11

37 17 0
                                    

Happy Reading!!!

Malika duduk pada ranjang dengan menatap kosong kearah jendela. Pikirannya kalut, entah apa yang membuatnya resah. Malika masih terbayang ucapan Tio tadi sore. Malika masih tak habis pikir dengan jawaban itu, benar-benar terkejut. "Aku beneran gak dianggap?" Gumam Malika menatap ponselnya yang tak ada satu pun pesan dari Tio. Malika meletakkan ponselnya dan kembali menatap kosong ke depan. "Ternyata semuanya sama aja," ucap Malika dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

Malika menekuk kedua kakinya dan menyembunyikan wajahnya kedalam. Ia menangis mengingat kembali hal-hal yang terjadi tahun lalu. Bak mimpi yang terulang, Malika benar-benar merasakan hal yang sama. Benar-benar sama. "De javu itu sakit, Tio," ucap Malika dengan nafas yang tercekat.

"Kapan gue bisa ngerasain kebahagiaan? Kapan gue gak ngerasain kesepian? Gue juga pengen kayak orang-orang. Punya teman banyak, punya keluarga yang selalu ada, punya pacar yang pengertian. Kenapa gue gak bisa ngerasain itu semua? Bahkan gue gak cukup perhatian dari orang tua gue. Kapan gue ngerasain itu semua? KAPAN?!" Teriak Malika menjambak rambutnya sendiri.

Benar-benar berantakan. Bahkan kamar yang tadi sangat sunyi dan damai menjadi kamar yang penuh dengan kesedihan. Barang yang terlempar kemana-mana, sprei yang sudah tak pada tempatnya serta bantal dan guling yang sudah ada dibawah ranjang. Malika benar-benar berantakan, rambut yang acak-acakan, mata yang membengkak serta bajunya yang sudah penuh dengan kotoran bedaknya. Semua Malika lempar, tak ada yang mendengarnya. Ia benar-benar sendirian, hanya dirinya sendiri yang bisa mengerti bagaimana keadaannya.

Malika berhenti setelah mendengar pintu pagar yang terbuka. Malika melihat dari jendela siapa yang datang, benar dugaannya, Arga dan Santy sudah datang. Malika segera mengunci pintu kamarnya agar Santy atau Arga tak dapat memasuki kamarnya. Ia segera membereskan segala kekacauan yang telah ia buat. Ia kembali memasang sprei yang tadi lepas serta bantal yang terjatuh kepada tempatnya. Malika mengambil pecahan kaca yang berserakan. Ia juga mengambil semua barang-barangnya dan mengembalikannya pada tempat semula.

Setelah semuanya selesai. Malika segera menuju ke kamar mandi dan mencuci mukanya agar mengurangi bengkak dimatanya. Ia menggosok gigi serta menyisir rambutnya yang berantakan. Ia berdiri didepan cermin, melihat dirinya yang begitu berantakan. "Maaf," ucapnya pada diri sendiri. "Tangan gue kali ini bersih," ucap Malika dengan senyuman melihat tangannya yang bersih tanpa sayatan sedikitpun. Ponselnya berdering tiba-tiba, membuat Malika segera menghampiri ponselnya. Nama Tio terlihat pada layar ponsel, membuat Malika berpikir dua kali untuk menerima panggilan tersebut. Dengan ragu-ragu Malika menerima panggilan Tio dan menampakkan wajah tampan Tio.

"Halo, sayang," ucap Tio memulai pembicaraan.

"Gue gak mau lihat jidat lo, Lika," ucap Tio, karena Malika yang hanya menunjukkan dahinya pada layar ponsel.

"Gue gak mau!" Ucap Malika dengan suara yang serak.

"Kenapa suara lo?" Tanya Tio merasa aneh dengan Malika.

"Gak papa."

"Lo nangis, ya?" Tanya Tio mulai sadar dengan nada Malika.

"Enggak."

"Bohong."

"Enggak, Tio."

"Coba lihat matanya."

"Nih," Malika menunjukkan matanya yang sedikit bengkak.

"Itu nangis, Malika."

"Cerita ke gue, kenapa?" Ucap Tio.

"Enggak."

"Ah! Lo mah gitu."

"Biarin."

"Lo marah gara-gara gue bilang kita gak pacaran, kan?" Ucap Tio, mencoba menebak.

