.

Azoya kembali membelakangi Juni. Menaikan pandanganya ke atas kembali.

"WOI BINTANG! KABULIN PERMINTAAN JUNI JUGA! GAK TAU APA, DALAM HATI KATANYA!"

"Nah, usah gue mintain. Tar, biar bintang aja pinter-pinter baca pikiran loh." Azoya kembal ketempatnya, menyerup es-nya kembali terburu-buru kehausan.

Disebelahnya Juni yang sekarang wajahnya lebih berseri dari sebelumnya. Ternyata cowok itu tidak mengalami wajah membeku seperti dikartun favoritnya.

"Eh, ju-"

Bugh

Ucapan Geva terpotong sebab sebuah gayung terlempar laju melaluinya, membentur dinding didekatnya. Geva meootot kebelakang, tapi nyali-nya menciut seketika. Dikira Abian, tenyata bukan. Azoya cengengesan.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora