11. Bintang

123 102 3
                                    

HAPPY READING GUYS. Semoga suka ceritanya, yak!




"Papi, Zo, mau nikahnya adat Dunda, yah! Biarpun kita turunan Amerika! Fokoknya, tar, represinya keliling pake kuda! Jangan lupa hiasannya kain perca!"

Azoya berkeliling sambil berceloteh sendiri, mencari sosok Alga yang tampak tidak ada dimana-mana. Sudah kebiasaan malah lebih ke ritual yang tidak boleh dilewatkan untuk Azoya bercerita pada ayahnya hal apa saja yang terjadi padanya. Entah menyenangkan, sedih, maupun ke haluannya yang sudah di akhir batas normal. Ayahnya akan mendengarkan sambil manggut-manggut, eh, ternyata malah tertidur saking panjangnya.

"Papi gak ada! Napa loh dateng-dateng udah gila," jawab Abian ketus.

Azoya cikikan mengingat pertemuannya dengan cowok sedikit lebih dewasa tadi. Ia menggelengkan kepala juga tersipu. "Gapapa."

"Yeeee, jawabannya sok cewek banget," keluh Abian. "Gipipi."

Karna suasana hati tengah berseri-seri Azoya tidak memperdulikan Abian yang seolah tengah mengajak ribut. Dasar pengguran, saking kurang kerjaan ribut dijadikan rutinitas. Cewek itu nyelenong berlalu begitu saja masuk kamar. Terdengar hentakan keras pintu yang ditutupnnya selepas itu terdengar pekikan bercampur tawa dari dalam sana.

"Bang, emang bener kita turunan bule? Perasaan Papi asli jakarta, terus Mami dari kutub Utara katanya," tanya Kavan. Cowok itu sedang main game dibalik sofa.

"Ck, rumah udah kaya rumah sakit jiwa." Abian berlalu bosan mendengar suara yang merusak telinga.

Dikamar nuansa merah muda itu, dengan tempelan foto-foto dirinya dengan berbagai macam fose super narsis disegala sudut dinding. Dari pada menempel foto cowok yang tahu dia hidup atau tidak seperti Aluna, Azoya lebih suka membanggakan dirinya. Seolah cewek itu seorang artis ternama yang setiap waktu harus di abadikan.

Azoya berguling kesana kemari di ranjangnya, tanpa sadar membuat dirinya terlilit selimut tebel saking senangnya. Azoya menerawang, mengingat kembali waktu baru saja yang terasa cepat berlalu.

"Aaaaaaaaa, tangannya aja ganteng!"

"Ais, bego loh, Zo! Bego!" Azoya merutuki dirinya sebab hanya diam sambil mengulas senyum malu cowok dewasa itu mengajaknya mengobrol panjang. Ia tampak seperti gadis polos membuat cowok itu tidak bisa menahan diri untuk mencubit kedua pipi Azoya sebelum pergi. Padahal tampang saja lugu otak perlu pembersihan besar-besaran saking kotorannya.

"Ah, sayang dia orang sibuk. Kalau ngagur kaya Abang, kan, enak gitu? Waktu sehari buat teleponan," molog Azoya kecewa. "Hups, padahal hari minggu. Orang penting, mah, beda."

Dia ditinggal begitu saja karena cowok yang mengenakan diri dengan nama Revan itu ada urusan bisnis mendadak, ia akan mengatur pertemuan selanjutnya setelah urusannya usai. Padahal mereka baru makan beberapa menit setelah kejadian tidak mengenakan. Meskipun begitu Azoya tetap bahagia, akhirnya ia bisa berkencan.

"Gak dapet brondong, pun, gapapa! Yang penting punya Jodoh."

Menyedihkan memang, begitulah kenyataannya. Ia sangat ingin lepas dari status yang melekat seumur hidupnya, jomblo dari lahir. Bisa. Kali ini pasti bisa. Semangat jomblo!

***

Malam terasa pengap dari biasanya, kaki kaki halus Azoya melangkah menuruni deretan tangga. Awalnya cewek itu berniat mencari angin keatas balkon kamar kakanya tapi perhatiannya teralihkan saat menemukan Juni duduk sendirian diteras sambil memandangi bintang-bintang.

Cewek itu duduk disamping Juni sambil memeluk lututnya. "Juni, terang bulannya gak ada. Soalnya tadi mendung.

"Tapi.." Azoya merogoh saku sweternya, menyondorkan kedepan wajah Juni. "Tadada! Permen kaki aja, yah, gantinya!"

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Where stories live. Discover now