"Kau pulang naik apa dengan keadaan seperti ini?" Alan berusaha menyamakan langkahnya dengan Jian.

"Bukan urusanmu" Jian sama sekali tidak menoleh ke arah Alan, ia hanya fokus melihat ke arah depan dan terus berjalan.

Jian masih marah.

Alan menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk pelan "Benar, bukan urusanku" Alan sengaja mempercepat langkahnya dari Jian lalu meninggalkannya.

Langkah Jian terhenti, mengepal kedua tangannya sembari mengamati punggung Alan yang menghilang di tengah kerumunan.

"Sialan!" Jian mengumpat.

Alan tiba di Greeceland pukul 11 malam. Ia langsung meluangkan waktunya untuk mandi, makan malam dan duduk di ruang kerja memeriksa pekerjaannya yang terpaksa ia tinggalkan sore tadi.

Satu jam kemudian pikirannya tertuju pada Jian. Dia belum juga tiba padahal jarak lokasi konser dan Greeceland tidak begitu jauh. Alan termenung sejenak di kursi kerjanya, memikirkan bagaimana caranya agar bisa menghubungi Jian tanpa harus menanyakan langsung dimana posisinya.

Secara sengaja Alan mengirimkan beberapa pesan berisi pekerjaan yang harus Jian lakukan. Pesan itu terkirim dan tak butuh waktu yang lama, pesan itu terbaca.

Namun, tak ada satupun balasan yang Alan terima. Jian tetap mengabaikannya.

Pukul 1 pagi, Jian akhirnya tiba di Greeceland. Saat ia masuk kedalam apartemen, Alan sedang berada di ruang tengah. Masih terjaga—duduk bersantai sambil menonton TV. Jian tidak menyapa begitu juga Alan yang hanya bisa mengekori Jian dari sudut matanya.

"Aku akan menyiapkan berkas untuk rapatmu besok setelah aku mandi" Jian bicara sambil berjalan melewati Alan menuju kamarnya.

"Aku sudah menyiapkannya sendiri karena kukira kau tak akan pulang malam ini" balas Alan. Jian lalu menghentikan langkahnya lalu menatap Alan.

"Maaf. Tapi aku harus menunggu bus selama dua jam" Jian tidak mengeluh, dia hanya memberitahu bagaimana perjuangannya untuk sampai di Greeceland.

Alan mematikan TV nya lalu berdiri "Bukan urusanku, kan?" Ia mengedikkan bahunya lalu mendahului Jian untuk memasuki kamarnya.

***

Hari ini Jian bangun satu jam lebih lambat dari biasanya. Butuh waktu selama beberapa menit sebelum Jian beranjak dari tempat tidur dan mempersiapkan dirinya untuk pergi bekerja.

Tidak seperti biasanya, pagi ini Jian merasa kelaparan. Dia baru ingat semalam terpaksa melewatkan makan malamnya dan lebih memilih untuk langsung tidur karena kelelahan.

Jian mengintip ke arah pintu utama, memastikan pemilik rumah sudah berangkat ke kantornya. Slipper clog milik Alan sudah tertata rapih di rak sepatu depan, artinya dia sudah pergi dan Jian bisa terbebas dari tatapan dingin yang selalu ia dapatkan setiap pagi.

Jian yang tidak biasa untuk sarapan akhirnya memutuskan untuk pergi ke dapur—berniat untuk mengambil sehelai roti dan segelas susu milik Alan untuk mengganjal perut kosongnya. Sampai di dapur Jian mengambil segelas air putih, meminumnya sampai habis sembari bersandar pada meja bar.

Kedua mata Jian tiba-tiba tertuju ke arah meja makan, lalu berjalan mendekat sembari mengerutkan dahinya saat mendapati sebuah piring berisi roti panggang, omelette dan daging slice lengkap dengan segelas susu yang sudah terhidang rapih dengan sebuah catatan yang terselip di bawahnya.

Aku kelebihan membuat sarapan. Tolong dimakan.

Alan

Kelebihan? Jian tertawa sinis ketika membaca kalimat yang Alan tulis.

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now