"Dih? Geer lo!" Ucap Malika tak terima.

"Gue tahu lo masih belum selesai sama masa lalu lo, makanya gue bilang kita gak pacaran."

"Kalo gitu, kenapa lo nemb*k gue?".

"Karena gue sayang sama lo, gue cinta sama lo. Tapi kayaknya gue salah, maafin gue karena datang pas lo belum selesai sama masa lalu lo."

"Enggak, Tio. Gue udah selesai. Gue nerima lo juga karena gue udah mulai bisa nerima orang baru, tapi kadang gue ngerasain yang namanya de javu. Maafin gue karena udah jadiin lo bahan biar gue bisa lupa sama masa lalu gue," ucap Malika dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Gak usah nangis! Gue bakal bantuin lo biar bisa lupa sama mantan lo. Sekarang lo punya gue, selamanya. Love you, Malika Sanara," ucap Tio memberi kecupan pada layar ponselnya.

"Stres lo nyium HP? HAHAHAHAHA," tawa Malika menggelegar ke seluruh kamarnya. Tio yang melihat itupun lantas ikut tertawa.

"Udah, tidur sana!" Ucap Malika pada Tio.

"Jangan matiin teleponnya ya?" Ucap Tio dengan nada pelan.

"Iya."

Mereka berdua tertidur dengan telepon yang masih terhubung.

*****

Malika memakai sepatunya di teras rumahnya. "PAPA!" Teriak Malika memanggil Arga yang belum juga keluar untuk memanaskan mobil. Padahal, Malika sudah hampir terlambat.  "Ayo, Papa!" Malika kembali berteriak hingga Santy keluar. "Lika, Papa sakit. Kamu sama Pak Mamat aja," ucap Santy yang membuat Malika melongo. "Kenapa gak bilang dari tadi?" Ucap Malika dengan tatapan marah dan ingin menangis.

"Sama saya aja, tante," ucap seseorang yang tiba-tiba datang dengan motornya.

Malika menoleh pada sumber suara, menampakkan Tio yang sudah siap. "Tuh! Sana," suruh Santy pada Malika yang lalu mencium tangan Santy. Malika segera menghampiri Tio dan memakai helm yang diberikan. Malika menaiki motor Tio dengan hati-hati. "Kita berangkat dulu ya, tante," ucap Tio sopan sebelum akhirnya melajukan motornya. Tio segera melajukan motornya. Motor yang awalnya pelan tiba-tiba menjadi cepat. Malika yang takut terjatuh dengan sigap memeluk Tio dari belakang.

"Pelan-pelan, bod*h!" Ucap Malika.

"Kita mau terlambat, Malika."

"Pegangan!" Ucap Tio lalu menambah laju motornya.

Motor berhenti tepat di parkiran. "Turun, sayang," ucap Tio pada Malika yang masih memeluknya. Malika dengan perlahan mengangkat kepalanya. Melihat sekitar, "oh, udah sampai?" Tanya Malika dengan polosnya. Malika segera turun dari motor dan melepas helmnya. "Ayo," ucap Tio menggandeng Malika yang berjalan dibelakangnya. Malika berjalan dengan senyuman, meskipun kepalanya sedikit pusing karena laju motor yang diatas rata-rata. Namun, jika motor melaju dengan pelan akan membuat dirinya terlambat. "Untung tadi lo ngebut," ucap Malika dengan senyumannya. Tio hanya menggelengkan kepalanya menatap Malika. Mereka berdua berpisah tepat didepan kelas Malika, Malika segera masuk kelasnya yang sudah ada Ola dibangkunya.

"Lama amat lo!" Ucap Ola.

"Hehe, tadi bangun telat," ucap Malika dengan cengiran kudanya.

"Lo bareng Tio? Katanya gak pacaran," ucap Ola menginterogasi Malika.

"Nanti aja, tanya lagi," ucap Malika yang lalu mengeluarkan bukunya dari tas dan mengerjakan tugas.

"Gue udah, mau nyontoh gak?" Tawaran Ola langsung di angguki oleh Malika. Malika segera menyalin jawaban Ola pada bukunya.

"I love you for a thousand years."
.
.
.
.
.

Jangan lupa tinggalin jejak, ya! Vote, komen! Babayy!!

Malika dan Luka [TERBIT]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum