17

25 18 0
                                    

Happy Reading!!!

Malika membuka matanya. Menampakkan ruangan yang berantakan. Malika tertidur dilantai dengan kamar yang masih berantakan. Malika duduk pada lantai tempatnya tadi tidur. Ia melihat sekelilingnya yang sudah berantakan. Malika mengambil sobekan sebuah foto keluarga yang tadi ia robek menjadi banyak bagian. "Ternyata ini bukan mimpi," gumam Malika menatap sobekan foto tersebut.

Malika beranjak dari duduknya, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Malika menatap dirinya didepan cermin. Sungguh berantakan dirinya hari ini. Malika menyelesaikan ritual mandinya dengan senandung kecil. Setelah beberapa menit, Malika keluar dari kamar mandi. Ia mengambil ponselnya yang ada di dalam tasnya. Malika membuka pesan-pesan yang belum sempat ia baca. Malika menautkan dahinya, mencari pesan dari seseorang yang selama ini memberinya pesan meski satu. "Kenapa Tio gak chat?" Malika bertanya pada dirinya sendiri.

Tak ingin terlalu larut dalam semuanya. Malika memilih membereskan semua kerusakan yang ada di kamarnya. Malika mengambil setiap pecahan vas bunga serta figura foto dan dimasukkan ke dalam tempat sampah. Malika juga membenarkan sprei kasurnya yang sudah tak beraturan serta ia juga membersihkan tumpahan air dari vas bunga. Pintu Malika diketuk dari luar. Malika menatap pintu kamarnya tanpa beranjak dari tempatnya semula.

"Lika.." suara Arga terdengar, memanggil Malika agar mau keluar.

"Ayo makan, sayang."

"Nanti," hanya itu yang keluar dari mulut Malika.

Arga yang sudah putus asa segera pergi meninggalkan kamar Malika. "Maafin Papa, Malika," ucap Arga merasa bersalah atas perbuatannya. Malika keluar dari kamar. Menuruni anak tangga dan ikut bergabung dalam meja makan. Malika mengerutkan dahinya, tak ada pembantu dan sopir yang biasa makan bersama mereka. "Mana Mbok Marni sama Pak Mamat?" Tanya Malika pada Arga. Arga menatap Malika sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Malika.

"Mbok Marni gak makan sama kita lagi, sayang."

"Kenapa?" Kini tatapan Malika berubah menjadi tatapan marah.

"Mama-"

"Siapa Mama? Dia? HAHAHA, gue gak sudi manggil jalang ini Mama!" Ucap Malika menggelegar menunjuk pada wanita yang duduk didepannya.

"MALIKA!" Sentakan Arga membuat Malika menatapnya dengan tajam.

"Apa? Papa marah? Malika lebih marah sama Papa! Papa udah jahat sama Mama, Papa udah jahat sama Malika. Dan dia, dia gak pantes makan bareng kita! Lebih baik Malika gak makan kalau Malika harus makan sama dia! Gak nafsu!" Malika pergi dari sana meninggalkan Arga dan wanita itu.

"Mas-"

"Ini semua gara-gara kamu!" Ucap Arga menyentak wanita tersebut.

"Ini juga salah kamu, Mas! Ini salah kita."

Tanpa mengatakan sepatah kata pun. Arga pergi meninggalkan wanita tersebut dan memasuki kamarnya. Wanita tersebut mencengkeram sendok dan garpu ditangannya dan membantingnya ke arah piring hingga mengeluarkan bunyi yang nyaring.

*****

Malika duduk pada balkon kamarnya. Melihat bintang-bintang yang sangat indah. "Mama, dimana?" Malika bergumam. Mencari sang Mama yang seharian ini tak ia lihat. Malika benar-benar tak menyangka jika hidupnya akan seperti ini. Bak dijatuhi meteor yang sangat besar dari langit. Malika benar-benar tak sanggup untuk menjalani hidup. Separuh hidupnya berada pada Santy, namun jika Santy tak ada disisi nya, siap yang akan menuntunnya ke jalan yang lebih benar. Malika menatap ponselnya yang berbunyi karena notifikasi. Malika meraih ponsel tersebut dan membukanya. "Kenapa baru chat?" Beo Malika melihat nama Tio pada layar ponsel.

Malika dan Luka [TERBIT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz